Blog Bab 1-14

 Bab 1 : 

Memahami Pengantar Model Bio Psikospiritual : Pendekatan Utuh Dalam Memahami Manusia

Dalam psikologi modern, berkembang pemahaman bahwa manusia tidak bisa dilihat hanya dari satu sisi. Kita bukan hanya makhluk biologis atau rasional, melainkan makhluk yang kompleks dengan tubuh, pikiran, relasi sosial, dan juga dimensi spiritual. Kesadaran ini mendorong lahirnya pendekatan multidisipliner dalam memahami manusia secara menyeluruh.

Salah satu pendekatan penting yang muncul adalah model biopsikososial, yang diperkenalkan oleh George Engel pada tahun 1977. Model ini kemudian dikembangkan menjadi model bio-psikospiritual, yang menambahkan aspek spiritual sebagai unsur penting dalam menjelaskan keberadaan dan kesejahteraan manusia.

Artikel ini secara khusus akan membahas peran sistem saraf sebagai dasar biologis dalam membentuk perilaku manusia, serta bagaimana aspek ini terhubung dengan pendekatan psikospiritual. Pembahasan akan mengacu pada buku Biological Psychology karya James W. Kalat, yang menjadi rujukan utama dalam bidang psikologi biologis.


Bagian 1: Dasar Biologis – Sistem Saraf dan Sel Penyusunnya

Neuron dan Sel Glia

Sistem saraf adalah sistem komunikasi utama dalam tubuh manusia. Ia terdiri dari dua jenis sel utama:

• Neuron, yaitu sel yang bertanggung jawab untuk menerima, mengolah, dan mengirimkan informasi melalui sinyal listrik dan kimia.

• Sel glia, yaitu sel pendukung yang membantu menjaga lingkungan di sekitar neuron tetap stabil, sehat, dan efisien.

Penemuan penting datang dari Santiago Ramón y Cajal, seorang ilmuwan asal Spanyol yang membuktikan bahwa neuron bukanlah jaringan yang saling menyatu seperti yang dulu diperkirakan. Dengan menggunakan teknik pewarnaan yang inovatif, Cajal menunjukkan bahwa neuron adalah unit-unit terpisah yang saling berkomunikasi melalui sinapsis. Penemuan ini menjadi landasan bagi neurosains modern.





Struktur Neuron

Neuron memiliki struktur khas yang terdiri dari beberapa bagian:

• Dendrit: Cabang-cabang pendek yang menerima sinyal dari neuron lain.

• Badan sel (soma): Bagian utama neuron yang mengandung inti sel dan berfungsi mengatur aktivitas metabolik.

• Akson: Serabut panjang yang membawa sinyal listrik dari badan sel menuju neuron lain atau otot.

• Terminal presinaptik: Ujung akson tempat pelepasan neurotransmiter, zat kimia yang membawa sinyal ke neuron berikutnya.

Meski tampak kecil, setiap neuron berperan penting dalam jaringan komunikasi otak yang sangat kompleks, yang memungkinkan kita berpikir, merasakan, bergerak, bahkan bermeditasi atau berdoa.

Jenis-Jenis Neuron dan Sel Glia

Neuron dibedakan berdasarkan fungsi dan strukturnya, antara lain:

• Neuron sensorik: Mengirimkan informasi dari indera ke otak.

• Neuron motorik: Mengirimkan perintah dari otak ke otot.

• Interneuron: Menghubungkan neuron satu dengan yang lain di dalam otak atau sumsum tulang belakang.



Sementara itu, sel glia memiliki berbagai jenis: 

• Astrosit: Membantu menjaga lingkungan kimia di sekitar neuron dan menyinkronkan aktivitas antar akson.

• Mikroglia: Berfungsi seperti sistem imun di otak, membersihkan sisa-sisa sel dan patogen.

• Glia radial: Sangat penting saat perkembangan otak janin, membantu neuron bermigrasi ke tempat yang tepat.

Bagian 2: Penghalang Darah-Otak – Perlindungan Otak dari Zat Berbahaya

Fungsi dan Pentingnya.

Otak merupakan organ yang sangat peka terhadap gangguan, sehingga memiliki sistem perlindungan khusus bernama penghalang darah-otak (blood-brain barrier). Sistem ini berfungsi sebagai penyaring ketat yang hanya mengizinkan zat-zat penting seperti oksigen dan glukosa untuk masuk ke otak, sambil mencegah masuknya zat berbahaya seperti racun dan mikroorganisme.

Meski berfungsi penting untuk menjaga kesehatan otak, keberadaan penghalang ini juga menghadirkan tantangan besar dalam dunia medis. Banyak obat yang efektif untuk penyakit umum justru tidak mampu menembus penghalang tersebut. Akibatnya, pengobatan untuk berbagai gangguan neurologis seperti Alzheimer, Parkinson, dan skizofrenia menjadi lebih kompleks dan terbatas efektivitasnya.

Bagian 3: Potensial Aksi – Sinyal Listrik dalam Neuron.

Langkah-Langkah Potensial Aksi

Potensial aksi adalah proses di mana neuron mengirimkan sinyal listrik. Proses ini terdiri dari beberapa tahap:

1. Resting Potential: Dalam kondisi diam, bagian dalam neuron bermuatan negatif sekitar -70mV.

2. Depolarisasi: Jika neuron menerima rangsangan, saluran natrium (Na⁺) terbuka dan ion Na⁺ masuk, membuat muatan di dalam menjadi lebih positif.

3. Ambang Batas (Threshold): Jika muatan mencapai ambang tertentu, maka neuron akan “meledak” dan mengirimkan potensial aksi.

4. Repolarisasi dan Hiperpolarisasi: Setelah puncak tercapai, saluran kalium (K⁺) terbuka dan ion K⁺ keluar, mengembalikan neuron ke keadaan negatif.

5. Periode Refrakter: Selama beberapa milidetik setelah aksi, neuron tidak bisa diaktifkan kembali.



Konduksi pada Akson Bermielin

Akson bermielin memiliki lapisan isolasi (mielin) yang mempercepat perjalanan sinyal dengan cara lompatan dari satu node of Ranvier ke node berikutnya. Proses ini disebut saltatory conduction dan membuat komunikasi antarneuron jauh lebih efisien.

Bagian 4: Sinapsis – Tempat Bertemunya Informasi

Jenis-Jenis Sinapsis

Sinapsis bisa bersifat:

• Kimiawi: Menggunakan neurotransmiter untuk menyampaikan pesan.

• Listrik: Melalui koneksi langsung antar sel (lebih jarang dan lebih cepat, tapi kurang fleksibel).

Struktur Sinapsis Kimiawi

Dalam sinapsis kimiawi, prosesnya melibatkan:

1. Impuls listrik sampai di terminal akson.

2. Vesikel melepaskan neurotransmiter ke dalam celah sinaps.

3. Neurotransmiter menempel pada reseptor di dendrit neuron berikutnya

Proses ini menentukan apakah sinyal akan diteruskan atau dihentikan.



Bagian 5: Mekanisme Integrasi Sinyal: EPSP dan IPSP

Ketika neurotransmiter dilepaskan, ia bisa menyebabkan dua hal:

• EPSP (Excitatory Post-Synaptic Potential): Meningkatkan kemungkinan neuron akan menembakkan sinyal.

• IPSP (Inhibitory Post-Synaptic Potential): Menurunkan kemungkinan neuron akan aktif.

Summation: Penjumlahan Sinyal

• Temporal summation: Rangsangan berulang dari satu neuron dalam waktu singkat.

• Spatial summation: Rangsangan dari beberapa neuron secara bersamaan.

Neuron “menghitung” total sinyal yang masuk sebelum memutuskan apakah akan mengirimkan potensial aksi. Artinya, neuron bukan sekadar alat pasif, tapi juga bertindak sebagai pengambil keputusan.

berikut adalah penjelasan lebih rinci mengenain Electrical synapses dan Chemical synapses

Bagian 6: Kaitan dengan Psikologi dan Spiritualitas.

Setiap pikiran, perasaan, dan pengalaman spiritual manusia memiliki dasar biologis yang rumit. Ketika seseorang merasa damai, bersyukur, atau mengalami kesadaran yang mendalam, hal tersebut sebenarnya berkaitan dengan aktivitas khusus dalam jaringan saraf otak. Praktik-praktik spiritual seperti meditasi, ibadah, atau refleksi batin diketahui dapat meningkatkan aktivitas di bagian prefrontal cortex—area yang berperan dalam perencanaan dan pengendalian diri—serta menurunkan aktivitas sistem limbik yang berkaitan dengan stres dan kecemasan.

Model bio-psikospiritual menegaskan bahwa kesejahteraan manusia yang utuh tidak bisa dicapai hanya dengan menjaga kesehatan fisik atau menjalani terapi psikologis. Dimensi spiritual juga memegang peran penting. Dengan memahami bahwa kondisi spiritual memiliki landasan biologis, kita semakin menyadari bahwa tubuh dan jiwa bukanlah dua entitas terpisah, melainkan saling terhubung dan memengaruhi satu sama lain secara mendalam.


BAB 2


GENETIKA, EVOLUSI, PENGEMBANGAN, DAN PLASTISITAS


GENETIKA DAN EVOLUSI PERILAKU


Genetika 


1.Sistem Saraf dan Plastisitas

Otak manusia memerlukan "perakitan" rumit yang tidak seperti objek biasa. Instruksi otak berbeda: contohnya, menyambungkan akson dan dendrit.

Koneksi sinaptik terbentuk berdasarkan penggunaan dan pengalaman. Plastisitas otak berarti otak bisa berubah dan berkembang sepanjang hidup berdasarkan pengalaman.

2. Genetika dan Ekspresi Wajah

Lingkungan memengaruhi ekspresi wajah, tetapi genetik juga berperan penting. Penelitian menunjukkan bahwa ekspresi wajah orang yang buta sejak lahir mirip dengan kerabat mereka yang bisa melihat. Hal ini menunjukkan kontribusi genetik dalam ekspresi wajah. Banyak sifat manusia adalah hasil dari kombinasi faktor genetik dan lingkungan.

3.Genetika Mendel

Gregor Mendel menemukan bahwa sifat diwariskan melalui unit-unit genetik (gen). Gen tersusun dalam kromosom dan terdiri dari molekul DNA. Banyak organisme memiliki sepasang gen untuk setiap sifat (satu dari ibu, satu dari ayah).

4.Fungsi DNA dan RNA

DNA membawa informasi genetik dan menentukan urutan asam amino dalam protein melalui RNA. DNA terdiri dari basa: adenin, guanin, sitosin, dan timin. RNA membawa cetakan dari DNA dan digunakan untuk menyusun protein.

5.Ekspresi Gen dan Pewarisan

Gen dapat bersifat dominan, resesif, atau intermediet. Contoh: sensitivitas terhadap rasa pahit PTC memiliki komponen genetik yang kuat.Beberapa sifat kompleks (seperti tinggi badan dan kepribadian) dikendalikan oleh banyak gen dan dipengaruhi oleh lingkungan.

6.Proses Transkripsi dan Translasi

Urutan DNA → RNA → urutan asam amino → protein.

Gambar 4.2 menjelaskan bagaimana DNA dikodekan menjadi RNA dan kemudian menjadi protein yang menjalankan fungsi tubuh.


7. Pewarisan Genetik

Gen dominan dan resesif menentukan sifat anak. Contoh: Jika dua orang tua heterozigot (Tt), anak bisa punya peluang 25% TT, 50% Tt, dan 25% tt. Pewarisan sifat bisa diprediksi melalui diagram Punnett.




8.Gen Terkait Jenis Kelamin

Gen diturunkan melalui kromosom dari orang tua. Kromosom membawa gen yang menjadi cetak biru untuk sifat fisik. Kode genetik ditentukan oleh urutan basa DNA (A, T, G, C) → diterjemahkan menjadi protein melalui RNA. Gen bisa berada pada kromosom seks (X dan Y).

Gambar 4.3 Empat kemungkinan hasil persilangan antara dua orang tua heterozigot untuk gen tertentu (T). Seorang anak dalam keluarga ini memiliki peluang sebesar 25 persen menjadi homozigot untuk gen dominan (TT), 50 persen menjadi heterozigot (Tt), dan 25 persen menjadi homozigot resesif (tt).

Gambar 4.4 Defisiensi warna merah-hijau, gen terkait jenis kelamin. Betina dapat menjadi pembawa tanpa menunjukkan sifat tersebut jika mereka heterozigot. Laki-laki hanya memiliki satu kromosom X, jadi jika mereka mewarisi alel resesif, mereka akan mengalami defisiensi warna. Seorang ayah dengan defisiensi warna pasti akan meneruskan alel resesifnya ke semua anak perempuannya, membuat mereka menjadi pembawa. Seorang ibu pembawa memiliki peluang 50% untuk meneruskan alel resesifnya ke setiap anaknya, baik laki-laki maupun perempuan.

9.   Perubahan Genetik

Mutasi: perubahan urutan basa DNA, bisa mengubah protein dan menyebabkan penyakit atau variasi baru. Perubahan genetik (mutasi) adalah perubahan yang dapat diwariskan pada molekul DNA. Mutasi bisa terjadi pada satu basa DNA atau melibatkan sebagian besar kromosom. Mutasi dapat terjadi secara spontan selama replikasi DNA atau diinduksi oleh mutagen lingkungan.

10.  Epigenetika

Epigenetika: perubahan ekspresi gen tanpa mengubah DNA, contohnya melalui gugus metil atau asetilasi protein histon. Epigenetika menjelaskan mengapa kembar identik bisa punya perbedaan perilaku atau kesehatan. Salah satu mekanisme epigenetik adalah metilasi DNA, yaitu penambahan gugus metil pada DNA. Gen yang aktif biasanya kurang metilasi dibandingkan gen yang tidak aktif. Selama perkembangan sel, pola metilasi diwariskan dan dapat memengaruhi diferensiasi sel. Faktor lingkungan seperti nutrisi, stres, dan paparan zat kimia dapat memengaruhi pola metilasi dan ekspresi gen, dan beberapa perubahan ini mungkin dapat diturunkan. Pengalaman hidup dapat memengaruhi epigenetika, seperti trauma, makanan, atau pengasuhan.

11.Keturunan dan Lingkungan

Lingkungan internal dan eksternal dapat memengaruhi ekspresi gen.  Penelitian pada anak angkat dan anak kembar menunjukkan bahwa baik genetik maupun lingkungan punya pengaruh besar terhadap perkembangan dan kepribadian. Misalnya, anak angkat mungkin tetap menunjukkan kecenderungan genetik dari orang tua kandung, meski dibesarkan di lingkungan berbeda.


Modifikasi lingkungan

PKU (phenylketonuria) merupakan sebuah contoh dengan kelainan genetik yang bisa dicegah melalui diet khusus, pku dapat dideteksi sejak bayi melalui skrining dan dicegah efeknya dengan menjalani diet rendah. Meskipun pku merupakan kondisi keturunan, tetapi intervensi lingkungan dapat mengubahnya. Makanan dengan tinggi protein seperti daging merah, ikan, telur, susu, dan keju merupakan sumber utama fenilalanin yang perlu dihindari oleh penderita pku. pencegahan pku yang aman dengan makanan buah - buahan segar, sayuran, dan makanan rendah protein. bagian paling penting dalam menjaga kesehatan dengan pemantauan kadar fenilalanin secara rutin. 


Evolusi Perilaku 

Evolusi perilaku merupakan proses adaptasi perilaku makhluk hidup yang terjadi secara bertahap melalui seleksi alam, seleksi alam ini mekanisme utama dalam evolusi yaitu dengan perilaku yang meningkatkan peluang bertahan hidup dan reproduksi cenderung diwariskan. Warisan ini berasal dari nenek moyang kita yang membantu mereka bertahan dimasa lalu, dalam hal ini perilaku tidak hanya dipengaruhi oleh pengalaman individu melainkan faktor genetik yang telah terbentuk dari generasi ke generasi. Evolusi tidak menciptakan perilaku yang sempurna, melainkan hal yang efektif dalam konteks lingkungan sekitar.


1. Evolusi Bukan proses yang terjadi karena keingin makhluk hidup

2.Evolusi tidak selalu menghasilkan makhluk hidup yang lebih sempurna atau lebih kompleks,  evolusi tidak memiliki tujuan akhir atau arah tertentu. perubahan ini semata mata karena variasi genetik yang memberikan keuntungan dalam lingkungan tertentu

3.Evolusi tidak bertentangan dengan keyakinan agama, banyak yang terjadi kesalahpahaman bahwa teori evolusi berasal dari kera sehingga bertentangan dengan agama. padahal, teori evolusi ini hanya menjelaskan bahwa semua makhluk hidup berasal dari nenek moyang yang sama dan mengalami evolusi seiring waktu. sebagian agama juga tidak bertentangan dengan teori evolusi, bahkan banyak yang memandangnya sebagai cara tuhan dalam menciptakan makhluk hidup. 

4.Evolusi tidak terjadi secara acak dan tanpa tujuan, evolusi dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan interaksi antara makhluk hidup dengan lingkungan. makhluk hidup yang mampu beradaptasi dengan lingkungan akan memiliki kesempatan lebih besar untuk bertahan hidup, sedangkan makhluk hidup yang tidak mampu beradaptasi akan cenderung punah. 







Evolusi Otak

Evolusi otak manusia merupakan proses bertahap dimana ukuran dan fungsi otak makhluk hidup, khususnya manusia, dan berkembang untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan. otak manusia cenderung modern yang besar dan kompleks dengan memiliki hasil dari tekanan evolusi yang berkaitan pada kebutuhan sosial, kemampuan berpikir, dan adaptasi terhadap lingkungan. evolusi otak manusia tidak hanya hasil dari tekanan biologis, tetapi juga interaksi dengan lingkungan sosial dan ekologis yang telah berubah. oleh karena itu, otak besar memberikan keunggulan dalam berpikir, berbahasa, dan bekerja sama, sehingga menjadi faktor penting dalam keberhasilan evolusi manusia. 


Psikologi Evolusioner 


Merupakan pendekatan yang menjelaskan perilaku manusia sebagai hasil dari adaptasi terhadap tantangan lingkungan masa lalu. banyak perilaku seperti rasa takut, kasih sayang, dan kerja sama sosial, yang berasal dari mekanisme bertahan hidup dengan diwariskannya secara biologis melalui evolusi. Psikolosi evolusioner juga menjelaskan bahwa perilaku seperti altruisme atau menolong orang lain merupakan suatu strategi sosial yang bisa meningkatkan peluang bertahan hidup secara berkelompok atau kerabat dekat karena terbagi beberapa gen. Dengan kata lain, perilaku manusia tidak hanya dibentuk oleh budaya dan pengalaman pribadi, tetapi diwarisi biologis yang berasal dari masa lalu evolusioner kita. oleh karena itu, psikologi evolusioner merupakan alat penting untuk memahami asal usul perilaku manusia yang bersifat universal diberbagai budaya.


PERKEMBANGAN OTAK

Pematangan Otak Vertebrata

Perjalanan pembentukan sistem saraf pusat manusia dimulai sejak usia embrio sekitar 2 minggu. Pada tahap awal ini, permukaan dorsal embrio menebal dan membentuk tabung saraf yang berisi cairan. Proses ini terjadi melalui penyatuan bibir tipis yang memanjang dan melengkung, membentuk struktur tertutup yang kemudian berkembang menjadi otak dan sumsum tulang belakang.


Gambar 4.9 menggambarkan lima tahap perkembangan awal sistem saraf:


•(A): Permukaan awal sebelum pembentukan struktur saraf.

•(B): Terbentuknya alur dan pelat saraf.

•(C): Terbentuknya tabung saraf.

•(D): Munculnya tonjolan jantung dan otak masa depan.

•(E): Tabung saraf mulai berkembang.


Pembentukan dan Diferensiasi Otak


Tabung saraf ini kemudian berdiferensiasi menjadi tiga bagian utama:

1.Otak depan

2.Otak tengah

3.Otak belakang

Sisa bagian dari tabung ini menjadi sumsum tulang belakang. Rongga cairan dalam tabung membentuk kanal sentral sumsum dan 

ventrikel otak, yang nantinya berisi cairan serebrospinal (CSF).


Aktivitas Saraf Dini

Gerakan otot pertama manusia mulai terjadi pada usia 7,5 minggu kehamilan. Menariknya, pada saat ini, aktivitas spontan sumsum tulang belakang sudah dapat menggerakkan otot, bahkan sebelum otak mengendalikan gerakan tersebut. Ini menandakan bahwa sistem saraf memiliki mekanisme inisiasi gerakan sebelum hadirnya kesadaran sensorik.

Berat Otak Manusia

•Saat lahir: sekitar 350 gram

•Usia 1 tahun: mencapai 1000 gram

•Dewasa: antara 1200 hingga 1400 gram


Pertumbuhan dan Perkembangan Neuron


Tahapan Utama dalam Perkembangan Neuron

Ahli saraf membedakan lima proses penting dalam perkembangan neuron, yaitu:




1. Proliferasi: Produksi Sel Baru

Proliferasi adalah proses pembelahan sel yang membentuk neuron baru. Di tahap awal, sel-sel yang melapisi ventrikel otak membelah terus-menerus. Sebagian sel tetap sebagai sel induk, sementara sisanya berkembang menjadi neuron primitif dan sel glia.

Pada otak manusia, proses proliferasi ini berlangsung lebih lama dibandingkan spesies lain, bahkan sampai usia kehamilan 28 minggu. Oleh karena itu, kelahiran prematur sebelum masa ini bisa mengganggu pembentukan neuron secara optimal.

2. Migrasi: Pergerakan Menuju Lokasi Tujuan

Neuron primitif kemudian bermigrasi menuju lokasi fungsionalnya di otak. Migrasi ini bisa terjadi secara:

•Radial (dari dalam ke luar)

•Tangen (menyamping)

•Atau kombinasi keduanya

Gangguan dalam proses ini dapat menyebabkan kelainan struktur otak seperti epilepsi atau keterbelakangan mental.

3. Diferensiasi: Spesialisasi Sel

Setelah mencapai tujuan, neuron mulai berdiferensiasi, membentuk akson dan dendrit. Arah pertumbuhan akson ditentukan oleh tanda kimia di sekitar jaringan target. Dendrit berkembang mengikuti aktivitas sinaptik.

4. Mielinisasi: Meningkatkan Kecepatan Sinyal

Proses ini terjadi lebih lambat, dimulai dari sumsum tulang belakang dan meluas ke otak belakang, tengah, dan depan. Mielin adalah lapisan lemak yang menyelubungi akson dan mempercepat transmisi sinyal. Proses mielinisasi berlangsung hingga remaja akhir hingga dewasa awal, dan sangat penting untuk efisiensi kerja sistem saraf.

5. Sinaptogenesis: Pembentukan Koneksi

Tahap ini merupakan pembentukan sinapsis atau sambungan antar-neuron. Dimulai sejak dalam kandungan dan terus berlangsung sepanjang hidup. Sinaptogenesis sangat intens pada masa awal kehidupan dan masa belajar aktif, tetapi juga bisa mengalami pemangkasan sinapsis seiring bertambahnya usia untuk efisiensi jaringan saraf.




















Ilustrasi Perkembangan Otak Manusia

Gambar 4.10 menunjukkan tahapan perkembangan otak manusia dari usia 3 minggu hingga lahir : 


Otak depan tumbuh pesat dan mulai menutupi bagian otak lainnya.

Struktur otak mulai terlihat jelas pada minggu ke-11.

Saat lahir, otak manusia telah terbagi menjadi beberapa bagian utama seperti otak kecil, otak tengah, dan otak belakang.

Neuron baru dikemudian hari


Selama bertahun-tahun, diyakini bahwa otak vertebrata dewasa tidak mampu menghasilkan neuron baru. Namun, penelitian ilmiah membuktikan sebaliknya. Neuron baru ternyata bisa terbentuk di beberapa bagian otak, seperti pada sistem olfaktorius dan hippocampus.

Awalnya, bukti datang dari sistem olfaktorius pada hewan pengerat, di mana neuron olfaktorius dapat diperbarui secara berkala. Penelitian menunjukkan bahwa burung dan beberapa spesies mamalia juga membentuk neuron baru, terutama untuk mendukung perilaku musiman atau belajar hal baru.

Hippocampus, bagian otak yang penting untuk memori dan pembelajaran, juga menjadi pusat pembentukan neuron baru. Hal ini memungkinkan hewan dan manusia belajar serta menyimpan memori baru.

Namun, produksi neuron baru di otak manusia dewasa masih menjadi perdebatan. Sebagian besar neuron otak manusia tampaknya tidak mengalami regenerasi secara aktif, terutama di korteks serebral. Penelitian menggunakan isotop karbon radioaktif (14C) menunjukkan bahwa jumlah neuron baru yang terbentuk di otak manusia sangat sedikit—bahkan hampir tidak ada di area seperti korteks serebral.

Meski demikian, area hippocampus menunjukkan adanya pembentukan neuron baru, meskipun dengan laju yang sangat lambat (kurang dari 2 persen per tahun). Fakta ini membuka peluang baru untuk terapi gangguan otak seperti Alzheimer, dengan cara merangsang neurogenesis atau pembentukan neuron baru.

Akson Mengikuti Jalur Kimia


Paul Weiss, ahli biologi, pada tahun 1924 melakukan eksperimen yang menunjukkan bahwa akson tidak tumbuh secara acak. Ia mencangkokkan kaki tambahan pada salamander dan menemukan bahwa otot-otot baru tetap dapat bergerak dengan benar, seolah-olah akson tahu ke mana harus pergi. Tapi Weiss beranggapan bahwa akson menempel secara acak dan otot yang menyesuaikan diri.

Kemudian Roger W. Sperry membuktikan sebaliknya. Dalam eksperimen tahun 1943, Sperry memotong saraf optik kadal air dan memutar matanya 180 derajat. Saat akson tumbuh kembali, mereka tetap menyambung ke target lamanya, bukan ke lokasi yang sesuai dengan posisi baru mata. Hasilnya, kadal air melihat dunia secara terbalik. Eksperimen ini menunjukkan bahwa akson mencari target berdasarkan kode kimiawi, bukan posisi visual.


Bukti Spesifisitas Koneksi Akson


Sperry menyimpulkan bahwa setiap akson mengenali targetnya lewat “petunjuk kimia” unik. Sama seperti stasiun radio yang hanya menangkap frekuensi tertentu, akson juga mengenali sinyal kimia tertentu di sel targetnya.

Gambar 4.11 dan 4.12 mendukung gagasan ini: akson dari retina tumbuh kembali ke posisi semula di otak, bukan berdasarkan posisi mata saat ini, tapi karena mengikuti petunjuk kimiawi yang tertanam di dalam sistem saraf sejak awal perkembangan.


Gradien Kimia: Petunjuk Jalan untuk Akson

Tapi bagaimana akson bisa tahu arah mana yang benar? Jawabannya adalah gradien kimia. Otak memiliki jutaan neuron dengan berbagai konsentrasi zat kimia di sepanjang permukaannya. Akson dapat mengenali gradien ini, seperti mengikuti aroma dari zat kimia yang semakin kuat menuju targetnya.

Gambar 4.13 menunjukkan bahwa protein di retina dan tectum (bagian otak) membentuk pola konsentrasi tertentu. Akson dari retina dorsal (bagian atas) menempel pada area dengan konsentrasi protein tertinggi, sementara akson dari retina ventral (bagian bawah) menuju bagian dengan konsentrasi lebih rendah. Ini memungkinkan koneksi visual terbentuk dengan presisi tinggi meskipun sempat terputus.


Persaingan antar akson sebagai Prinsip umum

Setelah akson berhasil mencapai targetnya dengan bantuan gradien kimia, pertarungan baru dimulai. Bayangkan sebuah tempat yang hanya bisa menerima sedikit koneksi, sementara banyak akson datang bersamaan—maka terjadilah kompetisi sinapsis.

Akson-akson awalnya membentuk sinapsis secara luas, bahkan di lokasi yang hanya kira-kira benar. Namun, tidak semua koneksi ini bertahan. Seiring waktu, hanya sinapsis yang paling tepat dan paling aktif yang akan dipertahankan. Yang lain akan dihapus secara alami oleh mekanisme otak (Hua & Smith, 2004). Ini seperti audisi besar-besaran, dan hanya pemain terbaik yang mendapat peran utama.


Peran Aktivitas Spontan dalam Perkembangan

Menariknya, proses ini sudah dimulai bahkan sebelum mata kita melihat cahaya untuk pertama kali. Dalam perkembangan embrio, retina menghasilkan gelombang aktivitas spontan yang bergerak menyapu dari sisi ke sisi. Aktivitas ini menyebabkan akson dari area retina yang berdekatan mengirimkan pesan hampir bersamaan ke thalamus (pusat relay sensorik di otak).

Neuron di thalamus kemudian ‘memilih’ kelompok akson yang aktif bersamaan dan membentuk koneksi kuat dengan mereka. Akson-akson dari area retina lain yang tidak sinkron akan ditolak. Inilah bentuk seleksi alami pada tingkat sistem saraf—yang paling sinkron, yang paling kuat, akan bertahan (Meister, Wong, Baylor, & Shatz, 1991).


Persaingan antar akson sebagai Prinsip Umum


Carla J. Shatz

Carla menjelaskan bahwa perkembangan otak bergantung pada pola koneksi saraf yang terbentuk dan diseleksi selama pertumbuhan. Hubungan antar neuron (sinapsis) yang sering digunakan akan dipertahankan, sementara yang tidak digunakan akan hilang. Proses ini dikenal sebagai Darwinisme saraf, mirip dengan seleksi alam dalam evolusi. Bahkan sejak dalam kandungan, otak sudah “berlatih” melalui gerakan spontan yang membantu membentuk koneksi saraf.Ia juga menjelaskan bahwa otak bisa “belajar” bahkan sebelum kita lahir. Misalnya, janin bisa menggerakkan tubuhnya sendiri tanpa harus disuruh, seperti latihan untuk fungsi otak sebelum benar-benar digunakan setelah lahir.


Rita Levi-Montalcini

Rita adalah ilmuwan Yahudi asal Italia yang tetap melakukan penelitian tentang saraf meski menghadapi tekanan saat Perang Dunia II. Ia menemukan Nerve Growth Factor (NGF), yaitu protein penting yang membantu neuron tumbuh, berkembang, dan bertahan hidup. Tanpa NGF, neuron akan mati. Penemuannya membuka jalan penting dalam ilmu saraf. Meski hidupnya sulit, Rita tetap berjuang dan tidak menyerah pada keadaan.

Di awal kehamilan, jumlah neuron motorik (saraf yang mengatur gerakan) sangat banyak, terutama pada minggu ke-11. Namun setelah itu jumlahnya menurun karena neuron yang tidak membentuk hubungan (sinapsis) akan mati secara alami. Ini adalah proses normal dalam perkembangan otak.


Peran Neurotrofin:

Zat kimia seperti NGF (Nerve Growth Factor) dan BDNF (Brain-Derived Neurotrophic Factor) membantu neuron bertahan hidup, tumbuh, dan membentuk koneksi. Tanpa zat ini, banyak neuron akan mati.

Otak Rentan Saat Berkembang:

Masa perkembangan otak sangat rentan terhadap kesalahan dan gangguan, seperti kekurangan gizi, infeksi, atau pengaruh zat berbahaya (seperti alkohol dan obat-obatan). Kesalahan kecil saat perkembangan bisa berdampak besar, bahkan permanen.




Pengaruh Alkohol dan  Diferensiasi Korteks

Korteks adalah bagian luar otak yang mengatur fungsi-fungsi penting seperti berpikir, mengingat, dan merasakan.

Jika ibu mengonsumsi alkohol saat hamil, janin bisa mengalami sindrom alkohol janin, yang bisa menyebabkan kerusakan otak, gangguan belajar, dan kelainan fisik.


Kerusakan Korteks Otak

Alkohol bisa menyebabkan penipisan (pengecilan) pada bagian otak yang disebut korteks. Gambar memperlihatkan otak anak yang ibunya minum alkohol saat hamil mengalami penipisan korteks dibanding anak sehat.


Cara Alkohol Merusak Otak

Alkohol mengganggu pembentukan dan migrasi neuron, serta memicu kematian sel (apoptosis). Ini membuat otak janin tidak berkembang dengan optimal.


Diferensiasi Korteks

Proses ini adalah bagaimana neuron “memilih” jenisnya dan tugasnya masing-masing. Neuron muda bisa berkembang menjadi berbagai jenis sesuai kebutuhan. Namun, jika mereka dipengaruhi oleh zat berbahaya (seperti alkohol atau obat), proses ini bisa terganggu, sehingga berdampak pada fungsi otak nantinya.

Studi Eksperimen Pada Hewan


Gambar ini menunjukkan percobaan unik yang dilakukan pada musang untuk memahami bagaimana otak bisa beradaptasi terhadap perubahan. Dalam percobaan ini, kabel saraf musang yang biasanya menghubungkan mata ke bagian otak pengolah visual (korteks visual), sengaja dihubungkan ke korteks pendengaran. Jadi, bagian otak yang biasanya digunakan untuk mendengar sekarang harus memproses sinyal dari mata. Hal ini bertujuan untuk melihat apakah otak bisa berfungsi dengan baik meskipun jalur inputnya diubah.

Musang kemudian dilatih untuk membelok ke kanan jika melihat lampu merah menyala. Hasilnya: musang tetap bisa belajar dan memberikan respon yang benar. Ini menunjukkan bahwa bagian otak yang biasanya tidak digunakan untuk melihat (yaitu korteks pendengaran), bisa “belajar” memproses sinyal visual. Artinya, otak bersifat fleksibel dan bisa menyesuaikan diri berdasarkan pengalaman dan pelatihan, bahkan jika strukturnya diubah sejak awal.

Kesimpulan dari percobaan ini adalah bahwa otak tidak bekerja secara kaku berdasarkan struktur asalnya, tetapi bisa berubah fungsi tergantung dari jenis masukan yang diterima. Hal ini memperkuat konsep bahwa perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh pengalaman dan lingkungan. Kemampuan otak untuk beradaptasi seperti ini disebut neuroplastisitas, yaitu kemampuan otak untuk mengatur ulang dan membentuk koneksi baru agar tetap bisa belajar dan berfungsi meskipun ada perubahan besar.

Perubahan Dendritik Seiring Waktu


Gambar ini menunjukkan perubahan bentuk cabang dendrit (bagian dari neuron yang menerima sinyal) dari dua neuron tikus dalam rentang waktu tertentu. Pada gambar atas, cabang dendrit pada tanggal 28 September 1984 terlihat lebih sederhana, tetapi dalam waktu sekitar satu bulan (30 Oktober 1984), cabang tersebut tumbuh menjadi lebih kompleks dan bercabang lebih banyak. Hal yang sama juga terlihat pada gambar bawah, dari 3 Oktober hingga 2 November 1984, terlihat pertumbuhan yang signifikan pada struktur dendrit. ini menjelaskan bahwa neuron bisa mengalami perubahan struktur (seperti bertambahnya cabang dendrit) sebagai respons terhadap pengalaman dan stimulasi lingkungan. Ini menunjukkan bahwa otak bersifat plastis artinya, ia bisa berubah dan menyesuaikan diri berdasarkan apa yang dialami oleh individu. Semakin banyak pengalaman atau stimulasi yang diterima, maka jaringan otak seperti dendrit ini akan semakin berkembang, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kemampuan belajar dan memori. Dari temuan ini, para peneliti menyimpulkan bahwa pengalaman hidup memiliki dampak langsung terhadap struktur fisik otak, khususnya dalam hal pertumbuhan dan penguatan koneksi antar neuron. Proses ini penting bagi pembelajaran, adaptasi terhadap lingkungan baru, serta peningkatan fungsi kognitif. Oleh karena itu, lingkungan yang kaya akan stimulasi sangat penting terutama di masa pertumbuhan otak, baik pada hewan maupun manusia.


Adaptasi Otak pada Orang yang Tunanetra Sejak Bayi

Usaha untuk meningkatkan kemampuan otak secara umum biasanya hanya memberikan dampak kecil. Namun, dengan latihan rutin pada kemampuan tertentu, terutama sejak usia dini, otak akan menjadi lebih terampil dalam hal itu. Otak juga memiliki kemampuan beradaptasi ketika satu indra hilang sejak awal, bagian otak yang tidak terpakai bisa berfungsi untuk mendukung indra lainnya, asalkan ada latihan dan kebiasaan yang mendukung.


Kepekaan Orang Buta dan Tuli

Orang buta lebih peka terhadap sentuhan dan suara karena sering melatihnya. Orang tuli sejak kecil juga lebih peka terhadap sentuhan dan penglihatan, karena otak pendengaran ikut aktif membantu.


Otak Visual untuk Meraba dan Mendengar

Bagian otak yang biasanya untuk melihat (korteks oksipital) digunakan orang buta untuk merasakan sentuhan, seperti membaca Braille. Pada orang tuli sejak kecil, otak visual juga membantu memproses suara dan memahami bahasa, karena bagian itu tidak digunakan untuk melihat.


Uji Coba Menonaktifkan Otak Visual

Orang buta jadi tidak bisa membaca huruf Braille dengan baik, karena mereka memang menggunakan bagian otak visual untuk meraba.

Otak manusia bisa berubah karena pengalaman. Latihan musik sejak dini juga bisa membentuk otak dan dapat mengubah otak agar lebih terampil. Studi pada anak menunjukkan bahwa setelah 15 bulan latihan piano, terjadi peningkatan kemampuan musik dan perubahan otak. Latihan sejak dini juga terbukti memberi efek yang lebih besar dibanding latihan yang dimulai saat remaja..

Perubahan ini juga terlihat jelas lewat hasil pemindaian otak para musisi. Studi MRI menunjukkan bahwa otak musisi profesional punya bagian abu-abu yang lebih tebal dibanding musisi amatir dan orang yang tidak bermain musik, terutama di bagian yang mengatur gerakan tangan dan penglihatan (Gaser & Schlaug, 2003).

ketika reorganisasi otak berjalan terlalu jauh

Otak memiliki kemampuan luar biasa yang disebut neuroplastisitas, yaitu kemampuan untuk berubah sesuai pengalaman. Salah satu bagian yang berubah adalah korteks somatosensorik, yang memproses informasi dari tubuh. Setiap bagian tubuh punya area tersendiri di otak, termasuk jari-jari. Namun, penggunaan berlebihan bisa membuat perubahan ini jadi terlalu ekstrem.

Neuroplastisitas otak menjelaskan bagaimana otak menyesuaikan diri dengan latihan intensif, seperti bermain alat musik. Reorganisasi somatosensorik terjadi saat area otak yang mengontrol jari berubah karena penggunaan berlebihan, membuat area tersebut saling tumpang tindih. Ini membuat otak kesulitan untuk mengontrol gerakan jari secara terpisah, yang bisa menyebabkan distonia tangan fokal (kram musisi). Pengobatan baru menggunakan stimulasi getaran membantu melatih otak agar dapat mengatur gerakan jari dengan lebih baik, bukan hanya berfokus pada tangan. 


Perkembangan Otak dan Perkembangan Perilaku


 Masa Remaja

Remaja cenderung impulsif dan suka imbalan cepat karena otaknya belum matang. Tanpa tekanan sosial, mereka bisa lebih terkendali. Tapi, pengaruh teman dan imbalan membuat mereka rentan ambil risiko.


Usia Lanjut

Seiring bertambahnya usia, ingatan dan pikiran bisa menurun karena otak melambat. Tapi gen, pengalaman, dan gaya hidup sehat bisa menjaga ketajaman. Meski lebih lambat, lansia punya wawasan luas dan bisa gunakan bagian otak lain. Latihan fisik juga bantu menjaga fungsi otak di usia lanjut.


Bagian 4.3

Plastisitas otak adalah kemampuan otak untuk beradaptasi dan berubah

Otak manusia punya kemampuan luar biasa untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan. Istilah ini dikenal sebagai plastisitas otak atau neuroplastisitas. Sederhananya, plastisitas memungkinkan otak membentuk koneksi baru antar sel saraf (neuron), bahkan setelah mengalami cedera atau kehilangan fungsi di suatu bagian. 


Apa hubungannya plastisitas dengan kerusakan otak?

Saat otak mengalami kerusakan, misalnya karena cedera atau penyakit, fungsi tubuh tertentu bisa ikut terganggu. Tapi karena adanya plastisitas, otak bisa “belajar ulang” dan mengalihkan fungsi yang hilang ke bagian lain yang masih sehat. Inilah alasan kenapa seseorang masih bisa pulih meski bagian otaknya rusak.


Lalu, otak bisa rusak karena apa saja?

infeksi otak

tumor otak

paparan zat beracun

penyakit degeneratif

dan salah satunya yang paling terjadi: stroke

Stroke: penyebab umum kerusakan otak

Stroke terjadi ketika aliran darah ke otak terhambat. Tanpa pasokan darah yang cukup, jaringan otak kekurangan oksigen dan mulai mati. Ada dua jenis stroke utama:

Stroke iskemik: terjadi karena pembuluh darah tersumbat.

Stroke hemoragik (perdarahan): terjadi karena pembuluh darah di otak pecah.


Seberapa serius dampaknya bisa dilihat dari contoh nyata

Dalam Gambar 4.20, ditampilkan kondisi otak manusia setelah mengalami kerusakan:

(A) Otak membengkak setelah stroke iskemik.

(B) Terlihat adanya rongga besar, tanda kehilangan jaringan otak akibat kematian sel.

(C) Otak korban luka tembak, dengan kerusakan parah dan menyebar.


Gambar ini menunjukkan bahwa kerusakan otak bisa terjadi dalam berbagai bentuk dan tingkat keparahan.


Penanganan stroke harus cepat

Salah satu pengobatan yang digunakan adalah tPA (tissue plasminogen activator), yang berfungsi melarutkan sumbatan darah. Tapi, tPA hanya efektif jika diberikan dalam waktu maksimal 4,5 jam setelah gejala stroke muncul. Maka dari itu, mengenali gejalanya dan 

bertindak cepat itu sangat penting. 


Penelitian menunjukkan bahwa beberapa zat bisa bantu lindungi otak

Misalnya, pada Gambar 4.21, ditunjukkan efek pemberian cannabinoid pada tikus yang mengalami stroke:

Tikus yang diberi cannabinoid (baris atas) mengalami kerusakan otak yang lebih sedikit.

Sementara yang tidak diberi (baris bawah) mengalami kerusakan lebih luas.


Ini menunjukkan bahwa cannabinoid dapat memberikan perlindungan, asalkan diberikan segera setelah serangan.


Plastisitas otak berperan besar dalam proses pemulihan

Setelah stroke, plastisitas memungkinkan otak untuk menyesuaikan fungsi dan membangun kembali koneksi neuron. Proses ini 


dibantu dengan terapi fisik, latihan kognitif, dan rehabilitasi lainnya. Meskipun tidak selalu bisa pulih sepenuhnya, peluang pemulihan


tetap ada—berkat kemampuan otak untuk beradaptasi.





Mekanisme Pemulihan Lanjutan

Setelah beberapa hari otak mengalami kerusakan, banyak area otak yang masih hidup meningkatkan atau mengatur ulang aktivitas, di dalam nya. Area otak yang masih hidup tidak mengambil alih fungsi area yang rusak, tetapi mereka mengimbanginya 

dengan cara lain, diantaranya:


Peningkatan Stimulasi Otak 

Kerusakan otak tidak hanya berdampak pada area yang cedera, tetapi juga dapat menurunkan fungsi wilayah lain yang 


terhubung, kondisi ini disebut dengan diaschisis. Untuk mengatasi hal ini, stimulasi otak menjadi kunci. Melalui Latihan kognitif, terapi fisik atau aktivitas di area yang terpengaruhi. 


Dengan memanfaatkan plastisitas otak, stimulasi yang tepat dapat membantu mengurangi feel diaschisis dan mempercepat pemulihan otak.

Pada gambar di atas menjelaskan bahwa bagian yang berwarna merah menunjukkan lokasi kerusakan langsung. Sedangkan bagian berwarna biru mewakili wilayah yang mengalami penurunan aktivitas akibat diaschisis. Di sinilah fungsi otak melemah.


Pertumbuhan Akson 

Saat otak mengalami cedera, tubuh tidak hanya berfokus pada bertahan, tetapi juga mencoba memperbaiki diri. Salah satu respons alami otak adalah mendorong pertumbuhan akson, yaitu serabut panjang pada neuron yang berfungsi mengirim sinyal ke neuron lain.

Setelah kerusakan, otak melepaskan zat-zat khusus bernama faktor pertumbuhan saraf (seperti BDNF dan NGF) yang merangsang neuron untuk bertahan dan membentuk koneksi baru. Inilah bagian dari plastisitas otak, kemampuan luar biasa otak untuk beradaptasi dan menciptakan jalur komunikasi baru guna menggantikan yang rusak.




Akson Tumbuh

Sistem saraf memiliki kemampuan adaptif yang tinggi dalam merespons cedera atau gangguan fungsi. Salah satu bentuk adaptasi tersebut adalah regenerasi akson dan munculnya tunas kolateral. Proses ini memungkinkan neuron untuk memulihkan atau menggantikan jalur komunikasi yang terganggu, sehingga fungsi tubuh tetap terjaga. Meskipun regenerasi lebih umum terjadi pada sistem saraf tepi (PNS), sistem saraf pusat (SSP) juga menunjukkan kemampuan plastisitas melalui pembentukan tunas kolateral. Studi mengenai proses ini penting untuk memahami bagaimana tubuh merespons cedera saraf dan mencari pendekatan terapeutik yang tepat dalam bidang neurologi.

Gambar berikut menjelaskan bahwa:


Pada Awalnya (Gambar Kiri)Neuron dalam keadaan normal dengan dua akson (Akson 1 dan Akson 2) yang bercabang dan membentuk sinapsis dengan neuron lain. Dendrit juga terlihat menyebar dari badan sel untuk menerima sinyal dari neuron lain. 

Kehilangan Akson (Gambar Tengah) Salah satu akson mengalami kerusakan dan mulai merosot (degenerasi). Akson yang rusak akan kehilangan koneksi sinaptiknya. Hal ini memicu neuron lain di sekitarnya untuk beradaptasi terhadap kehilangan jalur sinyal ini. 

Bertunas untuk Mengisi Sinapsis yang Kosong (Gambar Kanan) Sebagai respons terhadap kerusakan akson, akson lain yang masih sehat mulai membentuk tunas kolateral, yaitu cabang baru dari akson. Tunas ini tumbuh dan mengisi sinapsis yang kosong, membentuk kembali jalur komunikasi antar neuron. Proses ini dikenal sebagai kolateralisasi aksonal dan merupakan bentuk kompensasi alami tubuh untuk menjaga fungsi sistem saraf.


Denervasi Supersensitivitas

Denervasi supersensitivitas adalah kondisi di mana sel target (seperti otot atau sel saraf) menjadi lebih sensitif terhadap neurotransmiter setelah kehilangan suplai saraf (denervasi). Ini merupakan salah satu mekanisme kompensasi tubuh dalam merespons kehilangan input saraf. Ketika suatu jaringan kehilangan input dari neuron (misalnya karena akson rusak atau diputus), reseptor neurotransmiter pada permukaan sel target akan meningkat jumlah atau kepekaannya. Hal ini menyebabkan sel menjadi hipersensitif terhadap zat kimia pengirim sinyal, bahkan jika jumlahnya sedikit.



Representasi sensorik yang direorganisasi dan Phantom limb

A.   Representasi sensorik yang direorganisasi

perubahan peta tubuh di otak setelah bagian tubuh cedera atau hilang, sehingga area otak mengambil input dari bagian tubuh lain. Mekanisme terjadinya representasi sensorik sebagai berikut:



B.    Anggota Tubuh Hantu (Phantom Limb)

Sensasi abnormal tubuh yang disebabkan oleh anggota tubuh yang hilang atau setelah amputasi. Anggota tubuh hantu atau phantom limb ini semacam sensasi sunjektif tentang keberadaan anggota tubuh yang hilang dikarenakan otak masih menyimpan peta tubuh yang lama dan tetap memproses seolah sinyal sinyal itu masih ada. 


Mekanisme terjadinya phantom limb: 

1)    Neuroma

Ujung saraf yang rusak pada bagian yang diamputasi membentuk saraf-saraf kecil yang abnormal. Neuroma ini dapat mengirimkan sinyal ke otak yang menyebabkan nyeri atau sensasi lain pada bagian tubuh yang sudah hilang.

2)    Reorganisasi korteks

Area korteks pada bagian tubuh yang diamputasi menerima sinyal dari area tubuh lain yang menyebabkan sensai pada bagian yang hilang. 

3)    Sinyal saraf yang salah 

Sinyal saraf dari SST ke otak dapat bercampur dan menyebabkan otak salah menafsirkan informasi dan mengirimkan sinyal ke bagian tubuh yang hilang

4)    Faktor Psikologis

Faktor psikologis seperti trauma amputasi, ingatan tentang rasa sakit sebelum amputasi, dan harapan keutuhan terhadap tubuh bisa memperkuat pengalaman phantom limb, terutama kalau itu berupa rasa sakit (phantom limb pain).


 Cara menghilangkan phantom limb pain 

Pada sebgaian besar kasus, phantom limb pain bisa menghilang saat mereka menghubungkan sensasi tersebut dengan prostesis (anggota tubuh buatan).


6. Penyesuaian yang dipelajari dalam perilaku 

Pemulihan dari kerusakan otak banyak bergantung pada pembelajaran, dengan memanfaatkan fungsi yang masih ada dengan lebih baik. Pasien stroke dilatih menggunakan anggota tubuh lemah dengan membatasi penggunaan anggota tubuh sehat.

Pemulihan perilaku membutuhkan usaha besar dan seringkali memburuk di bawah stres, kelelahan, atau penuaan. Oleh karena itu, terapi segera setelah cedera penting untuk memaksimalkan pemulihan.



BAB 3

STRUKTUR DAN SISTEM SARAF VERTEBRATA

Sistem saraf vertebrata berpusat di otak, di mana anatomi otak mencerminkan peran spesifik setiap bagian dalam mengatur fungsi tubuh. Memahami struktur otak menjadi kunci untuk mengurai mekanisme kerja sistem saraf secara utuh.  

Sistem saraf vertebrata terbagi menjadi dua komponen utama: sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf tepi (SST).


A. Sistem Saraf Pusat (SSP)  

SSP bertugas mengendalikan dan menyelaraskan seluruh aktivitas tubuh, mencakup fungsi fisik, kognitif, dan emosional. Dua organ utama dalam SSP adalah  otak  dan sumsum tulang belakang.  


1. Otak 

   Sebagai pusat komando utama, otak mengoordinasikan segala aktivitas tubuh, mulai dari gerakan, pernapasan, detak jantung, hingga proses berpikir, emosi, ingatan, dan kesadaran. Otak menerima data sensorik dari indera, mengolahnya, lalu mengirim instruksi ke seluruh tubuh melalui sumsum tulang belakang dan jaringan saraf lainnya. Selain itu, otak berperan dalam mengambil keputusan, pembelajaran, serta adaptasi terhadap perubahan lingkungan.  


*Ilustrasi arah anatomi dan bidang irisan otak ditampilkan di bawah ini.


2) Sumsum Tulang Belakang  

Berada di dalam rangka tulang belakang, sumsum tulang belakang berperan sebagai penghubung antara otak dan tubuh sekaligus pusat refleks. Organ ini mengirimkan sinyal motorik dari otak ke seluruh tubuh dan menerima sinyal sensorik dari tubuh ke otak melalui jalur akson.  

B. Sistem Saraf Tepi (SST)  

SST berfungsi sebagai mediator komunikasi antara sistem saraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang) dengan bagian tubuh lain. Sistem ini terdiri dari dua komponen utama:  


1. Saraf Somatik 

   Mengontrol aktivitas otot sadar (volunter) dan mengirimkan informasi sensorik ke otak.  


2. Saraf Otonom

   Mengatur kerja otot tak sadar (involunter), terbagi menjadi:  

   -SimpatikAktif saat tubuh menghadapi stres atau darurat, memicu respons "lawan atau lari"dengan meningkatkan detak jantung, melebarkan pupil, dan mengalihkan energi dari pencernaan.  

   Parasimpatik Dominan saat tubuh rileks, mengembalikan fungsi tubuh ke keadaan normal dengan memperlambat detak jantung, meningkatkan aktivitas pencernaan, dan menghemat energi (istirahat dan cerna").  


Kedua sistem ini bekerja saling melengkapi untuk menjaga keseimbangan respons tubuh dalam berbagai situasi.















Sistem Saraf Simpatik (Ditandai Garis Merah)  


Aktif ketika tubuh dalam kondisi siaga, stres, atau darurat, sistem ini berfungsi sebagai mekanisme respons darurat. Tujuannya adalah mempersiapkan tubuh menghadapi ancaman dengan cara:  

  • - Meningkatkan detak jantung untuk memperlancar aliran darah.  

  • - Melebarkan saluran pernapasan (bronkus) di paru-paru agar oksigen masuk lebih banyak.  

  • - Memperlambat proses pencernaan sementara untuk mengalihkan energi ke fungsi bertahan hidup.  

  • - Melebarkan pupil mata guna meningkatkan ketajaman penglihatan.  

  • - Meningkatkan produksi keringat untuk mendinginkan tubuh.  

  • - Mengaktifkan otot penegak rambut (erektor pili), menyebabkan bulu kuduk berdiri.  


Perubahan fisiologis ini memungkinkan tubuh fokus pada respons "lawan atau lari"dengan mengoptimalkan sumber daya untuk menghadapi atau menghindari bahaya.










B. Sistem Saraf Parasimpatik (Ditandai Garis Biru)  

Aktif saat tubuh dalam kondisi tenang atau istirahat, sistem ini berperan sebagai mekanisme pemulihan yang menenangkan tubuh setelah stres. Fungsinya meliputi:  

Menurunkan detak jantung untuk menghemat energi.  

Meningkatkan aktivitas pencernaan dengan merangsang produksi enzim dan gerakan usus.  

Mengoptimalkan penyimpanan energi untuk penggunaan jangka panjang.  

Menyempitkan pupil mata agar cahaya yang masuk lebih terkontrol.  


Bersama sistem saraf simpatik, keduanya bekerja secara dinamis dan saling menyeimbangkan untuk memastikan tubuh beradaptasi dengan baik di berbagai situasi.  


Struktur Utama Otak Vertebrata

1. Otak Depan (Prosencephalon)

  •    - Bagian terbesar otak, bertanggung jawab atas emosi, kognisi, dan memori.  

  •    - Komponen: Talamus (penyaring sinyal sensorik), hipotalamus (pengatur homeostasis), dan korteks serebral (pusat berpikir).  


2. Otak Tengah (Mesensefalon)  

  •    - Mengatur gerakan mata dan koordinasi motorik sederhana.  

  •    - Struktur utama: Tektum (pengolahan visual dan pendengaran), tegmentum (kontrol gerakan), dan kolikulus (pemrosesan sensorik).  


3. Otak Belakang (Rhombensefalon)

   - Mengontrol fungsi dasar seperti pernapasan, detak jantung, dan keseimbangan.  

   - Komponen:  

     - Medula oblongata: Pusat kendali fungsi vital (napas, tekanan darah).  

     - Pons**: Penghubung sinyal antara otak besar dan sumsum tulang belakang.  

     - Serebelum (Otak Kecil) Mengoordinasi gerakan, keseimbangan, dan postur tubuh.  


Peran Batang Otak

Batang otak menghubungkan otak dengan sumsum tulang belakang dan mengatur fungsi vital seperti kesadaran, siklus tidur, serta refleks dasar.  

Kesinambungan Fungsi Otak

Setiap bagian otak bekerja secara terintegrasi—mulai dari pengaturan emosi hingga kontrol gerakan—untuk memastikan tubuh beroperasi optimal dalam aktivitas sehari-hari.











Saraf - saraf kranial (saraf otak) nomor II sampai XII, yaitu saraf yang keluar langsung dari otak dan batang otak untuk mengontrol berbagai fungsi di kepala dan leher

























Tampang Sagital Otak Manusia  

Gambaran irisan samping (sagital) otak manusia memperlihatkan struktur kunci dalam sistem saraf pusat. Lapisan terluar, korteks serebral, berperan sebagai pusat kendali utama untuk proses kognitif seperti berpikir, berbicara, dan kesadaran diri. Di bagian depan, lobus frontal mengatur gerakan volunter dan pengambilan keputusan, sedangkan lobus parietal** bertugas memproses informasi sensorik (seperti sentuhan dan posisi tubuh). Sementara itu, lobus oksipital di belakang otak mengelola pemrosesan visual. Girus cingulata dan korpus kalosum berfungsi sebagai penghubung antarbagian otak, memfasilitasi komunikasi dan integrasi informasi.  


Struktur Internal Otak

Talamus: Bertindak sebagai pusat distribusi informasi sensorik (kecuali penciuman) ke area otak yang relevan.  

Hipotalamus Mengatur homeostasis tubuh, termasuk suhu, rasa lapar/haus, emosi, dan sekresi hormon.  

-Pons & Sumsum Tulang Belakang Berperan sebagai jalur transmisi sinyal antara otak dan tubuh, serta mengatur fungsi dasar seperti pernapasan.  

Serebelum (Otak Kecil) Mengoptimalkan keseimbangan, koordinasi gerakan, dan presisi motorik.  


Kolaborasi antarstruktur ini memungkinkan tubuh merespons lingkungan secara efektif, mulai dari gerakan terkoordinasi hingga adaptasi terhadap rangsangan eksternal.













  • Girus pre-sentral & post-sentral: Terlibat dalam gerakan dan perasaan (sensorik).

  • Lobus parietal: Memproses informasi seperti sentuhan, tekanan, dan suhu.

  • Lobus oksipital: Mengatur penglihatan.











bagian dalam otak manusia. 

Di bagian luar terdapat korteks serebral yang berfungsi dalam berpikir, mengingat, membuat keputusan, dan bergerak.

Bagian dalam otak seperti hipotalamus dan talamus mengatur emosi, suhu tubuh, tidur, dan fungsi tubuh lainnya.

Ada juga pons dan sum-sum lanjutan(medula oblongata) yang menghubungkan otak ke sumsum tulang belakang, serta mengatur fungsi vital seperti pernapasan dan

denyut jantung. Otak kecil yang terlihat di belakang berfungsi menjaga keseimbangan dan koordinasi gerakan.













**Sistem Limbik**  

Sistem limbik adalah sekelompok struktur otak yang terletak di bawah korteks serebral (area subkortikal) dan membentuk batas di sekitar batang otak. Nama "limbik" berasal dari kata Latin *limbus*, yang berarti "batas". Sistem ini berperan penting dalam mengelola emosi, memengaruhi motivasi, menyimpan memori jangka panjang, serta mengendalikan respons terhadap stres dan pengambilan keputusan berbasis emosi.  


Komponen Utama Sistem Limbik

  • Hipotalamus

  Mengatur sekresi hormon, menjaga kestabilan suhu tubuh, mengontrol rasa lapar dan haus, serta mengelola ritme sirkadian (siklus tidur-bangun).  

  • Hipokampus

  Berperan krusial dalam pembentukan, penyimpanan, dan pengambilan kembali memori jangka panjang.  

  • Amigdala

  Mengendalikan emosi negatif seperti rasa takut, kecemasan, dan agresi, serta terlibat dalam respons pertahanan diri.  

Badan Mamilaris

  Berhubungan dengan pemrosesan memori episodik (ingatan peristiwa spesifik dalam hidup).  

  • Bulbus Olfaktorius  

  Memproses informasi penciuman dan menghubungkannya dengan respons emosional.  

  • Girus Cingulata

  Menjembatani hubungan antara emosi, motivasi, dan perilaku sadar, serta terlibat dalam regulasi rasa nyeri.  

Dengan koordinasi antarstrukturnya, sistem limbik menjadi pusat integrasi antara fungsi fisiologis, emosional, dan kognitif dalam merespons lingkungan.















Talamus  

Talamus adalah struktur berpasangan dan simetris yang terletak di pusat otak depan, termasuk dalam bagian diensefalon (bersama hipotalamus). Berfungsi sebagai **pusat pengalihan** untuk semua informasi sensorik dan motorik yang masuk ke otak, kecuali indera penciuman. Struktur ini bertanggung jawab mengirimkan sinyal sensorik dan motorik ke korteks serebral serta berperan dalam mengatur tingkat kesadaran.  

Hipotalamus  

Hipotalamus terletak di bawah talamus dan di atas batang otak. Meski berukuran kecil, struktur ini menjadi **pusat kendali utama** sistem saraf otonom dan sistem endokrin, serta menjaga keseimbangan internal tubuh (homeostasis).  

Fungsi Hipotalamus

1. Regulasi Sistem Endokrin

   Mengontrol kelenjar pituitari (hipofisis) untuk mengatur produksi hormon tubuh, termasuk pelepasan hormon seperti ADH, oksitosin, dan hormon pelepas (*releasing hormones*).  

2. Pengaturan Suhu Tubuh

   Memantau dan menyesuaikan respons terhadap perubahan suhu melalui pusat pengatur panas dan dingin.  

3. Kontrol Rasa Lapar dan Haus

   Mengaktifkan sinyal lapar atau haus saat tubuh membutuhkan energi atau cairan.  

4. Manajemen Emosi dan Perilaku   Memengaruhi respons emosional dan pola perilaku melalui interaksi dengan sistem limbik.  

5. Ritme Sirkadian

   Mengatur siklus tidur-bangun (*jam biologis*) dengan merespons perubahan cahaya lingkungan.  

6. Sistem Saraf Otonom

   Mengendalikan fungsi involunter seperti detak jantung, tekanan darah, pencernaan, dan respons "lawan atau lari".

Kedua struktur ini bekerja sinergis untuk memastikan integrasi antara persepsi sensorik, respons fisiologis, dan keseimbangan tubuh secara keseluruhan.



 





Berikut adalah parafrase lengkap untuk bagian D, E, F, 3.2, dan 3.3, dengan isi dan panjang yang setara namun disusun ulang agar lebih jelas dan mudah dipahami:


D. Ganglia Basal

Ganglia basal adalah kumpulan struktur saraf yang terletak di bawah korteks otak besar dan memainkan peran penting dalam pengendalian gerakan, pembentukan kebiasaan, serta pembelajaran motorik. Sistem ini berperan dalam menghubungkan motivasi dan emosi dengan tindakan motorik yang diambil, serta membantu mempertahankan gerakan yang telah dipelajari melalui pengalaman berulang.

Fungsi utama ganglia basal adalah sebagai penyaring gerakan—menentukan gerakan mana yang sesuai untuk dilakukan agar tubuh dapat bergerak dengan lancar dan efisien.

Bagian-bagian utama ganglia basal meliputi:

  • Nukleus Kaudatus: Berperan dalam fungsi pembelajaran, perencanaan pergerakan, dan pengelolaan memori.

  • Putamen: Bekerja bersama nukleus kaudatus dalam mengatur gerakan tubuh yang disengaja serta dalam proses pembentukan kebiasaan motorik.

  • Globus Pallidus: Terdiri dari dua bagian, yaitu bagian luar (GPe) dan dalam (GPi), yang menjadi penghubung penting ke struktur lain seperti talamus dan korteks motorik.

Fungsi utama ganglia basal:

  • Mengarahkan gerakan sadar dan menghambat gerakan yang tidak diperlukan.

  • Membantu membentuk rutinitas motorik, seperti saat mengetik atau menyetir.

  • Terlibat dalam pengaturan motivasi dan aspek emosional perilaku.

E. Hipokampus

Hipokampus—yang namanya berasal dari kata Latin untuk “kuda laut” karena bentuknya—merupakan bagian dari otak depan bagian dalam. Struktur ini memegang peranan penting dalam pembentukan dan penguatan memori, terutama memori episodik, yaitu jenis ingatan yang berkaitan dengan peristiwa pribadi dan pengalaman hidup.

F. Ventrikel Otak

Ventrikel otak adalah serangkaian rongga yang saling terhubung di dalam otak dan berisi cairan serebrospinal (CSF). Sistem ini berfungsi sebagai bantalan pelindung terhadap benturan dan menjaga kestabilan lingkungan kimia di otak.

Fungsi utama ventrikel otak:

  • Menyerap guncangan fisik untuk melindungi jaringan otak.

  • Menyebarkan CSF untuk membawa nutrisi dan mengangkut sisa metabolisme dari otak.

Bagian 3.2: Korteks Serebral

Korteks serebral merupakan lapisan luar otak mamalia yang sangat berkembang, terutama pada manusia. Lapisan ini bertanggung jawab atas berbagai fungsi mental tingkat tinggi, termasuk persepsi sensorik, bahasa, dan pengambilan keputusan. Bentuknya yang berlipat-lipat memungkinkan permukaan yang lebih luas untuk pemrosesan informasi yang kompleks.

Pembagian Fungsi Berdasarkan Lobus:

  1. Lobus Oksipital

    • Terletak di bagian belakang kepala.

    • Bertugas memproses informasi visual.

    • Kerusakan di area ini dapat menyebabkan kebutaan kortikal meskipun mata tetap berfungsi normal.

  2. Lobus Parietal

    • Menerima dan memproses rangsangan dari tubuh seperti sentuhan, suhu, dan nyeri.

    • Membantu dalam pengenalan posisi dan orientasi spasial.

  3. Lobus Temporal

    • Memainkan peran penting dalam pendengaran, pemahaman bahasa, pengolahan memori, dan emosi.

    • Terdapat Area Wernicke, yang sangat penting untuk memahami bahasa lisan dan tulisan.

    • Cedera di area ini dapat menyebabkan sindrom Klüver-Bucy, ditandai oleh berkurangnya rasa takut dan kontrol emosional.

  4. Lobus Frontal

    • Mengatur fungsi eksekutif seperti perencanaan, penalaran, pengambilan keputusan, dan kontrol sosial.

    • Di sinilah korteks prefrontal berada, bagian yang paling berkembang pada manusia dan terlibat dalam pemikiran tingkat tinggi dan penilaian sosial.



Perkembangan Korteks Prefrontal

Dibandingkan dengan spesies lain, manusia memiliki korteks prefrontal yang jauh lebih besar. Hal ini memungkinkan kemampuan untuk berpikir abstrak, mengontrol dorongan, dan melakukan penilaian moral, yang tidak ditemukan pada hewan non-manusia dalam kapasitas yang sama.

Lobotomi Prefrontal dalam Sejarah

Di masa lalu, lobotomi prefrontal dilakukan untuk menangani gangguan mental berat dengan memotong sambungan saraf di lobus frontal. Namun, prosedur ini terbukti menyebabkan efek samping serius seperti hilangnya emosi, dorongan, dan kepribadian, sehingga ditinggalkan setelah pengembangan obat-obatan psikiatri modern pada tahun 1950-an.

Bagian 3.3: Dampak Kerusakan Otak

Kerusakan pada area tertentu di otak dapat memengaruhi gerakan, emosi, atau fungsi kognitif tergantung lokasi dan tingkat keparahannya. Pemahaman tentang efek kerusakan ini diperoleh melalui berbagai metode penelitian ilmiah.

Metode Penelitian Kerusakan Otak:

  1. Ablasi atau Lesi Otak

    • Merusak atau mengangkat bagian otak tertentu pada hewan untuk melihat perubahan perilaku yang dihasilkan.

  2. Optogenetika

    • Menggunakan cahaya untuk mengaktifkan atau menonaktifkan neuron tertentu, memungkinkan peneliti menguji fungsi spesifik dalam otak secara presisi.

  3. Teknik Pencitraan Otak:

    • EEG (Elektroensefalografi): Merekam aktivitas listrik otak, sangat akurat untuk waktu tetapi kurang dalam visualisasi lokasi.

    • fMRI (Functional MRI): Menunjukkan bagian otak yang aktif berdasarkan aliran darah.

    • PET Scan: Menganalisis aktivitas metabolik otak menggunakan pelacak glukosa untuk mendeteksi anomali atau kelainan.


Kaitan Antara Struktur dan Perilaku

  • Frenologi, metode kuno yang menghubungkan bentuk tengkorak dengan kepribadian, kini dianggap tidak ilmiah.

  • Teknologi modern seperti CT scan dan MRI memberikan gambaran yang akurat tentang struktur otak dan digunakan untuk mendeteksi kelainan seperti tumor atau kerusakan jaringan.

Ukuran Otak dan Hubungannya dengan Kecerdasan

  • Besarnya otak tidak selalu mencerminkan tingkat kecerdasan.

  • Rasio antara ukuran otak dan tubuh, serta jumlah neuron (terutama di korteks), lebih menentukan kapasitas intelektual.

  • Misalnya, paus sperma memiliki otak besar, namun manusia tetap unggul secara kognitif karena efisiensi dan kompleksitas neuron di otaknya.

Perbedaan Otak Berdasarkan Jenis Kelamin

  • Volume otak rata-rata pria memang lebih besar, tetapi tidak berkorelasi langsung dengan kecerdasan.

  • Struktur otak:

    • Pria cenderung memiliki lebih banyak materi abu-abu yang mendukung pemrosesan spesifik.

    • Wanita memiliki lebih banyak materi putih, memungkinkan koneksi antardaerah otak lebih efisien.

  • Kemampuan spasial: Rata-rata pria unggul dalam tes spasial, namun ini juga bisa dipengaruhi oleh pengalaman dan pelatihan, seperti bermain gim video.

Kesimpulan

Otak merupakan sistem yang sangat kompleks, di mana setiap struktur memiliki peran unik dalam mendukung kehidupan manusia. Kemajuan teknologi telah membuka wawasan baru tentang hubungan antara struktur otak dan perilaku manusia, meskipun masih banyak hal yang belum sepenuhnya dipahami dan terus menjadi objek penelitian ilmiah.

Jika kamu ingin versi ini disusun ke dalam bentuk artikel, slide presentasi, atau ringkasan poin-poin penting, beri tahu saja!


BAB 4 

GENETIKA DAN EVOLUSI PERILAKU

1. Sistem Saraf dan Plastisitas

Penyusunan otak manusia sangat kompleks dan tidak bisa disamakan dengan perakitan objek biasa.
Instruksi pembentukan sistem saraf melibatkan proses unik, seperti pembentukan sambungan antara akson dan dendrit.
Koneksi sinaptik terbentuk dan diperkuat berdasarkan frekuensi penggunaan dan pengalaman yang dialami individu.
Kemampuan otak untuk berubah dan menyesuaikan diri sepanjang hidup inilah yang disebut plastisitas otak—yakni kapasitas otak untuk beradaptasi, tumbuh, dan memperbaiki dirinya berdasarkan pengalaman hidup yang terus berkembang.

2. Genetika dan Ekspresi Wajah

Meskipun lingkungan sekitar memengaruhi bagaimana seseorang mengekspresikan wajah, faktor genetik juga memainkan peran penting.
Penelitian menunjukkan bahwa individu tunanetra sejak lahir menampilkan ekspresi wajah yang serupa dengan anggota keluarganya yang dapat melihat, menunjukkan bahwa ekspresi emosional sebagian besar dipengaruhi oleh warisan genetik.
Dengan kata lain, sebagian besar karakter manusia, termasuk ekspresi wajah, merupakan hasil interaksi antara gen yang diwariskan dan lingkungan tempat individu tumbuh.

3. Genetika Mendel

Gregor Mendel menemukan prinsip pewarisan sifat melalui apa yang kini dikenal sebagai gen, yaitu unit dasar keturunan.
Gen-gen tersebut tersusun dalam struktur bernama kromosom dan dibangun dari molekul DNA.
Sebagian besar makhluk hidup memiliki dua salinan gen untuk setiap sifat—satu diturunkan dari ayah dan satu lagi dari ibu—yang bersama-sama menentukan karakteristik yang dimiliki individu.

4. Fungsi DNA dan RNA

DNA berfungsi sebagai pembawa informasi genetik dan mengatur susunan asam amino yang akan membentuk protein, melalui perantara RNA.
Molekul DNA tersusun dari empat jenis basa nitrogen: adenin (A), guanin (G), sitosin (C), dan timin (T).
RNA berperan dalam menyalin informasi dari DNA dan menyampaikannya ke sistem pembentukan protein, sehingga tubuh dapat menghasilkan protein sesuai dengan instruksi genetik.

5. Ekspresi Gen dan Pewarisan

Sifat-sifat yang ditentukan oleh gen bisa bersifat dominan, resesif, atau intermediet (campuran).
Contohnya, kemampuan merasakan rasa pahit senyawa PTC sangat dipengaruhi oleh faktor genetik.
Namun, sifat-sifat kompleks seperti tinggi badan atau kepribadian tidak hanya ditentukan oleh satu gen saja, melainkan merupakan hasil interaksi antara banyak gen serta faktor lingkungan yang memengaruhi perkembangan individu secara keseluruhan.

6. Proses Transkripsi dan Translasi

Informasi genetik dalam DNA digunakan untuk membentuk RNA, yang kemudian diterjemahkan menjadi rangkaian asam amino penyusun protein.
Proses ini secara umum digambarkan dengan urutan: DNA → RNA → protein.
Ilustrasi pada Gambar 4.2 memperlihatkan bagaimana informasi yang tersimpan dalam DNA dikonversi menjadi RNA melalui transkripsi, dan selanjutnya diterjemahkan menjadi protein melalui proses translasi, yang berperan penting dalam menjalankan berbagai fungsi biologis dalam tubuh.








7. Pewarisan Genetik

Sifat-sifat yang dimiliki keturunan ditentukan oleh kombinasi gen dominan dan gen resesif dari kedua orang tua.
Misalnya, jika kedua orang tua memiliki susunan gen heterozigot (Tt), maka kemungkinan kombinasi genetik pada anak adalah: 25% homozigot dominan (TT), 50% heterozigot (Tt), dan 25% homozigot resesif (tt).
Proses pewarisan ini dapat diprediksi dan divisualisasikan dengan menggunakan diagram Punnett, yang membantu memperkirakan peluang genetik berdasarkan kombinasi alel dari masing-masing 

8. Gen Terkait Jenis Kelamin

Gen diwariskan dari orang tua melalui kromosom, yang menyimpan instruksi genetik untuk berbagai sifat fisik.
Kromosom terdiri dari gen-gen yang menyusun cetak biru biologis individu.
Kode genetik berasal dari urutan basa nitrogen dalam DNA—adenin (A), timin (T), guanin (G), dan sitosin (C)—yang kemudian diterjemahkan menjadi protein oleh RNA.
Sebagian gen terletak pada kromosom seks, yaitu kromosom X dan Y, yang juga menentukan jenis kelamin dan dapat membawa sifat-sifat tertentu yang hanya muncul pada pria atau wanita.

Gambar 4.3 menunjukkan empat kemungkinan kombinasi genetik hasil persilangan dua orang tua heterozigot untuk satu gen (T). Peluang anak-anak mereka adalah 25% mewarisi dua gen dominan (TT), 50% memiliki satu gen dominan dan satu resesif (Tt), dan 25% mewarisi dua gen resesif (tt).

Pewarisan Buta Warna Merah-Hijau (Gambar 4.4)

Buta warna merah-hijau merupakan kondisi genetik yang diwariskan melalui pola resesif terkait kromosom X. Perempuan, yang memiliki dua kromosom X, dapat menjadi pembawa (carrier) jika hanya satu dari kromosom X-nya membawa alel resesif penyebab buta warna. Dalam kondisi ini, mereka biasanya tidak menunjukkan gejala buta warna karena alel normal pada kromosom X lainnya dapat mengimbangi efek alel resesif tersebut.(ResearchGate, Scribd)

Sebaliknya, laki-laki hanya memiliki satu kromosom X dan satu kromosom Y. Jika kromosom X mereka membawa alel resesif penyebab buta warna, mereka akan mengalami kondisi tersebut karena tidak ada alel normal yang dapat mengkompensasi.

Seorang ayah yang mengalami buta warna akan mewariskan kromosom X-nya yang membawa alel resesif kepada semua anak perempuannya, menjadikan mereka pembawa. Namun, anak laki-lakinya tidak akan mewarisi alel tersebut karena mereka menerima kromosom Y dari ayahnya.

Sementara itu, seorang ibu yang merupakan pembawa memiliki kemungkinan 50% untuk meneruskan alel resesif kepada setiap anaknya. Anak laki-laki yang mewarisi alel tersebut akan mengalami buta warna, sedangkan anak perempuan yang mewarisinya akan menjadi pembawa.(Course Hero)







9. Perubahan Genetik

Mutasi genetik merupakan perubahan permanen pada urutan basa DNA yang dapat diturunkan. Perubahan ini dapat terjadi pada satu basa tunggal atau melibatkan segmen besar kromosom. Mutasi dapat muncul secara spontan selama proses replikasi DNA atau dipicu oleh faktor lingkungan seperti radiasi dan bahan kimia tertentu. Beberapa mutasi dapat menyebabkan penyakit, seperti anemia sel sabit yang disebabkan oleh perubahan satu basa dalam gen hemoglobin, sementara mutasi lainnya berkontribusi pada variasi genetik dalam populasi. Nature

10. Epigenetika

Epigenetika mempelajari perubahan ekspresi gen yang tidak melibatkan perubahan pada urutan DNA itu sendiri. Modifikasi seperti metilasi DNA dan asetilasi histon dapat memengaruhi seberapa aktif suatu gen diekspresikan. Misalnya, penambahan gugus metil pada DNA biasanya menekan aktivitas gen, sedangkan asetilasi histon dapat meningkatkan ekspresi gen dengan membuka struktur kromatin. Faktor lingkungan seperti pola makan, stres, dan paparan zat kimia dapat memengaruhi pola epigenetik ini, yang pada gilirannya dapat memengaruhi perilaku dan kesehatan individu.

11. Keturunan dan Lingkungan

Baik faktor genetik maupun lingkungan berperan penting dalam membentuk perkembangan dan kepribadian seseorang. Studi pada anak kembar dan anak angkat menunjukkan bahwa meskipun individu memiliki kesamaan genetik, lingkungan tempat mereka tumbuh dapat menghasilkan perbedaan signifikan dalam perilaku dan kesehatan.

Contohnya adalah kondisi fenilketonuria (PKU), kelainan genetik yang mengganggu metabolisme asam amino fenilalanin. Jika tidak ditangani, PKU dapat menyebabkan kerusakan otak. Namun, dengan deteksi dini melalui skrining bayi baru lahir dan penerapan diet rendah fenilalanin, dampak negatifnya dapat dicegah. Makanan tinggi protein seperti daging, ikan, telur, dan produk susu harus dihindari, sementara makanan rendah protein dan suplemen asam amino khusus digunakan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. Pemantauan rutin kadar fenilalanin dalam darah penting untuk memastikan efektivitas pengelolaan kondisi ini.


EVOLUSI







Evolusi: Proses Alamiah Tanpa Tujuan Tertentu

Evolusi bukanlah proses yang terjadi karena keinginan makhluk hidup atau memiliki tujuan akhir tertentu. Sebaliknya, evolusi merupakan hasil dari variasi genetik yang terjadi secara acak dan seleksi alam yang dipengaruhi oleh lingkungan. Perubahan ini tidak selalu menghasilkan makhluk hidup yang lebih sempurna atau kompleks, melainkan adaptasi terhadap kondisi lingkungan yang berubah-ubah. Dengan demikian, evolusi tidak diarahkan untuk mencapai bentuk kehidupan tertentu, melainkan merupakan respons terhadap tekanan lingkungan yang terus berubah.

Evolusi dan Agama: Tidak Selalu Bertentangan

Terdapat kesalahpahaman bahwa teori evolusi bertentangan dengan keyakinan agama, terutama karena anggapan bahwa manusia berasal dari kera. Namun, teori evolusi menjelaskan bahwa semua makhluk hidup memiliki nenek moyang yang sama dan mengalami perubahan seiring waktu melalui mekanisme alamiah. Banyak komunitas agama, termasuk beberapa denominasi Kristen dan Islam, menerima evolusi sebagai bagian dari penciptaan Tuhan. Misalnya, Gereja Katolik mengakui bahwa evolusi tidak bertentangan dengan iman Kristen, selama diyakini bahwa jiwa manusia diciptakan langsung oleh Tuhan . Demikian pula, beberapa pemikir Muslim melihat evolusi sebagai proses yang sesuai dengan ajaran Islam 

Evolusi: Proses yang Dipengaruhi oleh Lingkungan

Evolusi bukanlah proses yang sepenuhnya acak dan tanpa arah. Variasi genetik yang terjadi dalam populasi dapat memberikan keuntungan atau kerugian tergantung pada kondisi lingkungan. Makhluk hidup yang memiliki sifat-sifat yang menguntungkan cenderung memiliki peluang lebih besar untuk bertahan hidup dan berkembang biak, sehingga sifat-sifat tersebut menjadi lebih umum dalam populasi. Sebaliknya, individu yang tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan cenderung mengalami penurunan jumlah atau punah. Dengan demikian, evolusi merupakan hasil interaksi antara variasi genetik dan tekanan seleksi dari lingkungan .

Evolusi Otak








Evolusi Otak Manusia

Perkembangan otak manusia berlangsung secara bertahap, di mana ukuran dan fungsinya mengalami peningkatan untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan yang kompleks. Otak manusia yang besar dan kompleks merupakan hasil dari tekanan evolusi yang berkaitan dengan kebutuhan sosial, kemampuan berpikir, serta adaptasi terhadap lingkungan yang berubah-ubah. Proses ini tidak hanya dipengaruhi oleh faktor biologis, tetapi juga oleh interaksi dengan lingkungan sosial dan ekologis. Dengan demikian, ukuran otak yang besar memberikan keunggulan dalam hal berpikir, berbahasa, dan kerja sama, yang menjadi faktor penting dalam keberhasilan evolusi manusia.

Psikologi Evolusioner

Psikologi evolusioner merupakan pendekatan yang menjelaskan perilaku manusia sebagai hasil dari adaptasi terhadap tantangan lingkungan masa lalu. Banyak perilaku seperti rasa takut, kasih sayang, dan kerja sama sosial berasal dari mekanisme bertahan hidup yang diwariskan secara biologis melalui evolusi. Selain itu, perilaku seperti altruisme atau menolong orang lain dianggap sebagai strategi sosial yang dapat meningkatkan peluang bertahan hidup dalam kelompok atau kerabat dekat karena adanya pembagian gen. Dengan kata lain, perilaku manusia tidak hanya dibentuk oleh budaya dan pengalaman pribadi, tetapi juga dipengaruhi oleh warisan biologis dari masa lalu evolusioner kita. Oleh karena itu, psikologi evolusioner menjadi alat penting untuk memahami asal usul perilaku manusia yang bersifat universal di berbagai budaya.

Penelitian dalam bidang ini menunjukkan bahwa banyak perilaku manusia yang tampaknya kompleks sebenarnya memiliki akar evolusioner yang dapat ditelusuri kembali ke kebutuhan dasar untuk bertahan hidup dan bereproduksi dalam lingkungan nenek moyang kita.





PERKEMBANGAN OTAK

Pematangan Otak Vertebrata

Perkembangan sistem saraf pusat manusia dimulai sekitar dua minggu setelah pembuahan, ketika lapisan atas embrio menebal dan membentuk tabung saraf yang berisi cairan. Proses ini melibatkan penyatuan lipatan-lipatan jaringan yang memanjang dan melengkung, membentuk struktur tertutup yang akan berkembang menjadi otak dan sumsum tulang belakang. Tabung saraf ini kemudian berdiferensiasi menjadi tiga bagian utama: otak depan, otak tengah, dan otak belakang. Sisa dari tabung saraf berkembang menjadi sumsum tulang belakang, sementara rongga di dalamnya membentuk kanal sentral dan ventrikel otak yang berisi cairan serebrospinal (CSF). 


Aktivitas Saraf Dini

Gerakan otot pertama pada manusia terjadi sekitar 7,5 minggu masa kehamilan. Menariknya, pada tahap ini, sumsum tulang belakang sudah dapat menghasilkan aktivitas spontan yang menggerakkan otot, bahkan sebelum otak mengendalikan gerakan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa sistem saraf memiliki mekanisme inisiasi gerakan sebelum hadirnya kesadaran sensorik.

Berat Otak Manusia

  • Saat lahir: sekitar 350 gram

  • Usia 1 tahun: mencapai 1000 gram

  • Dewasa: antara 1200 hingga 1400 gram

  • Tahapan Utama dalam Perkembangan Neuron

Perkembangan neuron manusia melalui lima tahap utama:

  1. Proliferasi (Produksi Sel Baru): Sel-sel yang melapisi ventrikel otak membelah secara aktif untuk membentuk neuron baru. Beberapa sel tetap sebagai sel induk, sementara lainnya berkembang menjadi neuron primitif dan sel glia. Proses ini berlangsung hingga sekitar minggu ke-28 kehamilan.

  2. Migrasi (Pergerakan Menuju Lokasi Tujuan): Neuron primitif bergerak ke lokasi fungsionalnya di otak melalui jalur radial (dari dalam ke luar), tangen (menyamping), atau kombinasi keduanya. Gangguan dalam proses ini dapat menyebabkan kelainan struktur otak seperti epilepsi atau keterbelakangan mental.

  3. Diferensiasi (Spesialisasi Sel): Setelah mencapai tujuan, neuron mulai berdiferensiasi dengan membentuk akson dan dendrit. Pertumbuhan akson dipandu oleh sinyal kimia di jaringan target, sementara dendrit berkembang mengikuti aktivitas sinaptik.

  4. Mielinisasi (Meningkatkan Kecepatan Sinyal): Dimulai dari sumsum tulang belakang dan meluas ke otak belakang, tengah, dan depan. Mielin, lapisan lemak yang menyelubungi akson, mempercepat transmisi sinyal. Proses ini berlangsung hingga remaja akhir atau dewasa awal.

  5. Sinaptogenesis (Pembentukan Koneksi): Pembentukan sinapsis antar-neuron dimulai sejak dalam kandungan dan berlanjut sepanjang hidup. Sinaptogenesis sangat intens pada masa awal kehidupan dan masa belajar aktif, namun juga mengalami pemangkasan sinapsis seiring bertambahnya usia untuk efisiensi jaringan saraf.








Pematangan Otak pada Vertebrata

Perkembangan sistem saraf pusat manusia dimulai sekitar dua minggu setelah pembuahan, saat permukaan dorsal embrio menebal dan membentuk tabung saraf berisi cairan. Proses ini melibatkan penyatuan lipatan jaringan yang memanjang dan melengkung, membentuk struktur tertutup yang kemudian berkembang menjadi otak dan sumsum tulang belakang.

Gambar 4.9 menggambarkan lima tahap awal perkembangan sistem saraf:

  • (A) Permukaan awal sebelum pembentukan struktur saraf.

  • (B) Terbentuknya alur dan pelat saraf.

  • (C) Pembentukan tabung saraf.

  • (D) Munculnya tonjolan jantung dan bakal otak.

  • (E) Perkembangan awal tabung saraf.

Pembentukan dan Diferensiasi Otak

Tabung saraf ini kemudian berdiferensiasi menjadi tiga bagian utama:

  1. Otak depan

  2. Otak tengah

  3. Otak belakang

Sisa tabung saraf berkembang menjadi sumsum tulang belakang, sementara rongga di dalamnya membentuk kanal sentral dan ventrikel otak yang berisi cairan serebrospinal (CSF).

Aktivitas Saraf Dini

Gerakan otot pertama pada manusia terjadi sekitar 7,5 minggu kehamilan. Menariknya, pada tahap ini, aktivitas spontan sumsum tulang belakang sudah mampu menggerakkan otot, bahkan sebelum otak mengendalikan gerakan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa sistem saraf memiliki mekanisme inisiasi gerakan sebelum hadirnya kesadaran sensorik.

Berat Otak Manusia

  • Saat lahir: sekitar 350 gram

  • Usia 1 tahun: sekitar 1000 gram

  • Dewasa: antara 1200 hingga 1400 gram

Tahapan Utama dalam Perkembangan Neuron

Para ahli saraf mengidentifikasi lima proses penting dalam perkembangan neuron:

  1. Proliferasi (Produksi Sel Baru): Sel-sel yang melapisi ventrikel otak membelah secara aktif untuk menghasilkan neuron baru. Beberapa sel tetap sebagai sel induk, sementara yang lain berkembang menjadi neuron primitif dan sel glia. Pada manusia, proses ini berlangsung hingga sekitar usia kehamilan 28 minggu, sehingga kelahiran prematur sebelum periode ini dapat mengganggu pembentukan neuron secara optimal.

  2. Migrasi (Pergerakan Menuju Lokasi Tujuan): Neuron primitif bergerak menuju lokasi fungsionalnya di otak melalui jalur radial (dari dalam ke luar), tangen (menyamping), atau kombinasi keduanya. Gangguan dalam proses migrasi ini dapat menyebabkan kelainan struktur otak seperti epilepsi atau keterbelakangan mental.

  3. Diferensiasi (Spesialisasi Sel): Setelah mencapai tujuan, neuron mulai berdiferensiasi dengan membentuk akson dan dendrit. Pertumbuhan akson dipandu oleh sinyal kimia di sekitar jaringan target, sementara dendrit berkembang mengikuti aktivitas sinaptik.

  4. Mielinisasi (Meningkatkan Kecepatan Sinyal): Proses ini dimulai dari sumsum tulang belakang dan meluas ke otak belakang, tengah, dan depan. Mielin, lapisan lemak yang menyelubungi akson, mempercepat transmisi sinyal saraf. Mielinisasi berlangsung hingga remaja akhir atau dewasa awal dan sangat penting untuk efisiensi kerja sistem saraf.

  5. Sinaptogenesis (Pembentukan Koneksi): Pembentukan sinapsis atau sambungan antar-neuron dimulai sejak dalam kandungan dan terus berlangsung sepanjang hidup. Proses ini sangat intens pada masa awal kehidupan dan masa belajar aktif, tetapi juga mengalami pemangkasan sinapsis seiring bertambahnya usia untuk meningkatkan efisiensi jaringan saraf.

Ilustrasi Perkembangan Otak Manusia

Gambar 4.10 menunjukkan tahapan perkembangan otak manusia dari usia 3 minggu hingga lahir:

  • Otak depan tumbuh pesat dan mulai menutupi bagian otak lainnya.

  • Struktur otak mulai terlihat jelas pada minggu ke-11.

  • Saat lahir, otak manusia telah terbagi menjadi beberapa bagian utama seperti otak kecil, otak tengah, dan otak belakang.

Neuron Baru di Kemudian Hari

Selama bertahun-tahun, diyakini bahwa otak vertebrata dewasa tidak mampu menghasilkan neuron baru. Namun, penelitian ilmiah membuktikan sebaliknya. Neuron baru ternyata bisa terbentuk di beberapa bagian otak, seperti pada sistem olfaktorius dan hippocampus.

Awalnya, bukti datang dari sistem olfaktorius pada hewan pengerat, di mana neuron olfaktorius dapat diperbarui secara berkala. Penelitian menunjukkan bahwa burung dan beberapa spesies mamalia juga membentuk neuron baru, terutama untuk mendukung perilaku musiman atau belajar hal baru.

Hippocampus, bagian otak yang penting untuk memori dan pembelajaran, juga menjadi pusat pembentukan neuron baru. Hal ini memungkinkan hewan dan manusia belajar serta menyimpan memori baru.

Namun, produksi neuron baru di otak manusia dewasa masih menjadi perdebatan. Sebagian besar neuron otak manusia tampaknya tidak mengalami regenerasi secara aktif, terutama di korteks serebral. Penelitian menggunakan isotop karbon radioaktif (14C) menunjukkan bahwa jumlah neuron baru yang terbentuk di otak manusia sangat sedikit—bahkan hampir tidak ada di area seperti korteks serebral.

Meski demikian, area hippocampus menunjukkan adanya pembentukan neuron baru, meskipun dengan laju yang sangat lambat (kurang dari 2 persen per tahun). Fakta ini membuka peluang baru untuk terapi gangguan otak seperti Alzheimer, dengan cara merangsang neurogenesis atau pembentukan neuron baru.

Akson Mengikuti Jalur Kimia

Pada tahun 1924, ahli biologi Paul Weiss melakukan eksperimen yang menunjukkan bahwa akson tidak tumbuh secara acak. Ia mencangkokkan kaki tambahan pada salamander dan menemukan bahwa otot-otot baru tetap dapat bergerak dengan benar, seolah-olah akson tahu ke mana harus pergi. Namun, Weiss beranggapan bahwa akson menempel secara acak dan otot yang menyesuaikan diri.

Kemudian, Roger W. Sperry membuktikan sebaliknya. Dalam eksperimen tahun 1943, Sperry memotong saraf optik kadal air dan memutar matanya 180 derajat. Saat akson tumbuh kembali, mereka tetap menyambung ke target lamanya, bukan ke lokasi yang sesuai dengan posisi baru mata. Hasilnya, kadal air melihat dunia secara terbalik. Eksperimen ini menunjukkan bahwa akson mencari target berdasarkan kode kimiawi, bukan posisi visual.

Bukti Spesifisitas Koneksi Akson

Sperry menyimpulkan bahwa setiap akson mengenali targetnya lewat “petunjuk kimia” unik. Sama seperti stasiun radio yang hanya menangkap frekuensi tertentu, akson juga mengenali sinyal kimia tertentu di sel targetnya.








Gambar 4.11 dan 4.12 mengilustrasikan bahwa akson retina yang rusak dapat tumbuh kembali ke posisi semula di otak, bukan berdasarkan orientasi mata saat ini, melainkan karena mengikuti petunjuk kimiawi yang telah ada sejak awal perkembangan sistem saraf. Fenomena ini menunjukkan bahwa akson tidak tumbuh secara acak, melainkan dipandu oleh sinyal kimia spesifik yang tertanam dalam jaringan saraf.

Proses ini melibatkan gradien kimia, yaitu perbedaan konsentrasi zat kimia di sepanjang jaringan otak. Akson yang sedang tumbuh dapat mendeteksi dan mengikuti gradien ini, mirip dengan mengikuti aroma yang semakin kuat menuju sumbernya. Dengan demikian, akson dapat mencapai target yang tepat meskipun posisi mata telah berubah.







Gambar 4.13 mengilustrasikan bahwa protein di retina dan tectum (bagian otak) membentuk pola konsentrasi tertentu. Akson dari retina dorsal (bagian atas) menempel pada area dengan konsentrasi protein tertinggi, sementara akson dari retina ventral (bagian bawah) menuju bagian dengan konsentrasi lebih rendah. Ini memungkinkan koneksi visual terbentuk dengan presisi tinggi meskipun sempat terputus.

Setelah akson mencapai targetnya melalui panduan gradien kimia, proses kompetisi sinaptik dimulai. Akson-akson awal membentuk sinapsis secara luas, namun seiring waktu, hanya koneksi yang paling aktif dan tepat yang dipertahankan, sementara yang lain dieliminasi oleh mekanisme otak. Proses ini dikenal sebagai pemangkasan sinaptik (synaptic pruning), yang penting dalam membentuk jaringan saraf yang efisien.

Profesor Carla J. Shatz meneliti bahwa aktivitas spontan neuron, bahkan sebelum kelahiran, memainkan peran penting dalam pembentukan koneksi saraf. Gelombang aktivitas spontan di retina embrio menyebabkan akson dari area retina yang berdekatan mengirimkan sinyal bersamaan ke thalamus, yang kemudian memperkuat koneksi dengan akson yang aktif bersamaan dan melemahkan yang tidak sinkron. Fenomena ini mendukung prinsip "sel yang aktif bersama, terhubung bersama" (cells that fire together, wire together) 

Sementara itu, Rita Levi-Montalcini menemukan Nerve Growth Factor (NGF), protein penting yang membantu pertumbuhan dan kelangsungan hidup neuron. Penemuan NGF membuka jalan bagi pemahaman tentang bagaimana neuron berkembang dan bertahan, serta memiliki implikasi terapeutik untuk penyakit neurodegeneratif .

Secara keseluruhan, perkembangan otak melibatkan interaksi kompleks antara panduan kimia, aktivitas neuron, dan faktor pertumbuhan, yang bersama-sama membentuk jaringan saraf yang efisien dan adaptif.


Perkembangan Neuron Motorik di Awal Kehamilan

Pada tahap awal kehamilan, khususnya sekitar minggu ke-11, jumlah neuron motorik—yaitu saraf yang berperan dalam mengendalikan gerakan—sangat melimpah. Namun, seiring berjalannya waktu, banyak dari neuron ini akan menghilang secara alami jika tidak berhasil membentuk koneksi atau sinapsis. Proses ini merupakan bagian normal dari perkembangan sistem saraf.

Fungsi Neurotrofin dalam Kelangsungan Neuron

Zat kimia seperti Nerve Growth Factor (NGF) dan Brain-Derived Neurotrophic Factor (BDNF) memiliki peran penting dalam menjaga neuron tetap hidup, membantu pertumbuhannya, serta mendorong terbentuknya jaringan koneksi antar sel saraf. Tanpa dukungan neurotrofin ini, sebagian besar neuron akan mengalami kematian.

Kerentanan Otak Selama Masa Perkembangan

Otak yang sedang tumbuh sangat rentan terhadap berbagai gangguan, seperti kekurangan nutrisi, infeksi, atau paparan zat berbahaya seperti alkohol dan obat-obatan. Bahkan gangguan kecil selama fase ini bisa menimbulkan dampak jangka panjang yang signifikan, termasuk kerusakan permanen.

Dampak Alkohol terhadap Korteks Otak

Korteks serebral, lapisan luar otak yang bertanggung jawab atas fungsi-fungsi tinggi seperti berpikir, mengingat, dan memproses indra, sangat sensitif terhadap pengaruh zat seperti alkohol. Jika seorang ibu mengonsumsi alkohol selama kehamilan, janinnya berisiko mengalami fetal alcohol syndrome (FAS), yang ditandai dengan kerusakan otak, gangguan belajar, serta kelainan bentuk tubuh.

Gambar otak anak dengan FAS menunjukkan bahwa korteksnya cenderung lebih tipis dibandingkan anak-anak yang berkembang normal. Ini mencerminkan kerusakan struktural akibat alkohol.

Cara Alkohol Merusak Otak

Alkohol menghambat proses pembentukan dan perpindahan neuron (migrasi), serta memicu kematian sel atau apoptosis. Hal ini menyebabkan otak janin tidak dapat berkembang secara optimal.


Diferensiasi Korteks dan Dampaknya

Diferensiasi korteks adalah proses di mana neuron yang masih muda menentukan peran dan jenisnya dalam jaringan otak. Neuron-neuron ini dapat berubah menjadi berbagai tipe tergantung kebutuhan jaringan. Namun, jika proses ini terganggu oleh zat berbahaya seperti alkohol atau obat-obatan, perkembangan fungsi otak bisa mengalami gangguan, yang berakibat pada penurunan kemampuan kognitif atau sensorik di masa depan.









Penelitian tentang perkembangan otak dan neuroplastisitas menunjukkan bahwa otak manusia memiliki kemampuan luar biasa untuk beradaptasi terhadap perubahan, baik selama masa perkembangan maupun sepanjang hidup. Berikut adalah beberapa temuan penting yang mendukung konsep ini:

Eksperimen pada Musang: Otak yang Fleksibel

Dalam eksperimen yang dilakukan oleh Sur dan rekan-rekannya, jalur saraf pada musang diubah sehingga retina terhubung ke korteks pendengaran, bukan ke korteks visual. Hasilnya menunjukkan bahwa korteks pendengaran dapat memproses informasi visual, memungkinkan musang untuk merespons rangsangan visual meskipun jalur sarafnya telah diubah. Ini menyoroti fleksibilitas otak dalam mengadaptasi fungsi berdasarkan input sensorik yang diterima .

Pertumbuhan Dendritik: Pengaruh Pengalaman

Pertumbuhan dan perubahan struktur dendrit pada neuron merupakan bagian dari neuroplastisitas yang memungkinkan otak untuk memperkuat koneksi sinaptik sebagai respons terhadap pengalaman dan pembelajaran. Studi menunjukkan bahwa pengalaman hidup dan stimulasi lingkungan dapat meningkatkan kompleksitas dan jumlah cabang dendrit, yang pada gilirannya meningkatkan kemampuan belajar dan memori .

 Adaptasi Otak pada Individu Tunanetra

Pada individu yang buta sejak lahir, korteks visual yang biasanya memproses informasi penglihatan dapat beradaptasi untuk memproses informasi dari indra lain, seperti sentuhan dan pendengaran. Misalnya, saat membaca Braille, area korteks visual dapat diaktifkan untuk memproses rangsangan taktil. Hal ini menunjukkan bahwa otak dapat mengalokasikan ulang fungsi area tertentu berdasarkan kebutuhan sensorik .

Latihan Musik dan Perubahan Otak

Latihan musik sejak dini dapat menyebabkan perubahan struktural pada otak. Studi menggunakan MRI menunjukkan bahwa musisi profesional memiliki volume materi abu-abu yang lebih besar di area otak yang terkait dengan gerakan tangan dan penglihatan dibandingkan dengan non-musisi. Ini menekankan pentingnya latihan dan pengalaman dalam membentuk struktur dan fungsi otak.

 Kesimpulan: Pentingnya Pengalaman dalam Perkembangan Otak

Temuan-temuan di atas menegaskan bahwa otak manusia sangat plastis dan mampu beradaptasi dengan pengalaman dan lingkungan. Stimulasi yang tepat selama masa perkembangan, serta latihan dan pembelajaran sepanjang hidup, dapat memperkuat koneksi saraf dan meningkatkan fungsi kognitif. Sebaliknya, kurangnya stimulasi atau adanya gangguan selama masa kritis perkembangan dapat berdampak negatif pada struktur dan fungsi otak.


Otak manusia. Representasi kortikal ...

Otak manusia memiliki kemampuan luar biasa yang disebut neuroplastisitas, yaitu kemampuan untuk berubah dan beradaptasi sesuai dengan pengalaman dan rangsangan lingkungan. Salah satu contoh nyata dari neuroplastisitas adalah perubahan pada korteks somatosensorik, area otak yang memproses informasi dari indera peraba tubuh.

Korteks Somatosensorik dan Neuroplastisitas

Setiap bagian tubuh memiliki representasi spesifik di korteks somatosensorik, yang dikenal sebagai homunculus somatosensorik. Namun, penggunaan berlebihan atau latihan intensif pada bagian tubuh tertentu dapat menyebabkan perubahan pada representasi ini. Misalnya, pada individu yang melakukan aktivitas berulang seperti memainkan alat musik atau mengetik, area otak yang mengontrol jari-jari mereka akan mengalami ekspansi, meningkatkan sensitivitas dan keterampilan motorik halus.

 Dampak Negatif Penggunaan Berlebihan

Namun, penggunaan berlebihan juga dapat memiliki dampak negatif. Pada kondisi seperti focal dystonia, yang sering dialami oleh musisi, representasi kortikal jari-jari menjadi tumpang tindih dan kehilangan batas yang jelas. Hal ini menyebabkan gangguan koordinasi dan kontrol motorik, dengan gejala seperti kontraksi otot yang tidak terkendali dan gerakan yang tidak tepat waktu. 

Studi pada Hewan

Penelitian pada hewan juga menunjukkan bahwa stimulasi berulang dapat menyebabkan perubahan struktur otak. Misalnya, eksperimen pada monyet menunjukkan bahwa setelah pemotongan saraf median, area otak yang sebelumnya menerima input dari jari tengah yang terputus akan diambil alih oleh area yang menerima input dari jari lain, menunjukkan kemampuan otak untuk meremapping atau mengatur ulang peta kortikalnya. 

Neuroplastisitas memungkinkan otak untuk beradaptasi dan belajar dari pengalaman. Namun, penting untuk diingat bahwa perubahan ini tidak selalu positif. Penggunaan berlebihan atau latihan intensif tanpa istirahat yang cukup dapat menyebabkan gangguan pada struktur dan fungsi otak. Oleh karena itu, penting untuk menjaga keseimbangan antara latihan dan pemulihan agar otak dapat berfungsi secara optimal.

Neuroplastisitas otak adalah kemampuan luar biasa otak untuk beradaptasi dan berubah sesuai dengan pengalaman dan lingkungan. Namun, perubahan ini tidak selalu mengarah pada hasil yang positif. Berikut adalah beberapa contoh bagaimana neuroplastisitas dapat berperan dalam kondisi medis tertentu:

Distonia Tangan Fokal pada Musisi

Distonia tangan fokal adalah gangguan motorik yang sering dialami oleh musisi akibat latihan intensif dan berulang. Pada kondisi ini, area korteks somatosensorik yang mengontrol jari-jari tangan dapat mengalami reorganisasi atau tumpang tindih, sehingga mengganggu kontrol gerakan yang presisi. Sebagai contoh, seorang musisi yang berlatih gitar secara intensif dapat mengalami perubahan pada representasi kortikal jari-jari mereka, yang mengarah pada gerakan yang tidak terkendali atau kram.

Untuk mengatasi hal ini, terapi seperti Sensory-Motor Retuning (SMR) telah dikembangkan. Terapi ini melibatkan latihan yang dirancang untuk mengembalikan representasi kortikal ke pola yang lebih normal, sehingga meningkatkan kontrol motorik dan mengurangi gejala distonia. Studi menunjukkan bahwa SMR dapat efektif dalam mengurangi gejala pada musisi dengan distonia tangan fokal. 

Rehabilitasi Pasca-Stroke dan Neuroplastisitas

Setelah stroke, otak dapat mengalami kerusakan yang mempengaruhi fungsi motorik dan sensorik. Namun, otak memiliki kemampuan untuk melakukan reorganisasi melalui neuroplastisitas. Proses ini melibatkan pertumbuhan akson baru dan perubahan struktur dendritik untuk membentuk jalur komunikasi alternatif. Sebagai contoh, area otak yang tidak rusak dapat mengambil alih fungsi dari area yang terdampak stroke, membantu pemulihan fungsi tubuh. (PMC)

Terapi yang intensif, seperti terapi fisik dan kognitif, dapat merangsang neuroplastisitas dan mempercepat pemulihan. Selain itu, teknologi seperti stimulasi otak non-invasif (misalnya, tDCS) juga sedang dieksplorasi untuk meningkatkan proses pemulihan pasca-stroke. (arxiv.org)

 Sensasi Anggota Tubuh Hantu (Phantom Limb)

Setelah amputasi, beberapa individu mengalami sensasi dari anggota tubuh yang telah hilang, dikenal sebagai "angota tubuh hantu". Fenomena ini terjadi karena reorganisasi kortikal, di mana area otak yang sebelumnya mengontrol anggota tubuh yang hilang kini merespons rangsangan dari bagian tubuh lain. Misalnya, stimulasi pada wajah dapat dirasakan di tangan yang telah diamputasi. Hal ini menunjukkan bagaimana otak dapat menyesuaikan diri dengan perubahan fisik tubuh melalui neuroplastisitas.

Neuroplastisitas adalah mekanisme penting yang memungkinkan otak untuk beradaptasi dan memulihkan diri dari berbagai kondisi. Namun, perubahan yang terjadi tidak selalu mengarah pada hasil yang diinginkan. Oleh karena itu, pendekatan terapeutik yang tepat dan terarah diperlukan untuk memanfaatkan potensi neuroplastisitas secara optimal.


BAB 5: VISI (PENGKODEAN VISUAL DAN PEMROSESANNYA OLEH OTAK)

5.1. Pengkodean Visual

1. Prinsip Umum Persepsi

Persepsi adalah cara kita mengatur dan memahami informasi dari indra. Contohnya, saat kita melihat objek, cahaya dari objek tersebut masuk ke mata dan diterjemahkan oleh otak. Meskipun Descartes dulu berpikir otak menggambarkan kembali objek secara utuh, sebenarnya otak kita bekerja dengan cara yang lebih abstrak, seperti kode digital 0 dan 1 yang mewakili gambar di komputer.

2. Mata dan Otak

Mata menangkap cahaya yang masuk melalui pupil, kemudian lensa memfokuskan cahaya ke retina. Retina terdiri dari sel batang dan kerucut yang mengubah cahaya menjadi sinyal listrik, lalu dikirim ke otak lewat saraf optik untuk diterjeman menjadi penglihatan.Mata dan otak memiliki hubungan yang sangat erat dalam proses penglihatan. Mata bertindak sebagai organ sensorik yang mendeteksi cahaya, ketika cahaya masuk melalui lubang di bagian tengah iris yang di sebut pupil lalu Cahaya di fokuskan oleh lensa dan mengenai retina yang berada di permukaan belakang mata, retina terdiri dari reseptor visual (batang dan kerucut atau rode and cone) yang mengubah Cahaya menjadi sinyal listrik kemudian berjalan melalui saraf optic ke otak untuk diinterpretasikan menjadi gambar visual.

    Anatomi mata manusia di pandangan depan. - Bebas Royalti Anatomi vektor stok



3. Jalur Retinaahk

Cahaya diterima oleh sel batang dan kerucut, lalu diteruskan ke sel bipolar dan ganglion. Akson dari sel ganglion membentuk saraf optik yang menuju otak. Sel amakrin membantu menyempurnakan informasi visual, seperti bentuk, warna, dan gerakan.

4. Reseptor Visual

Sel batang (rods): Sensitif terhadap cahaya redup, membantu penglihatan malam, tapi tidak melihat warna.

Sel kerucut (cones): Aktif di cahaya terang, menangkap warna dan detail tajam, terdapat di fovea.

5. Fovea dan Perifer Retina

Fovea: Titik tengah retina untuk penglihatan tajam, hanya punya sel kerucut.

Perifer retina: Di bagian tepi retina, banyak sel batang, membantu penglihatan malam dan penglihatan periferal.

6. Penglihatan Warna

Teori Trikromatik: Ada tiga jenis sel kerucut yang menangkap cahaya merah, hijau, dan biru. Warna yang kita lihat adalah hasil kombinasi ketiga warna dasar ini.

Teori Proses Lawan: Warna diproses berpasangan (merah-hijau, biru-kuning, hitam-putih). Misalnya, melihat merah akan menekan hijau.

Teori Retinex: Otak membandingkan cahaya dari berbagai area retina untuk menjaga persepsi warna tetap konsisten meskipun kondisi pencahayaan berubah.

5.2. Bagaimana Otak Memproses Informasi Visual

Sistem Visual Mamalia

Cahaya yang masuk diproses pertama kali di retina, kemudian diteruskan melalui saraf optik, menyilang di chiasma optik, lalu menuju thalamus (LGN) dan akhirnya ke korteks visual di otak bagian belakang.

Proses di Retina

Retina memperkuat perbedaan terang-gelap melalui inhibisi lateral. Ini membantu mata melihat batas objek dengan lebih jelas.

Lapangan Reseptif

Setiap sel saraf penglihatan merespons bagian tertentu dari bidang pandang (lapangan reseptif). Semakin ke atas jalur visual, semakin kompleks respons sel tersebut.

Korteks Visual Primer (V1)

Area otak pertama yang memproses detail visual seperti garis, bentuk, dan gerakan. Area ini aktif bukan hanya saat melihat, tapi juga saat membayangkan gambar.

Perkembangan Visual

Penglihatan mulai berkembang sejak bayi dalam kandungan. Setelah lahir, pengalaman visual sangat penting untuk membentuk koneksi otak yang kuat.

Gangguan Penglihatan Awal

Jika satu mata tidak digunakan (misalnya karena katarak), otak akan kesulitan memproses penglihatan binokular.

Anak dengan strabismus (mata juling) sering kali mengabaikan satu mata. Terapi seperti video game bisa membantu.

Bayi yang hanya melihat pola terbatas bisa mengalami bias visual (hanya respons terhadap garis tertentu).

5.3. Pemrosesan Paralel di Korteks Visual

Otak Memproses Secara Terpisah

Otak memisahkan informasi visual ke bagian-bagian berbeda: bentuk, warna, gerakan, dan lokasi diproses di area otak yang berbeda sesuai kebutuhan.

Jalur Ventral dan Dorsal

Jalur ventral (apa): Melewati korteks temporal, berfungsi mengenali objek dan wajah.

Jalur dorsal (bagaimana): Melewati korteks parietal, membantu mengarahkan gerakan terhadap objek.

Analisis Bentuk

Korteks temporal inferior (IT): Bertugas mengenali bentuk, pola, wajah, dan pemandangan.

Pengenalan wajah: Bayi sejak lahir cenderung memperhatikan wajah. Kemampuan mengenali wajah berhubungan dengan kekuatan koneksi di area wajah di otak. Gangguan koneksi ini bisa menyebabkan prosopagnosia (kesulitan mengenali wajah)


BAB 6  OTHER SENSORY SYSTEM

Sistem Sensorik 

1. Pendengaran (Audition)

Pendengaran adalah indra yang membantu manusia memahami dunia lewat suara. Suara itu gelombang getaran yang merambat lewat udara atau media lain.

Karakteristik Gelombang Suara:

•Amplitudo: Menggambarkan keras atau lembutnya suara.

•Frekuensi: Banyaknya getaran per detik (Hz), menentukan tinggi rendah suara (pitch).

•Timbre: Warna suara yang membuat kita bisa membedakan sumber suara meski volumenya sama.


Struktur Telinga:

•Telinga Luar: Menangkap suara dan membantu mengetahui arah suara.

•Telinga Tengah: Tiga tulang kecil (hammer, anvil, stirrup) memperkuat getaran suara.

•Telinga Dalam: Koklea berisi cairan dan sel rambut yang mengubah getaran menjadi sinyal listrik ke otak.


Persepsi Nada:

Persepsi Nada (Pitch Perception)

Terdapat beberapa teori tentang bagaimana manusia membedakan nada atau frekuensi suara:

  • Teori Tempat (Place Theory): Setiap frekuensi mengaktifkan sel rambut di lokasi tertentu pada membran basilar (Basilar membrane).

  • Teori Frekuensi (Frequency Theory): Membran basilar (Basilar membrane) bergetar mengikuti frekuensi suara dan menghasilkan impuls saraf yang seirama.

  • Prinsip Gabungan: Teori ini adalah gabungan kedua teori sebelumnya. Untuk suara rendah (hingga 1000 Hz) membran basilar bergetar seirama, dan impuls saraf auditori pun mengikuti frekuensinya. Untuk suara lebih tinggi, tidak semua impuls terjadi di setiap gelombang, tetapi mereka tetap sinkron dengan gelombangnya. Semakin kuat gelombang suara, semakin banyak neuron aktif ini kita rasakan sebagai kenyaringan (loudness). Untuk nada di atas 100 Hz, semakin sulit untuk satu neuron menembakkan sinyal untuk setiap gelombang. Tapi jika neuron-neuron menembakkan sinyal secara bergantian, mereka bisa tetap mengikuti gelombang suara disebut “volley principle”.

 

Gambar 6.3: Frekuensi tinggi membangkitkan sel rambut di bagian dasar koklea (base), sementara frekuensi rendah di bagian ujung (apex). Sebagian besar pendengaran manusia efektif hingga 4000 Hz.


•Ada beberapa teori bagaimana otak membedakan nada suara, yaitu teori tempat, teori frekuensi, dan prinsip gabungan.

•Kondisi Amusia menyebabkan kesulitan membedakan nada, sementara Pitch Absolut adalah kemampuan mengenali nada tanpa referensi.


Korteks Auditori:

Otak memproses suara di korteks auditori primer (A1).

Ada jalur “what” untuk mengenali suara dan “where” untuk menentukan lokasi suara.

Gangguan Pendengaran:

Ketulian Konduktif: Gangguan di telinga tengah.

Ketulian Saraf: Gangguan di koklea atau saraf auditori.

Tinnitus:

Persepsi suara berdenging tanpa suara asli, bisa disebabkan oleh reorganisasi otak setelah kerusakan koklea.

Lokalisasi Suara:

Otak menggunakan perbedaan waktu, intensitas, dan fase gelombang suara untuk menentukan arah suara.



2. Indra Mekanik

Indra mekanik merespons tekanan, lengkungan, atau perubahan bentuk, misalnya sentuhan, nyeri, posisi tubuh, dan keseimbangan.

Sensasi Vestibular:

Organ vestibular mengontrol keseimbangan dan posisi kepala.

Terdiri dari sakulus, utrikulus, dan tiga kanalis semisirkularis.

Gangguan vestibular bisa menyebabkan pusing dan kesulitan bergerak.


Sistem Somatosensori:

Merupakan gabungan dari banyak jenis sensasi seperti sentuhan, tekanan, suhu, nyeri, gatal, dan posisi sendi (propriosepsi).

Reseptor somatosensori beragam, contohnya:

Korpuskel Pacinian: Mendeteksi getaran cepat.

Cakram Merkel: Mendeteksi sentuhan halus dan tekstur.


Perbedaan Sensitivitas Sentuhan antara Pria dan Wanita:

Wanita umumnya lebih sensitif karena jari mereka lebih kecil dan kepadatan reseptor lebih tinggi.


Reseptor Suhu:

Capsaicin (dari cabai) merangsang reseptor panas.

Menthol (dari mint) merangsang reseptor dingin.


Menggelitik

Menggelitik menyebabkan geli dan tawa, tapi kita tidak bisa menggelitik diri sendiri karena otak sudah memprediksi rangsangannya.


Sistem Saraf Pusat dan Somatosensasi:

Informasi sentuhan diterima lewat saraf kranial (kepala) dan saraf tulang belakang (badan).

Ada peta tubuh di otak (korteks somatosensori primer) yang memproses sensasi dari bagian tubuh yang berbeda.


link youtube https://youtu.be/7SDeIDWg-l8?si=jO-YSav1To7QzlAL


Bab 7

Kontrol Pergerakan

Otot dan Gerakannya

Tujuan utama otak adalah mengendalikan perilaku, yang pada dasarnya merupakan gerakan. Semua gerakan hewan bergantung pada kontraksi otot. Otot pada vertebrata terbagi menjadi tiga jenis: 

(a) otot polos (mengontrol organ dalam); terdapat di usus dan organ lain, terdiri dari sel-sel panjang dan tipis, (b) otot rangka atau lurik (menggerakkan tubuh); terdiri dari serat silindris panjang dengan garis-garis (striase), dan (c) otot jantung (menggerakkan jantung); ditemukan di jantung, memiliki serat yang menyatu di beberapa titik sehingga berkontraksi secara serempak, bukan secara independen..

Setiap otot terdiri dari banyak serat otot.

Satu serat otot menerima sinyal dari satu akson, tetapi satu akson bisa menginervasi—memberi suplai saraf ke suatu organ atau jaringan, terutama oleh serabut saraf — beberapa serat otot. Rasio akson terhadap serat otot memengaruhi ketepatan gerakan; otot mata lebih presisi dibandingkan otot bisep.

Sambungan antara akson neuron motorik dan serat otot disebut neuromuscular junction. Pada otot rangka, akson melepaskan neurotransmiter asetilkolin yang selalu menstimulasi kontraksi otot. Kekurangan asetilkolin atau reseptornya akan mengganggu pergerakan. Otot hanya dapat melakukan satu tindakan, yaitu kontraksi; relaksasi terjadi saat tidak ada sinyal. Untuk gerakan berlawanan, diperlukan dua kelompok otot yang saling bertolak belakang, disebut otot antagonis, seperti pada otot fleksor dan ekstensor di siku.

Otot Cepat dan Lambat

Otot manusia dan mamalia memiliki berbagai jenis serat otot yang tercampur, tidak terpisah seperti pada ikan yang serat ototnya dipisah berdasarkan jenisnya. Serat otot terdiri dari serat fast-twitch (kontraksi cepat, mudah lelah) dan slow-twitch (kontraksi lambat, tahan lama). Aktivitas ringan menggunakan serat slow-twitch dan intermediate, sementara aktivitas berat seperti berlari cepat menggunakan serat fast-twitch yang cepat lelah.

Serat otot slow-twitch tidak mudah lelah karena bekerja secara aerobik, menggunakan oksigen selama aktivitas. Sebaliknya, serat fast-twitch bekerja secara anaerobik (tanpa oksigen langsung) dan cepat lelah karena menimbulkan utang oksigen yang harus dipulihkan setelahnya. Saat bersepeda, tubuh awalnya menggunakan serat slow-twitch dan glukosa sebagai energi. Ketika glukosa menipis, gen tertentu akan menghambat penggunaan glukosa untuk mengutamakan otak, sehingga tubuh mulai memakai serat fast-twitch yang menggunakan asam lemak secara anaerobik. Akibatnya, otot akan mulai merasa lelah seiring waktu.

Persentase serat otot fast-twitch dan slow-twitch pada setiap orang berbeda, dipengaruhi oleh faktor genetik dan latihan. Pelari ultramaraton Bertil Järlaker memiliki banyak serat slow-twitch sehingga mampu berlari 3520 km dalam 50 hari tanpa kelelahan berarti. Perlombaan ekstrem seperti Primal Quest menuntut ketahanan tinggi, memerlukan adaptasi khusus pada otot dan metabolisme. Sebaliknya, pelari cepat (sprinter) memiliki lebih banyak serat fast-twitch dan adaptasi lain yang mendukung kecepatan, bukan daya tahan.

Kontrol Otot oleh proprioseptor

Proprioseptor membantu mengatur pergerakan tubuh.

Proprioseptor adalah reseptor sensorik yang mendeteksi posisi atau gerakan bagian tubuh, seperti otot. Reseptor ini memantau peregangan dan ketegangan otot, lalu mengirimkan sinyal ke sumsum tulang belakang untuk menyesuaikan perintah gerakan. Saat otot meregang, sumsum tulang belakang secara refleks mengirim sinyal untuk mengontraksikan otot tersebut. Ini dikenal sebagai refleks peregangan, yang merupakan respons terhadap peregangan, bukan penyebabnya.

Salah satu jenis proprioseptor adalah muscle spindle, yaitu reseptor yang sejajar dengan serat otot dan merespons peregangan. Ketika muscle spindle teregang, saraf sensoriknya mengirim sinyal ke neuron motorik di sumsum tulang belakang, yang kemudian memberi perintah kontraksi pada otot di sekitar spindle, sehingga otot kembali mengencang. Ini adalah contoh umpan balik negatif: saat otot teregang, tubuh otomatis merespons dengan kontraksi untuk menyeimbangkan peregangan tersebut.

Contohnya, jika kaki Anda menginjak permukaan jalan yang tidak rata, lutut akan sedikit menekuk dan menyebabkan otot ekstensor meregang. Spindle mendeteksi peregangan ini dan mengirim sinyal ke sumsum tulang belakang, yang kemudian mengaktifkan otot ekstensor untuk berkontraksi, sehingga kaki kembali lurus dan posisi tubuh disesuaikan.

Tes refleks juga digunakan oleh dokter, seperti ketika Anda diminta menyilangkan kaki lalu lutut Anda diketuk.

Ketukan ini menyebabkan otot ekstensor dan spindlenya meregang, lalu menghasilkan refleks yang membuat kaki menendang ke atas. Jika respons terlalu kuat atau tidak ada sama sekali, ini bisa menunjukkan adanya gangguan saraf.

Selain muscle spindle, proprioseptor lain adalah Golgi tendon organs, yang terletak di tendon di kedua ujung otot. Reseptor ini merespons peningkatan ketegangan otot dan bertindak sebagai pelindung agar otot tidak berkontraksi terlalu kuat hingga membahayakan diri sendiri. Saat otot mengalami ketegangan tinggi, Golgi tendon organ mengirim sinyal ke sumsum tulang belakang untuk mengaktifkan interneuron yang menghambat neuron motorik, sehingga mencegah kontraksi lanjutan.

Selain mengendalikan refleks, proprioseptor juga memberi informasi penting ke otak. Sebuah ilusi sensorik bisa membuktikan hal ini: jika seseorang dijatuhkan dua benda dengan berat sama (terlihat sama)—satu kecil dan padat (misalnya lemon) dan satu besar tapi ringan (seperti jeruk kosong yang telah direkatkan kembali kulitnya)—mereka cenderung merasa benda besar lebih berat. Ini karena otak mengantisipasi bobot yang lebih besar dari benda yang berukuran lebih besar, dan ketika bobot nyata tidak sesuai harapan, proprioseptor tidak terstimulasi seperti yang diperkirakan, sehingga benda tersebut terasa lebih ringan.

Satuan Gerakan

Gerakan mencakup berbagai aktivitas seperti berbicara, berjalan, memasukkan benang ke dalam jarum, hingga melempar bola basket sambil kehilangan keseimbangan dan menghindari dua lawan. Setiap jenis gerakan menunjukkan bentuk pengendalian yang berbeda oleh sistem saraf.

Gerakan Sukarela dan Tidak Sukarela

Refleks adalah respons otomatis yang terjadi tanpa disadari terhadap rangsangan, seperti refleks regang dan penyempitan pupil terhadap cahaya terang. Respons ini tidak dipengaruhi oleh motivasi ataupun hukuman.

Namun, tidak semua perilaku sepenuhnya refleks atau sepenuhnya sadar. Misalnya, berjalan terlihat seperti tindakan sadar, akan tetapi melibatkan elemen otomatis, seperti menyesuaikan langkah dengan permukaan jalan dan ayunan lengan yang terjadi tanpa disadari.

Koordinasi tubuh juga menunjukkan keterbatasan kontrol sadar. Cobalah menggerakkan kaki kanan searah jarum jam sambil menggambar angka 6 dengan tangan kanan; kemungkinan besar arah gerakan kaki akan berubah. Ini menunjukkan bahwa melakukan gerakan berbeda secara bersamaan di sisi tubuh yang sama itu sulit, namun lebih mudah dilakukan jika menggunakan sisi tubuh yang berbeda.

Gerakan yang bervariasi dalam kepekaan terhadap Umpan Balik

Militer membedakan antara misil balistik dan misil berpemandu. Misil balistik, seperti bola yang dilempar, tidak bisa diarahkan ulang setelah diluncurkan. Sebaliknya, misil berpemandu dapat menyesuaikan arah berdasarkan target yang terdeteksi.

Gerakan tubuh juga bisa dibedakan seperti itu. Gerakan balistik, seperti refleks, langsung dieksekusi tanpa bisa diubah setelah dimulai. Namun, sebagian besar perilaku manusia dikoreksi berdasarkan umpan balik. Misalnya, saat memasukkan benang ke jarum, kita bergerak sedikit, menyesuaikan arah, lalu memperbaiki posisi. Seorang penyanyi juga menyesuaikan nada jika terdengar meleset.



Urutan Perilaku

Banyak perilaku kita terdiri dari rangkaian cepat, seperti berbicara, menulis, menari, atau bermain musik. Beberapa dari gerakan ini berasal dari central pattern generators—mekanisme saraf di sumsum tulang belakang yang menghasilkan pola gerakan ritmis secara otomatis. Misalnya, gerakan sayap burung atau goyangan tubuh anjing basah. Gerakan ini terjadi dengan ritme tetap, seperti kucing yang menggaruk sekitar tiga hingga empat kali per detik, bahkan tanpa pengaruh otak atau otot.

Rangkaian gerakan tetap disebut motor program, seperti pola kucing membersihkan diri atau ayam mengepakkan sayap saat dijatuhkan, meskipun sayapnya tidak berbulu. Motor program bersifat otomatis dan diwariskan secara genetik, namun bisa hilang dalam evolusi. Burung seperti burung unta atau emu, yang sudah lama tidak terbang, tidak lagi memiliki refleks mengepak saat dijatuhkan karena kehilangan gen tersebut.

Manusia juga memiliki motor program bawaan, seperti menguap—yang selalu terdiri dari tarikan napas panjang sambil membuka mulut dan diikuti embusan pendek. Ekspresi wajah seperti senyum dan cemberut juga termasuk. Meskipun pelukan bukan motor program bawaan, durasinya rata-rata 3 detik secara global, menunjukkan bahwa bahkan perilaku sukarela manusia pun sering mengikuti pola yang tetap dan dapat diprediksi.

Mekanisme Pergerakan Otak

Korteks Serebral

Sejak penemuan oleh Fritsch dan Hitzig, ilmuwan saraf mengetahui bahwa stimulasi listrik pada primary motor cortex (bagian depan sulkus sentral di korteks frontal) dapat memicu gerakan.

Namun, motor cortex tidak langsung menggerakkan otot. Akson dari wilayah ini menuju batang otak dan sumsum tulang belakang, yang kemudian mengatur otot melalui neuron motorik. Pada manusia dan primata, beberapa akson langsung terhubung ke neuron motorik, memungkinkan kontrol gerakan yang lebih halus.

Korteks serebral sangat berperan dalam gerakan kompleks seperti berbicara dan menulis, tetapi kurang penting untuk gerakan refleks seperti batuk, bersin, atau tertawa. Hal ini mungkin menjelaskan mengapa sulit mengendalikan gerakan-gerakan tersebut secara sadar.

Susunan motor dan somatosensori cortex di otak saling berdekatan dan mencerminkan bagian tubuh yang sama—misalnya, area yang merasakan tangan kiri dekat dengan area yang menggerakkannya. Hal ini menunjukkan bahwa kita perlu merasakan suatu bagian tubuh agar bisa mengontrolnya dengan tepat.

Namun, setiap titik di motor cortex tidak hanya mengontrol satu otot. Wilayah yang menggerakkan satu jari bisa tumpang tindih dengan jari lainnya, dan satu neuron dapat memengaruhi gerakan tangan, pergelangan, serta lengan sekaligus.

Penelitian lama yang menstimulasi motor cortex dengan pulsa singkat hanya menghasilkan kedutan otot. Tetapi ketika durasi stimulasi diperpanjang, hasilnya adalah pola gerakan kompleks. Misalnya, satu titik bisa membuat monyet mengambil sesuatu dan membawanya ke mulut, terlepas dari posisi awal tangannya. Artinya, motor cortex mengatur hasil akhir dari gerakan, bukan otot secara individu, dan menyerahkan detail gerakannya pada sumsum tulang belakang dan sistem lainnya.

Merencanakan sebuah Gerakan

Meskipun korteks motorik primer berperan dalam melakukan gerakan, perencanaan gerakan dimulai di area lain, terutama di korteks parietal posterior. Area ini memantau posisi tubuh relatif terhadap lingkungan dan penting untuk merencanakan gerakan. Kerusakan di area ini menyebabkan kesulitan menemukan objek dan menghindari rintangan. Stimulasi area ini dapat memunculkan perasaan ingin atau telah bergerak, meskipun tidak ada gerakan nyata.

Selama persiapan gerakan, korteks parietal posterior tetap aktif, terutama saat gerakan memang akan dilakukan. Selain itu, korteks prefrontal dan korteks motorik suplementer juga terlibat dalam merencanakan urutan gerakan cepat serta menghambat kebiasaan otomatis. Korteks premotor aktif tepat sebelum gerakan dan mengintegrasikan informasi tentang target dan posisi tubuh. Korteks prefrontal menyimpan informasi sensorik relevan dan memperkirakan hasil dari gerakan yang mungkin dilakukan. Kerusakan di area ini menyebabkan gerakan menjadi kacau dan tidak logis, mirip dengan mimpi, saat area ini tidak aktif.

Menghambat Gerakan

Ketika kita harus menahan dorongan kuat untuk bertindak, seperti berhenti saat lampu hijau karena ada ambulans, dua area otak mengirim sinyal yang saling bertentangan—dan hasilnya tergantung apakah sinyal "berhenti" datang tepat waktu untuk menghentikan aksi.

Contoh yang sering digunakan dalam penelitian adalah tugas antisakade, yaitu menahan keinginan untuk melihat ke arah gerakan dan justru melihat ke arah sebaliknya. Anak-anak di bawah usia 5–7 tahun sulit melakukan ini, dan kemampuan tersebut berkembang seiring usia karena melibatkan aktivitas di korteks prefrontal dan ganglia basal—area otak yang matang secara lambat. Orang dewasa dengan gangguan neurologis atau psikiatris di area ini, serta anak-anak dengan ADHD, juga kesulitan dalam tugas ini karena impulsivitas dan kurangnya kontrol diri.

Neuron cermin

Salah satu penemuan menarik di bidang neuroscience adalah neuron cermin, yaitu neuron yang aktif saat seseorang melakukan gerakan maupun saat melihat orang lain melakukan gerakan serupa. Neuron ini pertama kali ditemukan pada monyet, dan kemudian juga ditemukan pada manusia. Mereka diyakini berperan dalam pemahaman sosial, empati, dan imitasi. Misalnya, neuron cermin di korteks frontal aktif saat seseorang tersenyum atau melihat orang lain tersenyum.

Awalnya diduga bahwa orang dengan autisme mungkin kekurangan neuron cermin, namun penelitian menunjukkan bahwa respon neuron cermin mereka normal, sehingga penyebab autisme kemungkinan berasal dari faktor lain.

Neuron cermin bisa diaktifkan tidak hanya lewat penglihatan, tapi juga suara atau membaca tentang suatu tindakan. Namun, masih diperdebatkan apakah neuron cermin menyebabkan perilaku sosial dan imitasi, atau justru terbentuk karena pengalaman belajar. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa banyak neuron cermin hanya aktif setelah seseorang belajar atau berlatih melakukan gerakan tertentu. Bahkan, dengan pelatihan, neuron cermin bisa diubah menjadi “counter-mirror neurons” yang merespons secara berlawanan. Ini menunjukkan bahwa sifat neuron cermin bisa berkembang lewat pengalaman, dan bukan sepenuhnya bawaan sejak lahir.

Koneksi dari Otak ke Sumsum Tulang Belakang

Agar bisa menggerakkan otot, pesan dari otak harus melewati medula dan sumsum tulang belakang. Jalur utama dari korteks serebral ke sumsum tulang belakang disebut jalur kortikospinal, yang terdiri dari dua jenis: jalur lateral dan jalur medial. Keduanya berkontribusi pada hampir semua gerakan, tapi fungsinya berbeda.

Jalur kortikospinal lateral berasal dari korteks motorik dan mengontrol otot-otot bagian tubuh luar seperti tangan dan kaki. Jalur ini menyilang ke sisi tubuh yang berlawanan di medula, sehingga otak kiri mengontrol sisi kanan tubuh, dan sebaliknya.

Jalur kortikospinal medial membawa sinyal dari berbagai bagian otak dan memengaruhi kedua sisi tubuh. Jalur ini mengontrol otot-otot di leher, bahu, dan batang tubuh, serta mendukung gerakan bilateral seperti berdiri, duduk, atau membalikkan badan.

Gerakan tubuh seperti menggerakkan jari bisa dilakukan satu sisi, sedangkan gerakan seperti berdiri melibatkan kedua sisi tubuh. Jika terjadi kerusakan otak, misalnya karena stroke di hemisfer kiri, maka gerakan sisi kanan tubuh bisa terganggu. Namun, sebagian kontrol bisa pulih melalui jalur yang tersisa, atau digantikan oleh gerakan dari batang tubuh melalui jalur medial.

Otak Kecil

Cerebellum (artinya "otak kecil") berperan jauh lebih besar dari sekadar mengatur keseimbangan dan koordinasi. Struktur ini memiliki lebih banyak neuron daripada seluruh bagian otak lainnya dan menangani sangat banyak informasi.

Kerusakan pada cerebellum menyebabkan kesulitan dalam melakukan gerakan cepat yang membutuhkan ketepatan, timing, dan pergantian gerakan, seperti mengetik, berbicara, atau olahraga yang membutuhkan koordinasi. Namun, gerakan yang bersifat kontinu seperti menggambar lingkaran tetap bisa dilakukan.

Salah satu cara menguji fungsi cerebellum adalah melalui gerakan mata cepat (saccade) atau tes jari ke hidung. Pada tes jari ke hidung, kerusakan di permukaan cerebellum menyebabkan kesalahan pada gerakan cepat awal, sedangkan kerusakan pada bagian dalam cerebellum membuat jari tidak bisa tetap stabil.

Gejala kerusakan cerebellum mirip dengan efek mabuk alkohol, seperti bicara cadel, gerakan tidak akurat, dan tubuh yang canggung—karena cerebellum adalah salah satu bagian otak pertama yang dipengaruhi oleh alkohol.

Fungsi Selain Pergerakan

Cerebellum tidak hanya berfungsi untuk gerakan motorik, tetapi juga terlibat dalam pemrosesan sensorik dan kognitif. Misalnya, aktivitas cerebellum meningkat saat seseorang membedakan objek dengan sentuhan, bahkan tanpa gerakan. Cerebellum juga bereaksi terhadap kejutan sensorik, seperti ketika ekspektasi sensorik tidak terpenuhi.

Menurut Masao Ito, cerebellum penting untuk membentuk program motorik baru yang memungkinkan serangkaian gerakan dilakukan secara otomatis. Penelitian menunjukkan bahwa kerusakan cerebellum mengganggu pembelajaran motorik dan kemampuan mengatur waktu secara presisi, seperti dalam mengetuk irama atau membedakan gerakan visual cepat. Namun, fungsi seperti mengontrol kekuatan gerakan atau membedakan volume suara tetap normal.

Selain itu, cerebellum juga berperan dalam perhatian. Orang dengan kerusakan cerebellum memerlukan waktu lebih lama untuk mengalihkan perhatian, menunjukkan bahwa cerebellum membantu dalam pengaturan waktu dan pergeseran fokus perhatian secara efisien.

Organisasi seluler

Cerebellum menerima informasi dari sumsum tulang belakang, sistem sensorik, dan korteks serebral, yang kemudian diproses di permukaan cerebellum, yaitu korteks cerebellar. Neuron di korteks ini tersusun sangat teratur. Dua komponen utama adalah sel Purkinje—sel pipih yang tersusun sejajar—dan serabut paralel—akson yang tegak lurus terhadap sel Purkinje.

Serabut paralel mengaktifkan sel Purkinje satu per satu, dan setiap sel Purkinje mengirim sinyal penghambat ke inti cerebellum dan inti vestibular di batang otak. Banyaknya sel Purkinje yang aktif menentukan durasi sinyal yang dikirim: semakin banyak yang aktif, semakin lama sinyal berlangsung. Output ini penting untuk mengatur waktu gerakan, baik saat memulai maupun menghentikannya.

Ganglia Basalis

Basal ganglia adalah kumpulan struktur besar di bawah korteks otak yang meliputi caudate nucleus, putamen, dan globus pallidus. Struktur-struktur ini terlibat dalam pengendalian gerakan, khususnya gerakan yang dimulai secara spontan. Jalur langsung (direct pathway) mendorong gerakan, sementara jalur tidak langsung (indirect pathway) menghambat gerakan yang tidak sesuai. Keduanya bekerja bersama untuk memilih dan menyaring gerakan yang tepat.

Basal ganglia sangat aktif saat seseorang melakukan tindakan yang dimulai sendiri (tanpa rangsangan luar), tetapi kurang aktif jika tindakan dipicu oleh stimulus. Contohnya, seseorang bereaksi lebih cepat terhadap stimulus mendadak (seperti rusa menyeberang jalan) dibandingkan saat harus memutuskan sendiri untuk berpindah jalur saat mengemudi.

Penelitian juga menunjukkan bahwa gerakan yang dipicu oleh stimulus cenderung lebih cepat daripada yang dimulai sendiri—seperti dalam eksperimen “adu cepat” menekan tombol yang meniru adegan duel dalam film koboi.

Peran utama basal ganglia bukan untuk memilih gerakan, tapi mengatur seberapa kuat gerakan dilakukan. Neuron di basal ganglia merespons sinyal yang berkaitan dengan nilai hadiah dari suatu tindakan, dan kerusakan pada bagian ini (misalnya pada penyakit Parkinson) menyebabkan gerakan spontan menjadi lambat dan lemah, meskipun respon terhadap rangsangan masih bisa kuat.

Area Otak dan Pembelajaran Motorik

Semua bagian otak yang terlibat dalam pengendalian gerakan juga penting untuk mempelajari keterampilan baru. Saat seseorang belajar keterampilan motorik, neuron di korteks motorik menyesuaikan responsnya. Di awal, gerakan masih lambat dan tidak konsisten, namun seiring latihan, gerakan menjadi lebih cepat dan pola aktivitas neuron makin stabil dan efisien.

Basal ganglia juga berperan penting dalam pembentukan kebiasaan motorik baru. Misalnya, saat belajar mengemudi, semua gerakan terasa rumit dan harus dipikirkan. Namun setelah terbiasa, semua gerakan terasa otomatis. Orang dengan kerusakan pada basal ganglia mengalami kesulitan dalam belajar keterampilan motorik baru dan mengubah gerakan menjadi kebiasaan otomatis.

Keputusan Sadar dan Pergerakan

Penelitian oleh Libet dan lainnya menunjukkan bahwa aktivitas otak yang memicu gerakan terjadi sebelum seseorang merasa telah membuat keputusan sadar untuk bergerak. Dalam eksperimen, peserta melaporkan waktu keputusan mereka sekitar 200 milidetik sebelum gerakan terjadi, tetapi aktivitas otak (readiness potential) sudah dimulai 500 milidetik sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa keputusan sadar tampaknya muncul setelah proses otak yang tidak disadari sudah berjalan. Studi lain bahkan menemukan bahwa pilihan tindakan (misalnya menekan tombol kiri atau kanan) bisa diprediksi dari aktivitas otak 7–10 detik sebelum orang menyadarinya. Artinya, keputusan sadar mungkin hanyalah hasil akhir dari proses bertahap yang dimulai secara tidak sadar. Namun, ini tidak berarti kita tidak memiliki kehendak bebas—hanya saja proses pengambilan keputusan lebih kompleks dan dimulai lebih awal dari yang kita sadari.


Gangguan Pergerakan

Jika terjadi kerusakan pada sumsum tulang belakang, saraf tepi, atau otot, seseorang tidak dapat bergerak, tetapi kemampuan kognitifnya tetap seperti biasa. Sebaliknya, gangguan pada otak yang memengaruhi pergerakan juga biasanya berdampak pada suasana hati, ingatan, dan fungsi kognitif. Dua contoh kondisi tersebut adalah penyakit Parkinson dan penyakit Huntington.

Penyakit Parkinson

Penyakit Parkinson ditandai oleh kekakuan otot, tremor, gerakan lambat, dan kesulitan memulai aktivitas fisik maupun mental. Penyakit ini lebih umum pada usia lanjut, terutama di atas 65 tahun. Gejala awal sering meliputi hilangnya indra penciuman dan depresi. Beberapa penderita juga mengalami gangguan kognitif seperti masalah perhatian, bahasa, atau memori. Penyebab langsungnya adalah hilangnya neuron di substantia nigra, yang mengurangi dopamin ke striatum. Akibatnya, terjadi peningkatan hambatan ke thalamus sehingga gerakan sukarela menjadi kurang kuat. Meskipun demikian, penderita masih dapat bergerak, terutama jika diberi isyarat atau instruksi.

Penyebab

Penyebab kerusakan pada substantia nigra dalam penyakit Parkinson masih belum sepenuhnya dipahami, namun diduga melibatkan kombinasi faktor genetik dan lingkungan. Gen memainkan peran besar dalam Parkinson onset dini, tetapi berperan lebih lemah pada onset lambat. Lebih dari 20 gen telah diidentifikasi sebagai faktor risiko, meskipun tidak satu pun memberikan risiko tinggi secara tunggal. Faktor lingkungan juga berpengaruh, seperti paparan bahan kimia beracun (misalnya MPTP, pestisida, dan herbisida), terutama pada orang yang memiliki kerentanan genetik. Risiko meningkat jika seseorang juga mengalami cedera kepala. Secara mengejutkan, kebiasaan merokok dan minum kopi dikaitkan dengan penurunan risiko Parkinson, meskipun hubungan ini belum tentu bersifat sebab-akibat. Kesimpulannya, Parkinson kemungkinan besar disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor yang masih perlu diteliti lebih lanjut.

Pengobatan L-Dopa

Karena penyakit Parkinson disebabkan oleh kekurangan dopamin, tujuan pengobatannya secara logis adalah menggantikan dopamin yang hilang. Namun, pemberian dopamin langsung tidak efektif karena zat ini tidak bisa menembus sawar darah-otak. Pada 1950-an dan 1960-an, para dokter menyadari bahwa L-dopa, prekursor dopamin yang dapat melewati sawar tersebut, mungkin bisa menjadi pengobatan yang efektif. Tidak seperti banyak obat lain yang ditemukan melalui coba-coba, L-dopa dikembangkan berdasarkan teori ilmiah yang masuk akal, dan hingga kini tetap menjadi pengobatan paling umum untuk Parkinson.

Meski begitu, pengobatan dengan L-dopa memiliki banyak kekurangan. Obat ini meningkatkan pelepasan dopamin di seluruh akson, baik yang rusak maupun yang masih sehat, sehingga menyebabkan fluktuasi kadar dopamin. Selain itu, L-dopa hanya menggantikan dopamin dan tidak memperbaiki kekurangan neurotransmiter lain yang juga terganggu. Ia juga tidak menghentikan kerusakan neuron yang terus berlangsung. Efek sampingnya bisa mengganggu, termasuk mual, gelisah, gangguan tidur, tekanan darah rendah, gerakan berulang, serta terkadang halusinasi dan delusi.

Terapi lainnya

Karena keterbatasan L-dopa, para peneliti mencari alternatif dan pelengkap pengobatan. Beberapa pilihan yang digunakan termasuk obat yang langsung merangsang reseptor dopamin atau mencegah pemecahan dopamin. Meski membantu mengurangi gejala, obat-obatan ini tidak menghentikan perkembangan penyakit. Dalam kasus lanjut, stimulasi otak dalam (deep brain stimulation), terutama di nukleus subtalamikus, kadang digunakan.

Pendekatan eksperimental sejak 1980-an melibatkan transplantasi jaringan otak. Studi awal pada tikus menunjukkan bahwa transplantasi jaringan substantia nigra dari janin tikus ke otak tikus yang rusak dapat mengembalikan sebagian besar fungsi gerak. Namun, penerapannya pada manusia menimbulkan tantangan, seperti kesulitan mendapatkan jaringan donor. Transplantasi dari kelenjar adrenal pasien atau janin manusia hasil aborsi telah dicoba, tapi hasilnya terbatas, terutama jika pasien sudah dalam tahap lanjut penyakit.

Pendekatan lain yang sedang dikembangkan adalah penggunaan sel punca (stem cell) yang diarahkan untuk memproduksi L-dopa dan kemudian ditransplantasikan ke otak. Meskipun menjanjikan, teknik ini masih menghadapi banyak tantangan.

Menariknya, beberapa eksperimen menunjukkan bahwa meskipun jaringan yang ditransplantasikan tidak bertahan lama, pasien tetap menunjukkan perbaikan. Diduga, jaringan tersebut melepaskan neurotropin yang merangsang pertumbuhan akson dan dendrit otak pasien. Meskipun hasil pada hewan menjanjikan, penerapannya pada manusia masih memerlukan prosedur bedah karena neurotropin tidak dapat melewati sawar darah-otak.

Penyakit Huntington

Huntington’s disease adalah gangguan neurologis parah yang menyerang sekitar 1 dari 10.000 orang di AS. Gejala awal berupa gerakan tersentak pada lengan dan wajah, yang kemudian berkembang menjadi gerakan menggeliat tak terkendali (chorea), mengganggu berjalan, berbicara, dan kemampuan motorik lainnya. Penderita juga kehilangan kemampuan untuk mempelajari atau meningkatkan keterampilan motorik.

Penyakit ini menyebabkan kerusakan otak yang luas, terutama pada ganglia basalis dan korteks serebral. Kerusakan ini meningkatkan aktivitas motorik di thalamus, menghasilkan gerakan tidak terkendali.

Selain gangguan motorik, penderita juga mengalami gangguan psikologis seperti depresi, gangguan tidur, gangguan memori, kecemasan, halusinasi, delusi, gangguan seksual, hingga penyalahgunaan zat. Gejalanya bisa menyerupai skizofrenia pada tahap awal.

Penyakit ini umumnya muncul antara usia 30–50 tahun dan bersifat progresif hingga menyebabkan kematian.

Keturunan dan Pengujian Presimptomatik

Penyakit Huntington disebabkan oleh gen dominan autosomal (bukan pada kromosom X atau Y), yang artinya seseorang hanya perlu mewarisi satu salinan gen abnormal untuk mengalami penyakit ini. Gen ini menyebabkan fungsi baru yang merugikan, bukan kehilangan fungsi seperti pada gen resesif.

Gen Huntington ditemukan pada kromosom 4 dan memiliki pola pengulangan basa CAG (cytosine-adenine-guanine). Normalnya, pengulangan CAG berkisar antara 11–24 kali. Orang dengan 35 pengulangan atau kurang aman dari penyakit ini. Mereka dengan 36–38 pengulangan mungkin terkena di usia tua, sedangkan 39 pengulangan atau lebih hampir pasti akan terkena, dan semakin banyak pengulangannya, semakin dini gejalanya muncul.

Faktor lain, seperti riwayat penyalahgunaan zat, stres, dan pola makan, juga dapat mempercepat timbulnya gejala. Penyakit ini biasanya menyerang usia 30–50 tahun dan berkembang hingga kematian.

Gen ini menghasilkan protein huntingtin, yang dalam bentuk mutan merusak neuron otak dengan cara:

  • Meningkatkan pelepasan neurotransmiter (menyebabkan overstimulasi).

  • Merusak mitokondria.

  • Menghambat transportasi zat kimia di sepanjang akson.

Penemuan gen ini telah memungkinkan pencarian obat potensial. Para peneliti telah mengembangkan model hewan (tikus dan lalat buah) dengan gen yang sama. Beberapa obat menunjukkan hasil menjanjikan dalam uji hewan, tetapi belum ada yang disetujui untuk penggunaan manusia.


Bab 8

Irama Bangun dan Tidur

Ritme Endogen

Hewan tidak hanya bereaksi terhadap rangsangan langsung, tetapi juga mengantisipasi perubahan lingkungan, seperti burung migrasi yang bersiap sebelum musim dingin datang atau tupai yang menyimpan makanan sebelum kelangkaan terjadi.

Antisipasi ini didukung oleh mekanisme internal, seperti ritme sirkannual endogen (ritme tahunan yang berasal dari dalam tubuh), yang membuat burung tetap tahu kapan harus bermigrasi meski tanpa petunjuk eksternal.

Selain itu, hewan juga memiliki ritme sirkadian endogen, yaitu siklus sekitar 24 jam yang mengatur tidur-bangun, kewaspadaan, suhu tubuh, hormon, metabolisme, dan suasana hati.

Studi pada tupai terbang dalam kegelapan total menunjukkan bahwa hewan tetap memiliki pola aktivitas tidur-bangun yang konsisten, meski sedikit lebih pendek atau lebih panjang dari 24 jam.

Manusia juga memiliki ritme sirkadian alami yang sulit diubah, meskipun bisa menyesuaikan sedikit, seperti saat berada di Mars dengan hari sepanjang 24 jam 39 menit.

Ketidaksesuaian ritme tubuh dengan lingkungan, seperti yang dialami awak kapal selam yang hidup dengan siklus 18 jam, dapat menimbulkan kesulitan karena tubuh tetap mempertahankan ritme sekitar 24.3–24.4 jam.

Ritme sirkadian juga memengaruhi suhu tubuh (lebih rendah di malam hari dan lebih tinggi sore hari) dan mood (lebih baik di sore hari dan terendah di dini hari), bahkan saat seseorang tidak tidur selama 30 jam.

Tubuh memiliki ritme biologis internal yang kuat dan berperan penting dalam berbagai aspek fisiologis dan psikologis, serta memungkinkan hewan dan manusia mempersiapkan diri menghadapi perubahan lingkungan.

Menetapkan dan Mengatur Ulang Jam Biologis

Meskipun ritme sirkadian manusia hampir mencapai 24 jam, ritme ini tidak sepenuhnya tepat dan memerlukan penyesuaian harian untuk tetap sinkron dengan lingkungan. Cahaya merupakan zeitgeber (penanda waktu) terpenting yang mengatur ritme ini, meskipun faktor lain seperti olahraga, aktivitas, makanan, dan suhu juga memiliki pengaruh, meskipun lebih lemah.

Pada akhir pekan, perubahan pola tidur yang disebabkan oleh tidur larut dan bangun siang dapat menyebabkan perbedaan antara jam biologis dan jam alarm saat hari Senin, membuat seseorang merasa lelah. Tanpa cahaya sebagai zeitgeber, seperti yang terjadi pada orang di Antartika atau astronot di orbit Bumi, ritme biologis dapat bergeser, menyebabkan gangguan tidur, penurunan kewaspadaan, dan bahkan depresi.

Contoh nyata pengaruh cahaya tampak saat pergantian ke waktu daylight saving, di mana banyak orang mengalami gangguan tidur selama beberapa hari. Penelitian di Jerman menunjukkan bahwa orang yang tinggal di bagian timur (dengan matahari terbit lebih awal) memiliki waktu tidur yang lebih awal dibandingkan mereka yang tinggal di bagian barat, meskipun mereka menggunakan waktu jam yang sama.

Bagi orang tunanetra, ritme sirkadian bisa lebih sulit diatur karena tidak dapat menggunakan cahaya sebagai zeitgeber utama. Beberapa dapat mengandalkan suara, suhu, atau aktivitas, namun banyak yang ritmenya menjadi lebih dari 24 jam. Ketika ritme ini tidak selaras dengan jam sehari-hari, mereka sering mengalami insomnia di malam hari dan kantuk di siang hari, dan lebih dari separuh orang tunanetra melaporkan gangguan tidur secara rutin.

Jet lag

Jet lag adalah gangguan ritme sirkadian yang terjadi akibat melintasi zona waktu, menyebabkan gejala seperti mengantuk di siang hari, sulit tidur di malam hari, depresi, dan kesulitan berkonsentrasi. Masalah ini timbul karena ketidaksesuaian antara jam biologis internal dengan waktu eksternal. Umumnya, perjalanan ke barat lebih mudah disesuaikan dibandingkan ke timur, karena kita cukup menunda waktu tidur dan bangun lebih siang (fase-delay). Sebaliknya, perjalanan ke timur memerlukan fase-awal (fase-advance), yaitu tidur dan bangun lebih awal, yang lebih sulit dilakukan oleh kebanyakan orang.

Penyesuaian terhadap jet lag juga menimbulkan stres, yang meningkatkan kadar hormon kortisol dalam darah. Kortisol yang tinggi dalam jangka panjang dapat merusak neuron di hipokampus, bagian otak yang penting untuk memori. Studi terhadap pramugari yang sering melakukan penerbangan lintas zona waktu menunjukkan bahwa mereka memiliki ukuran hipokampus yang lebih kecil dan mengalami gangguan memori. Hal ini menunjukkan bahwa penyesuaian ritme sirkadian yang berulang dapat berdampak negatif pada fungsi otak, meskipun kemungkinan dampak langsung dari perjalanan udara juga perlu dipertimbangkan.

Kerja Shift

Orang dengan pola tidur tidak teratur, seperti pilot, pekerja shift malam, atau tenaga medis, sering kesulitan tidur nyenyak saat harus tidur di siang hari, meskipun mereka sudah lama terjaga. Banyak dari mereka tetap merasa lelah dan tidur kurang berkualitas, bahkan setelah berbulan-bulan bekerja malam. Hal ini terjadi karena ritme sirkadian mereka tidak mudah berubah, terutama karena pencahayaan buatan di tempat kerja tidak cukup terang untuk mengatur ulang ritme tubuh. Penyesuaian terbaik terjadi jika mereka tidur di ruangan yang sangat gelap dan bekerja di bawah cahaya sangat terang, seperti cahaya matahari siang hari. Cahaya biru (bergelombang pendek) lebih efektif dalam mengatur ulang ritme sirkadian dibanding cahaya merah (bergelombang panjang).

Orang pagi dan orang sore

Setiap orang memiliki ritme sirkadian yang berbeda. Ada yang cenderung aktif di pagi hari (morning people/larks) dan ada yang lebih produktif di malam hari (evening people/owls). Perbedaan ini dipengaruhi oleh usia, genetika, dan lingkungan. Remaja umumnya menjadi evening people, cenderung tidur dan bangun lebih larut, sebagian karena pengaruh hormon. Namun, jadwal sekolah yang dimulai terlalu pagi sering kali tidak sesuai dengan ritme alami mereka, menyebabkan “jet lag sosial”, penurunan prestasi, dan peningkatan perilaku berisiko. Bahkan setelah remaja, morning people cenderung lebih bahagia karena ritme biologis mereka lebih selaras dengan jadwal kerja umum. Perubahan seperti perpanjangan waktu daylight saving dapat memperburuk ketidaksesuaian ini, terutama bagi evening people.

Mekanisme Jam Biologis

Tubuh menghasilkan ritme sirkadian melalui mekanisme internal yang disebut jam biologis, sebagaimana dijelaskan oleh Curt Richter (1967). Ia menemukan bahwa otak memiliki kemampuan untuk menciptakan ritmenya sendiri yang relatif tahan terhadap gangguan. Bahkan hewan yang buta atau tuli tetap menunjukkan ritme sirkadian, meskipun ritmenya bisa sedikit bergeser dari lingkungan eksternal. Jam biologis ini tetap stabil meskipun mengalami kondisi ekstrem seperti kekurangan makanan atau air, paparan sinar-X, obat penenang, alkohol, anestesi, kekurangan oksigen, kerusakan otak, atau pengangkatan kelenjar endokrin. Bahkan tidur panjang akibat hibernasi buatan sering kali tidak mengubah ritme ini, menunjukkan bahwa jam biologis adalah sistem yang sangat kuat dan tahan gangguan.

Nukleus Suprachiasmatik (SCN)

Meskipun seluruh sel tubuh memiliki ritme sirkadian, pengatur utama ritme tidur dan suhu tubuh adalah nukleus suprachiasmatic (SCN) di hipotalamus. SCN terletak di atas kiasma optik dan berfungsi sebagai jam biologis utama. Jika SCN rusak, ritme tubuh menjadi kacau.

SCN menghasilkan ritme ini secara genetik dan tetap aktif meski dipisahkan dari otak atau dipelihara di luar tubuh. Bahkan satu sel SCN pun bisa mempertahankan ritme, meskipun ritme lebih akurat saat sel-sel saling berinteraksi. Penelitian pada hamster menunjukkan bahwa ritme sirkadian mengikuti SCN dari donor, bukan penerima, membuktikan bahwa SCN adalah sumber utama ritme biologis tubuh.

Bagaimana Cahaya Mengatur Ulang SCN

Nukleus suprachiasmatic (SCN) di otak mengatur ritme sirkadian dan menerima sinyal cahaya melalui jalur retinohipotalamus dari retina. Menariknya, jalur ini tidak bergantung pada reseptor cahaya biasa (batang dan kerucut), melainkan berasal dari sel ganglion retina khusus yang mengandung pigmen melanopsin. Sel ini bisa merespons cahaya secara langsung dan membantu mengatur ritme sirkadian berdasarkan rata-rata intensitas cahaya, terutama cahaya dengan panjang gelombang pendek (biru).

Beberapa konsekuensi penting dari temuan ini adalah:

1.   Orang buta karena kerusakan retina atau korteks visual tetap bisa menyelaraskan ritme tidurnya dengan cahaya matahari.

2. Cahaya terang bisa memperburuk migrain pada orang buta karena jalur melanopsin terhubung ke talamus, yang terkait dengan nyeri.

3.     Paparan cahaya biru dari layar elektronik di malam hari dapat mengganggu ritme tidur, membuat sulit tidur dan bangun tepat waktu.

Biokimia Ritme Sirkadian

Nukleus suprachiasmatic (SCN) menghasilkan ritme sirkadian melalui kerja gen seperti period (PER) dan timeless (TIM) yang awalnya ditemukan pada lalat buah (Drosophila). Gen-gen ini memproduksi protein PER dan TIM yang kadarnya naik-turun dalam siklus harian. Pagi hari, kadar RNA rendah, lalu meningkat siang hari, diikuti oleh peningkatan protein. Saat malam, protein menghambat produksi RNA, dan akhirnya kadar protein menurun lagi keesokan paginya. Cahaya juga membantu memecah TIM, menyelaraskan ritme tubuh dengan lingkungan.

Penemuan ini penting karena membantu ilmuwan menemukan mekanisme serupa pada manusia. Mutasi gen PER pada manusia dapat menyebabkan ritme sirkadian lebih pendek dari 24 jam, membuat seseorang tidur dan bangun lebih awal dari biasanya, serta meningkatkan risiko depresi. Mutasi lain bisa memengaruhi kebutuhan tidur dan respons terhadap kurang tidur.

Melatonin

SCN mengatur siklus tidur dan bangun dengan memengaruhi aktivitas otak lain, termasuk kelenjar pineal yang terletak di belakang talamus. Kelenjar ini menghasilkan hormon melatonin, terutama di malam hari, yang membuat kita mengantuk. Saat seseorang pindah zona waktu, ritme melatonin mereka butuh waktu untuk menyesuaikan, sehingga mereka tetap mengantuk di waktu lama tidurnya.

Melatonin mulai meningkat 2–3 jam sebelum tidur. Mengonsumsi melatonin di malam hari biasanya tidak banyak berpengaruh karena tubuh sudah memproduksinya secara alami, tetapi jika diminum lebih awal, bisa mempercepat rasa kantuk dan membantu menyesuaikan ritme tidur—berguna bagi pelancong lintas zona waktu.



Tahapan Tidur dan Mekanisme Otak

Tidur dan Gangguan Kesadaran Lainnya

Tidur merupakan kondisi yang secara aktif dihasilkan oleh otak dan ditandai dengan berkurangnya respons terhadap rangsangan. Sebaliknya, koma adalah keadaan tidak sadar yang berlangsung lama, biasanya disebabkan oleh cedera kepala, stroke, atau penyakit. Seseorang yang berada dalam kondisi koma memiliki aktivitas otak yang sangat rendah dan hampir tidak merespons rangsangan. Rangsangan kuat seperti cubitan atau suara keras dapat membangunkan orang yang tidur, tetapi tidak akan membangunkan seseorang yang sedang koma. Umumnya, seseorang yang mengalami koma akan mulai pulih atau meninggal dalam beberapa minggu.

Sementara itu, keadaan vegetatif ditandai dengan pergantian antara tidur dan tingkat kesadaran sedang, meskipun dalam kondisi sadar tersebut, individu tetap tidak menunjukkan kesadaran terhadap lingkungan sekitar atau perilaku yang bertujuan. Pernapasan menjadi lebih teratur, dan rangsangan nyeri bisa memicu respons otomatis seperti peningkatan detak jantung, pernapasan, dan berkeringat.

Keadaan sadar minimal berada satu tingkat lebih tinggi, di mana seseorang menunjukkan tindakan yang bertujuan secara singkat dan sesekali, serta memiliki pemahaman terbatas terhadap ucapan. Kondisi vegetatif maupun sadar minimal bisa berlangsung selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun.

Kematian otak terjadi ketika tidak ada aktivitas otak sama sekali dan tidak ada respons terhadap rangsangan apa pun. Dokter biasanya menunggu selama 24 jam tanpa adanya tanda-tanda aktivitas otak sebelum menyatakan seseorang mengalami kematian otak, setelah itu banyak orang menganggap bahwa melepas alat bantu kehidupan adalah tindakan yang etis.

Tahapan Tidur

Kemajuan ilmiah sering kali berawal dari pengukuran baru atau yang ditingkatkan. Misalnya, tahap-tahap tidur baru diketahui setelah penemuan EEG, alat yang merekam aktivitas listrik otak. EEG menunjukkan pola gelombang otak saat tidur, mirip dengan suara kerumunan di stadion—tenang hingga terjadi sesuatu yang serempak. Dengan EEG dan pencatatan gerakan mata (polysomnograph), peneliti bisa mengamati perubahan aktivitas otak selama tidur.

Saat terjaga dalam keadaan rileks, muncul gelombang alfa. Memasuki tahap 1 tidur, aktivitas otak mulai melambat dan tidak teratur. Pada tahap 2, muncul ciri khas berupa sleep spindle (gelombang cepat singkat) dan K-kompleks (gelombang tajam yang menghambat aktivitas neuron sesaat). Tahap 3 dan 4 ditandai oleh gelombang lambat dan besar, serta penurunan detak jantung, napas, dan aktivitas otak. Kedua tahap ini sering digabung sebagai tidur gelombang lambat (SWS), ketika aktivitas neuron sangat sinkron dan input sensorik ke korteks otak menurun.

Tidur Paradoks atau Tidur REM

Banyak penemuan ilmiah terjadi secara tak sengaja, seperti saat Michel Jouvet di tahun 1950-an menemukan fase tidur dengan aktivitas otak tinggi tapi otot sangat rileks pada kucing, yang ia sebut "tidur paradoks" karena memiliki ciri tidur dalam dan ringan sekaligus. Sementara itu, di AS, Kleitman dan Aserinsky menemukan gerakan mata cepat saat tidur dan menamainya tidur REM (Rapid Eye Movement), yang ternyata sama dengan tidur paradoks pada hewan.

Tidur REM ditandai oleh gelombang otak cepat dan tak teratur, otot tubuh sangat rileks, serta perubahan detak jantung, tekanan darah, dan pernapasan. Meskipun EEG menunjukkan aktivitas tinggi (seperti tidur ringan), relaksasi otot yang ekstrem membuat REM juga tampak seperti tidur dalam. REM juga disertai gerakan wajah dan mata yang khas. Semua tahap tidur selain REM disebut tidur non-REM (NREM).

Saat tidur, seseorang melewati tahapan dari tahap 1 ke tahap 4, lalu kembali naik hingga masuk ke tahap REM, dan siklus ini berulang setiap 90 menit. Tahap 3 dan 4 lebih dominan di awal malam, sedangkan REM lebih sering muncul menjelang pagi. Durasi REM lebih dipengaruhi oleh waktu dalam sehari daripada lamanya tidur.

Awalnya, REM dikaitkan erat dengan mimpi karena sebagian besar orang yang dibangunkan saat REM melaporkan mimpi. Namun, penelitian lanjutan menunjukkan bahwa mimpi juga bisa terjadi di luar REM. Jadi, REM dan mimpi tidak selalu terjadi bersamaan.

Mekanisme Otak untuk Bangun, Bangun Sadar, dan Tidur

Struktur Otak yang Mengatur Gairah dan Perhatian

Pemotongan otak tengah yang memisahkan otak depan dari struktur bawah menyebabkan hewan mengalami tidur terus-menerus, meskipun setelah pulih hanya bisa terjaga sebentar. Ini menunjukkan bahwa otak tengah bukan hanya penghubung sensorik, tetapi juga mengatur kewaspadaan, terutama melalui reticular formation—struktur yang memanjang dari medula ke otak depan.

Bagian penting dari reticular formation adalah pontomesensefalon, yang menerima rangsangan sensorik dan mengaktifkan area otak lain dengan melepaskan asetilkolin dan glutamat untuk menjaga kewaspadaan, terutama saat menghadapi tugas baru atau menantang.

Struktur lain, locus coeruleus, meskipun kecil, berperan besar dengan menyebarkan norepinefrin ke seluruh korteks, meningkatkan perhatian dan memori saat merespons kejadian penting secara emosional.

Hipotalamus juga mendukung kewaspadaan melalui dua jalur utama: satu melepaskan histamin, yang meningkatkan kesadaran (dan menjelaskan kenapa antihistamin bisa menyebabkan kantuk), dan yang lainnya melepaskan orexin. Orexin penting untuk menjaga agar tetap terjaga dalam jangka waktu lama. Kekurangan orexin menyebabkan pola tidur yang tidak stabil, seperti terlihat pada tikus.

Obat yang memblokir reseptor orexin kini sedang dikembangkan untuk mengatasi insomnia. Selain itu, basal forebrain yang dikendalikan oleh hipotalamus, juga membantu meningkatkan perhatian melalui pelepasan asetilkolin selama terjaga dan tidur REM, tapi tidak saat tidur gelombang lambat.

Secara keseluruhan, sistem kewaspadaan di otak melibatkan jaringan kompleks dari berbagai struktur dan zat kimia yang bekerja sama untuk mengatur tidur dan bangun.

Tidur dan Penghambatan Aktivitas Otak

Selama tidur, aktivitas sensorik ke korteks otak berkurang karena neuron di thalamus menjadi hiperpolarisasi, sehingga kurang responsif terhadap rangsangan. Meski begitu, beberapa input sensorik tetap ada dan neuron tetap aktif. Namun, kita tetap tidak sadar karena adanya inhibisi oleh neurotransmiter GABA, yang menghambat penyebaran informasi antar-neuron.

Tidur bersifat lokal di otak, artinya sebagian area otak bisa tertidur sementara area lain tetap aktif. Contoh ekstremnya adalah lumba-lumba, yang bisa tidur satu belahan otak sekaligus agar tetap bisa berenang dan bernapas.

Fenomena seperti sleepwalking (berjalan saat tidur) terjadi karena sebagian otak masih tidur, tapi area motorik aktif. Sleepwalker bisa bergerak dan melihat, tetapi tetap kebingungan karena otak tidak sepenuhnya sadar.

Lucid dreaming juga mencerminkan konsep ini: seseorang sadar sedang bermimpi karena beberapa area otak lebih aktif dari biasanya saat tidur.

Contoh lain adalah kelumpuhan tidur (sleep paralysis), di mana tubuh tidak bisa bergerak saat terbangun dari tidur REM karena sistem otak yang biasanya menghambat gerakan saat REM belum sepenuhnya mati, meski otak sudah sadar. Ini bisa menimbulkan pengalaman menakutkan jika tidak dipahami.

Fungsi Otak pada Tidur REM

Peneliti ingin mengetahui bagian otak mana yang aktif selama tidur REM menggunakan PET scan, namun prosedurnya sulit karena membutuhkan suntikan zat radioaktif dan kepala harus tetap diam. Untuk mengatasinya, peserta studi dipasang masker khusus agar kepala tak bergerak dan dimasukkan selang infus (kanula) agar bisa disuntik saat tidur. Agar peserta tetap bisa tidur dalam kondisi tersebut, mereka dibuat begadang sebelumnya.

Hasilnya, selama REM aktivitas meningkat di pons (yang memicu REM) dan sistem limbik (terkait emosi), tetapi menurun di korteks visual primer, motorik, dan prefrontal dorsolateral, serta meningkat di bagian korteks parietal dan temporal. REM juga ditandai oleh gelombang listrik khas bernama PGO waves, yang dimulai dari pons, lalu ke thalamus, dan akhirnya ke korteks oksipital.

Tidur REM bergantung pada keseimbangan neurotransmiter asetilkolin dan serotonin. Asetilkolin memicu REM, sementara serotonin dan norepinefrin justru menghambatnya.

Gangguan Tidur

Kebutuhan tidur setiap orang berbeda, meski umumnya orang dewasa butuh sekitar 7,5–8 jam per malam. Yang paling penting adalah bagaimana perasaan Anda keesokan harinya—jika merasa lelah, berarti tidur Anda kurang. Penyebab insomnia bisa berupa kebisingan, suhu tidak nyaman, stres, nyeri, makanan, obat-obatan, atau kondisi medis seperti epilepsi, Parkinson, depresi, dan kecemasan. Bahkan, intoleransi susu bisa menyebabkan insomnia pada anak jika diberi susu sebelum tidur.

Kadang, insomnia berkaitan dengan gangguan ritme sirkadian. Orang dengan ritme tertunda sulit tidur malam, sementara yang maju tidur cepat tapi bangun terlalu pagi. Ironisnya, obat tidur dan alkohol yang digunakan untuk membantu tidur justru bisa menyebabkan ketergantungan dan membuat sulit tidur tanpa bantuan tersebut. Jadi, penting mencari tahu penyebab insomnia sebelum mencari solusinya.

Apnea Tidur

Salah satu jenis insomnia adalah sleep apnea, yaitu gangguan pernapasan saat tidur. Penderitanya sering berhenti bernapas selama sekitar satu menit, lalu terbangun dengan terengah-engah, meskipun tidak selalu menyadarinya. Akibatnya, mereka mengalami kantuk di siang hari, kesulitan berkonsentrasi, depresi, dan masalah jantung. Sleep apnea juga dikaitkan dengan kehilangan neuron di beberapa area otak, yang berdampak pada fungsi kognitif seperti belajar, perhatian, dan pengendalian impuls. Penelitian pada tikus menunjukkan bahwa kekurangan oksigen saat tidur bisa merusak neuron, terutama di area yang mengatur kewaspadaan.

Penyebab sleep apnea bisa berupa faktor genetik, hormon, usia tua, serta obesitas—khususnya pada pria paruh baya dengan saluran pernapasan sempit. Saat tidur, saluran ini makin menyempit, menyulitkan pernapasan. Penanganan meliputi penurunan berat badan, menghindari alkohol dan obat penenang, operasi untuk membuka saluran pernapasan, atau penggunaan masker khusus (CPAP) yang membantu menjaga jalur napas tetap terbuka saat tidur.

Narkolepsi

Narkolepsi adalah gangguan tidur yang ditandai dengan rasa kantuk berlebihan di siang hari dan dialami sekitar 1 dari 1.000 orang. Penyakit ini bisa menurun dalam keluarga, namun kebanyakan kasus muncul tanpa riwayat keluarga. Gejalanya meliputi:

1.     Serangan kantuk mendadak di siang hari.

2.     Katapleksi, yaitu kelemahan otot tiba-tiba saat sadar, biasanya dipicu oleh emosi kuat.

3.     Paralisis tidur, yaitu ketidakmampuan bergerak saat akan tidur atau bangun.

4.     Halusinasi hipnagogik, yaitu pengalaman mimpi yang terasa nyata saat mulai tertidur.

Penyebab utama narkolepsi adalah kekurangan orexin, zat kimia dari hipotalamus yang menjaga kewaspadaan. Diduga, sistem imun menyerang sel-sel penghasil orexin. Akibatnya, penderita narkolepsi sulit mempertahankan kondisi terjaga. Hewan seperti anjing dan tikus yang kekurangan orexin menunjukkan gejala serupa.

Penderita Huntington juga kehilangan sel-sel penghasil orexin, sehingga mengalami gangguan tidur serupa. Saat ini belum ada obat yang secara langsung mengaktifkan reseptor orexin. Karena orexin tidak bisa menembus penghalang darah-otak, terapi yang umum digunakan adalah obat stimulan seperti Ritalin, yang meningkatkan aktivitas dopamin dan norepinefrin.

Gangguan Gerakan Anggota Tubuh Periodik

Gangguan tidur lain adalah periodic limb movement disorder (PLMD), yaitu gerakan tidak sadar yang berulang pada kaki, dan kadang lengan, saat tidur. PLMD berbeda dari restless leg syndrome, di mana penderitanya merasa dorongan untuk menggerakkan kaki bahkan saat terjaga.

Sebagian besar orang mungkin pernah mengalami tendangan spontan saat mulai tertidur, namun hal ini tidak dianggap gangguan kecuali terjadi terus-menerus. Pada penderita PLMD—terutama usia paruh baya dan lanjut—kaki dapat bergerak atau menendang setiap 20–30 detik selama beberapa menit hingga berjam-jam, terutama saat tidur NREM.

Gangguan Perilaku REM

Pada kebanyakan orang, otot-otot postural utama akan rileks dan tidak aktif selama tidur REM. Namun, individu yang mengalami gangguan perilaku REM justru bergerak secara aktif selama fase REM, seolah-olah sedang menjalankan mimpi mereka. Mereka sering kali bermimpi sedang mempertahankan diri dari serangan, sehingga bisa meninju, menendang, atau meloncat-loncat. Perilaku ini kerap menyebabkan cedera pada diri sendiri maupun orang lain, bahkan merusak barang-barang di sekitarnya (Olson, Boeve, & Silber, 2000).

Sementara itu, tikus yang kekurangan GABA dan neurotransmiter penghambat lainnya menunjukkan gerakan seperti berlari, tersentak, dan mengunyah saat tidur REM, serta mengalami gangguan tidur secara keseluruhan. Karena kemiripan gejala ini dengan kasus pada manusia, hasil penelitian tersebut mengindikasikan bahwa kekurangan transmisi penghambat mungkin menjadi penyebab dari gangguan perilaku REM (Brooks & Peever, 2011).

Teror Malam dan Tidur Sambil Berjalan

Night terror adalah kondisi di mana seseorang terbangun dengan rasa cemas yang sangat kuat, biasanya terjadi saat tidur NREM dan lebih umum pada anak-anak. Berbeda dengan mimpi buruk, night terror lebih intens dan sering kali tidak melibatkan mimpi yang kompleks.

Sleepwalking (berjalan saat tidur) juga lebih sering terjadi pada anak-anak dan seringkali dialami oleh orang-orang yang memiliki gangguan tidur lain seperti mendengkur atau ngompol. Penyebabnya belum sepenuhnya dipahami, namun biasanya terjadi saat kelelahan atau stres, dan muncul selama tidur gelombang lambat, bukan REM. Meskipun umumnya tidak berbahaya, sleepwalking bisa berisiko karena penderitanya bisa melakukan hal-hal berbahaya tanpa sadar.

Ada juga kondisi mirip yang disebut sexsomnia, yaitu ketika seseorang melakukan aktivitas seksual saat tidur tanpa mengingatnya setelah bangun. Kondisi ini dapat mengganggu hubungan, seperti yang dialami oleh seorang wanita yang kehilangan minat seksual saat bangun karena aktivitas seksual yang intens saat tidur.

Mengapa tidur? Mengapa REM? Mengapa bermimpi?

Mengapa kita tidur? "Itu mudah," mungkin kamu menjawab. "Karena saya merasa lelah." Ya, benar, tapi kelelahan yang kamu rasakan bukanlah kelelahan otot secara fisik. Kita tetap membutuhkan tidur hampir sebanyak setelah seharian duduk santai di rumah, seperti halnya setelah melakukan aktivitas fisik atau mental yang berat (Horne & Minard, 1985; Shapiro dkk., 1981). Selain itu, otot kita sebenarnya bisa beristirahat meskipun kita tetap terjaga. Bahkan, jika otot terasa nyeri setelah berolahraga berat, kita justru akan sulit tidur.

Rasa lelah yang muncul di akhir hari sebenarnya disebabkan oleh proses penghambatan dalam otak yang membuat kita menjadi kurang waspada dan terjaga. Dengan kata lain, tubuh kita telah berevolusi dengan mekanisme yang memaksa kita untuk tidur. Tapi, mengapa evolusi menciptakan mekanisme ini?

Fungsi Tidur

Tidur memiliki banyak fungsi. Saat tidur, tubuh kita mengistirahatkan otot, menurunkan laju metabolisme, melakukan perawatan sel pada neuron (Vyadyslav & Harris, 2013), mengatur ulang sambungan sinapsis, dan memperkuat ingatan (Sejnowski & Destexhe, 2000). Orang yang kurang tidur cenderung bereaksi lebih berlebihan terhadap situasi yang menegangkan (Minkel dkk., 2012). Mereka bisa mengalami gejala gangguan mental, atau gejala yang sudah ada bisa menjadi lebih parah (van der Kloet dkk., 2012). Kurangnya tidur juga menjadi penyebab utama kecelakaan kerja dan buruknya prestasi mahasiswa. Mengemudi dalam keadaan kurang tidur bahkan sebanding dengan mengemudi di bawah pengaruh alkohol (Falleti dkk., 2003). Bahkan satu malam tanpa tidur pun bisa mengaktifkan sistem kekebalan tubuh (Matsumoto dkk., 2001), seolah-olah tubuh sedang sakit. Jelaslah bahwa tidur itu penting. Namun, apakah ada alasan utama atau asal usul dari kebutuhan ini?

Tidur dan Konservasi Energi

Meskipun kita tahu fungsi tidur yang penting bagi manusia saat ini, fungsi awal dari tidur mungkin berbeda. Seperti halnya komputer yang awalnya dibuat untuk menghitung, tetapi kini digunakan untuk banyak hal lain, tidur juga kemungkinan dimulai dengan fungsi sederhana yang kemudian berkembang. Bahkan bakteri memiliki ritme sirkadian meskipun hampir tidak punya sistem saraf.

Salah satu dugaan kuat adalah bahwa fungsi awal tidur adalah untuk menghemat energi. Semua makhluk hidup lebih efisien beraktivitas pada waktu-waktu tertentu. Tidur membantu menghindari aktivitas yang tidak efisien dan berisiko, seperti pada malam hari bagi hewan dengan penglihatan tajam. Selama tidur, suhu tubuh dan aktivitas otot menurun, sehingga energi bisa dihemat. Saat makanan langka, hewan tidur lebih lama untuk menghemat energi. Dalam hal ini, tidur mirip dengan hibernasi, yang juga bertujuan utama untuk menghemat energi.

Mirip dengan Tidur: Hibernasi

Hibernasi menyebabkan penurunan drastis suhu tubuh (namun tidak sampai membekukan darah), detak jantung, aktivitas otak, serta penyusutan sel saraf dan cabang dendrit, yang akan pulih saat suhu tubuh naik kembali.

Beberapa fakta menarik tentang hibernasi:

1. Apakah beruang benar-benar hibernasi masih diperdebatkan, karena penurunan suhu dan metabolisme mereka tidak sedrastis hewan kecil seperti kelelawar atau tupai.

2. Hamster juga bisa hibernasi; pastikan hewan peliharaanmu tidak hanya tidur panjang sebelum mengira ia mati.

3. Hewan yang hibernasi sesekali bangun selama beberapa jam, namun tetap dalam keadaan tidur.

4. Hibernasi memperlambat penuaan, memperpanjang usia, dan membuat tubuh lebih tahan terhadap infeksi serta cedera, bahkan prosedur yang berbahaya bagi otak menjadi tidak berbahaya saat hibernasi.

Perbedaan Spesies dalam Tidur

Jika tidur berfungsi untuk menghemat energi di waktu yang kurang efisien, maka hewan yang aktif sepanjang waktu mungkin hampir tidak butuh tidur. Hal ini terlihat pada beberapa ikan gua yang hidup tanpa cahaya dan suhu stabil—mereka tampaknya tidak tidur sama sekali.

Beberapa hewan juga bisa menunda tidur dalam situasi tertentu. Misalnya, induk lumba-lumba dan bayinya bisa tetap terjaga selama beberapa minggu setelah kelahiran tanpa dampak negatif. Burung jantan sandpiper di Kutub Utara aktif hampir sepanjang hari saat musim kawin, juga tanpa terlihat kelelahan. Burung migrasi terbang di malam hari dan mencari makan di siang hari, sehingga mereka mengurangi kebutuhan tidur, menggantinya dengan tidur singkat saat siang.

Kebutuhan tidur pada hewan sangat bervariasi dan bergantung pada kebutuhan hidup mereka. Hewan pemakan rumput tidur lebih sedikit karena harus makan lebih lama, sedangkan predator bisa tidur lebih lama. Hewan yang rentan terhadap predator juga tidur lebih sedikit.

Contoh menarik lainnya adalah burung swift Eropa, yang bisa terbang terus-menerus hingga dua tahun tanpa mendarat, bahkan diyakini bisa tidur sambil melayang di udara pada malam hari.

Tidur dan Memori

Salah satu fungsi penting tidur adalah meningkatkan memori. Orang yang kurang tidur cenderung mengalami penurunan kemampuan mengingat, sedangkan tidur setelah belajar justru bisa memperkuat memori, bahkan menghasilkan pemahaman atau ingatan yang lebih baik. Penelitian menunjukkan bahwa otak memproses ulang informasi saat tidur, bahkan bisa memperkuat ingatan hanya dengan mendengar isyarat tertentu saat tidur.

Tidur juga membantu seseorang menemukan pola tersembunyi dalam tugas atau masalah, serta meningkatkan kreativitas, terutama jika tidur mencakup fase REM. Namun, tidur siang bisa membuat seseorang sedikit kurang waspada sesudahnya.

Selama tidur, pola aktivitas otak—khususnya di hippocampus—meniru pola saat belajar, dan ini dikaitkan dengan peningkatan performa. Meski sempat diyakini penting, penelitian terbaru menunjukkan bahwa replay ini bisa terjadi mundur, saat bangun, atau pada pengalaman yang jarang, sehingga perannya masih belum sepenuhnya jelas.

Tidur juga membantu “merapikan” koneksi otak: koneksi yang lemah akan dihapus, sementara yang kuat dipertahankan, mencegah aktivitas otak menjadi terlalu padat. Selain itu, gelombang tidur yang disebut sleep spindles meningkat setelah belajar dan berkaitan dengan peningkatan memori. Jumlah sleep spindles bahkan berkorelasi tinggi dengan skor IQ nonverbal.

Fungsi Tidur REM

Sekitar sepertiga hidup manusia dihabiskan untuk tidur, dan seperlima dari waktu tidur tersebut adalah dalam fase REM. REM diduga memiliki fungsi biologis penting, tetapi fungsinya masih diperdebatkan.

Hewan yang tidur lebih lama cenderung memiliki lebih banyak tidur REM. Bayi juga memiliki lebih banyak tidur total dan REM dibanding orang dewasa. Meski REM penting, tidur non-REM tampaknya lebih teratur dan terkontrol.

Salah satu teori menyebut REM membantu menyimpan memori, terutama dalam memperlemah koneksi otak yang tidak tepat. Tidur non-REM lebih berperan dalam pembelajaran verbal, sedangkan REM penting untuk keterampilan motorik. Namun, beberapa orang yang mengonsumsi antidepresan dengan efek mengurangi REM tidak mengalami gangguan memori, bahkan ada penelitian yang menunjukkan peningkatan memori.

Teori lain yang lebih sederhana menyatakan bahwa REM bertujuan untuk menggerakkan bola mata agar kornea mendapat oksigen. Selama tidur, mata tertutup dan kornea tidak mendapat cukup oksigen dari udara. Gerakan mata saat REM membantu mengalirkan oksigen melalui cairan mata. Teori ini menjelaskan mengapa REM lebih banyak terjadi menjelang akhir tidur, ketika cairan di mata sudah lama tidak bergerak. Namun, teori ini dipertanyakan karena pengguna antidepresan yang sedikit mengalami REM tidak mengalami kerusakan kornea.

Perspektif Biologis tentang Mimpi

Penelitian tentang mimpi menghadapi tantangan khusus karena semua informasi tentang mimpi berasal dari laporan pribadi orang, dan peneliti tidak memiliki cara untuk memverifikasi kebenarannya. Selain itu, sebagian besar mimpi mudah dilupakan, dan meskipun diingat, detailnya cepat menghilang.

Hipotesis Aktivasi-Sintesis

Menurut hipotesis aktivasi-sintesis, mimpi adalah upaya otak untuk memahami informasi yang acak dan terdistorsi. Mimpi dimulai dari aktivitas spontan di otak bagian pons (gelombang PGO) yang mengaktifkan sebagian korteks otak. Korteks kemudian mencoba menyusun cerita berdasarkan input ini. Beberapa mimpi umum, seperti terbang atau jatuh, bisa dijelaskan oleh sensasi tubuh saat tidur. Misalnya, saat otot lumpuh selama tidur REM, kita mungkin bermimpi tidak bisa bergerak. Namun, kritik terhadap teori ini adalah prediksinya tidak selalu konsisten—jika benar, mengapa tidak semua orang selalu bermimpi jatuh atau lumpuh saat tidur?

Hipotesis Klinis-Anatomi

Hipotesis kliniko-anatomis merupakan alternatif dari teori mimpi yang didasarkan pada studi pasien dengan kerusakan otak. Seperti teori aktivasi-sintesis, teori ini menyatakan bahwa mimpi muncul dari rangsangan internal otak, ingatan baru, dan sedikit informasi sensorik. Namun, teori ini tidak terlalu menekankan pada pons, gelombang PGO, atau tidur REM, dan lebih melihat mimpi sebagai bentuk berpikir dalam kondisi tidak biasa.

Selama mimpi, otak menerima sedikit input sensorik, dan area motorik serta prefrontal cenderung tidak aktif—ini membuat kita tidak bisa bergerak, sulit mengingat mimpi, dan merasa seolah peristiwa dalam mimpi terjadi tanpa kendali. Sebaliknya, aktivitas meningkat di bagian otak yang berhubungan dengan persepsi visual spasial, emosi, dan motivasi. Stimulasi ini menciptakan pengalaman halusinatif tanpa input dari penglihatan nyata. Meski menjelaskan proses mimpi, teori ini tetap sulit diuji karena tidak bisa memprediksi isi mimpi secara spesifik.


-Bab 9 🧠

-Chapter 9:Internal Regulation


Tubuh manusia bekerja secara aktif untuk mempertahankan kestabilan kondisi internalnya—sebuah proses yang dikenal sebagai homeostasis. Dua contoh utama dari mekanisme ini adalah pengaturan suhu tubuh dan pengendalian keseimbangan cairan. Sebagai makhluk homeotermik, manusia memiliki kemampuan mempertahankan suhu tubuh sekitar 36–37°C meskipun lingkungan sekitarnya berubah drastis. Ini dilakukan melalui dua pendekatan: mekanisme fisiologis (seperti berkeringat untuk mendinginkan tubuh atau menggigil untuk menghasilkan panas) dan mekanisme perilaku (seperti mengenakan pakaian hangat saat dingin atau mencari tempat teduh di cuaca panas).

Pengatur utama dari suhu tubuh ini adalah bagian otak yang disebut Preoptic Area dan Anterior Hypothalamus (POA/AH). Bagian otak ini menerima informasi dari sensor suhu di kulit, organ dalam, dan otak sendiri, lalu mengatur tanggapan tubuh seperti pelepasan keringat atau kontraksi otot untuk menggigil. Dalam kondisi sakit atau infeksi, otak bisa menaikkan suhu tubuh—proses yang kita kenal sebagai demam—melalui aksi senyawa seperti prostaglandin dan histamin. Meski tidak nyaman, demam sebenarnya merupakan strategi alami tubuh untuk memperlambat perkembangan mikroorganisme patogen.

Selain suhu, tubuh juga sangat sensitif terhadap perubahan kadar air dan garam. Sekitar 70% tubuh mamalia terdiri dari air, dan kehilangan sebagian kecil saja dapat mengganggu fungsi vital. Rasa haus muncul melalui dua mekanisme utama: haus osmotik dan haus volumetrik. Haus osmotik terjadi ketika konsentrasi garam dalam darah meningkat, menarik air keluar dari sel dan memicu neuron khusus untuk merangsang rasa haus. Ini sering terjadi setelah makan makanan asin. Di sisi lain, haus volumetrik terjadi ketika tubuh kehilangan cairan melalui perdarahan, diare, atau keringat berlebih, yang menurunkan volume darah dan tekanan darah. Sistem hormon seperti renin-angiotensin berperan dalam merespons kondisi ini.

Beragam spesies memiliki strategi berbeda dalam mengatur cairan tubuh. Misalnya, berang-berang hidup di sekitar air sehingga bisa minum banyak dan mengeluarkan urin encer. Sebaliknya, hewan padang pasir seperti gerbil mengandalkan makanan untuk memperoleh air dan memiliki mekanisme efisien untuk menyimpan cairan.

🔥 Pengaturan Suhu Tubuh: Mesin Termostat Alami.

Tubuh manusia mempertahankan suhu sekitar 36–37°C melalui sistem pengaturan suhu yang bekerja tanpa henti. Sebagian besar energi harian digunakan untuk menjaga kestabilan suhu ini. 

Homeotermik vs. Poikilotermik: Manusia termasuk homeotermik, mampu menjaga suhu tubuh konstan meski lingkungan berubah, berbeda dengan reptil poikilotermik yang suhu tubuhnya mengikuti lingkungan. 

Dua Mekanisme Utama:

Fisiologis: Seperti berkeringat saat panas atau menggigil saat dingin.

Perilaku: Misalnya mengenakan jaket saat dingin atau mencari tempat teduh saat panas. • Peran Otak: Bagian otak

seperti Preoptic Area dan Anterior Hypothalamus (POA/AH) berfungsi sebagai “termometer internal”, menerima sinyal dari kulit, organ dalam, dan otak sendiri, lalu mengatur respons tubuh seperti berkeringat atau menggigil.

Demam sebagai Mekanisme Pertahanan: Saat infeksi, sistem imun melepaskan prostaglandin dan histamin yang memicu POA/AH untuk menaikkan suhu tubuh, membantu melawan mikroba penyebab penyakit.

💧 Regulasi Cairan dan Rasa Haus

Air membentuk sekitar 70% dari tubuh mamalia dan penting untuk menjaga tekanan darah serta reaksi kimia tubuh.


Strategi Spesies:

- Hewan seperti berang-berang minum banyak air dan mengeluarkan urin encer.

- Hewan gurun seperti gerbil mendapatkan air dari makanan dan memiliki adaptasi untuk menghindari kehilangan air.

Haus Osmotik: Terjadi ketika 

konsentrasi zat terlarut dalam cairan tubuh meningkat, menyebabkan air keluar dari sel. Neuron tertentu mendeteksi dehidrasi ini dan memicu rasa haus untuk mengembalikan keseimbangan cairan.


-Bab 10 🧬

Chapter 10-Reproductive Behavior

1. Awal Perkembangan: Semua Janin Memiliki Struktur Dasar yang Sama

Pada tahap awal kehamilan, semua janin memiliki struktur reproduksi yang belum terdiferensiasi. Mereka memiliki dua saluran utama:

Duktus Müllerian: Calon organ reproduksi internal perempuan (rahim, tuba falopi, bagian atas vagina).

Duktus Wolffian: Calon organ reproduksi internal laki-laki (vas deferens, vesikula seminalis).

Selain itu, terdapat gonad yang belum berkembang menjadi testis atau ovarium. 

2. Peran Gen SRY dalam Penentuan Jenis Kelamin

Gen SRY (Sex-determining Region on Y chromosome) yang terdapat pada kromosom Y memicu perkembangan gonad menjadi testis pada janin laki-laki. Testis kemudian menghasilkan dua hormon penting: 

Testosteron: Mendorong perkembangan duktus Wolffian menjadi organ reproduksi laki-laki.

MIH (Müllerian Inhibiting Hormone): Menyebabkan regresi duktus Müllerian, mencegah pembentukan organ reproduksi perempuan. 

Tanpa gen SRY, seperti pada janin perempuan (XX), gonad berkembang menjadi ovarium, duktus Müllerian berkembang menjadi organ reproduksi perempuan, dan duktus Wolffian menyusut. 

3. Produksi Hormon pada Janin Laki-Laki

Setelah testis terbentuk, mereka mulai memproduksi hormon-hormon yang penting untuk perkembangan sistem reproduksi laki-laki:

Androgen (terutama testosteron): Mendorong perkembangan organ reproduksi laki-laki.

MIH: Mencegah perkembangan organ reproduksi perempuan.

Hormon-hormon ini memastikan janin berkembang sesuai dengan jenis kelamin laki-laki.


Bab 11: Perilaku Emosional (Emotional Behaviors)

1. Apa Itu Emosi?

Kalat menjelaskan bahwa emosi melibatkan kombinasi dari tiga komponen utama:

  • Kognitif (apa yang kita pikirkan tentang situasi),

  • Perasaan (apa yang kita rasakan),

  • Respon fisiologis (seperti detak jantung atau ekspresi wajah).

Menurut James-Lange theory, emosi adalah persepsi kita terhadap perubahan fisiologis. Misalnya, kita tidak menangis karena sedih—kita merasa sedih karena kita menangis.

2. Peran Otak dalam Emosi

Beberapa struktur otak penting dalam emosi antara lain:

  • Amigdala: Terlibat dalam pengolahan rasa takut, ancaman, dan agresi.

  • Hipotalamus: Mengatur respons otonom dan hormonal terhadap emosi.

  • Korteks Prefrontal: Membantu dalam mengatur ekspresi emosi dan pengambilan keputusan berbasis emosi.

3. Serotonin, Agresi, dan Hormonal

Kalat menyoroti hubungan antara kadar serotonin rendah dan perilaku agresif, baik pada hewan maupun manusia. Hormon testosteron berperan dalam meningkatkan dominasi dan agresi, sementara kortisol berhubungan dengan respons terhadap stres.

4. Ketakutan dan Kecemasan

Amigdala sangat penting dalam mengenali ancaman. Kalat juga membahas kondisi kerusakan amigdala, seperti pada pasien dengan sindrom Urbach-Wiethe yang tidak bisa merasakan takut.

Farmakologi kecemasan juga dibahas, termasuk obat benzodiazepin dan GABA, yang menurunkan aktivitas otak dan menekan kecemasan.

5. Stres dan Respons Fisiologis

Kalat menjelaskan sistem HPA axis (hipotalamus-pituitari-adrenal) yang mengatur pelepasan kortisol dalam menghadapi stres. Stres kronis dapat menyebabkan kerusakan pada hippocampus dan mempengaruhi fungsi memori.


Bab 12: Biologi dari Pembelajaran dan Memori (The Biology of Learning and Memory)

1. Apa Itu Memori?

Kalat mengelompokkan memori menjadi:

  • Memori jangka pendek vs memori jangka panjang,

  • Memori deklaratif (fakta dan peristiwa) vs memori prosedural (keterampilan dan kebiasaan),

  • Memori eksplisit (sadar) vs implisit (tak sadar).

2. Studi Kasus: Pasien H.M.

Pasien H.M. kehilangan kemampuan untuk membentuk memori jangka panjang setelah hipokampusnya diangkat. Ia tetap memiliki memori jangka pendek dan dapat mempelajari keterampilan baru, tetapi tidak mengingat pernah belajar hal tersebut—menunjukkan perbedaan antara memori deklaratif dan prosedural.

3. Peran Hipokampus

Hipokampus penting dalam konsolidasi memori eksplisit, terutama untuk pembelajaran spasial dan memori kontekstual. Namun, tidak semua bentuk memori bergantung pada hipokampus (misalnya memori kebiasaan bergantung pada ganglia basalis).

4. Neurotransmiter dan LTP

Long-Term Potentiation (LTP) adalah peningkatan jangka panjang dalam kekuatan sinapsis setelah stimulasi berulang. Kalat menjelaskan mekanisme LTP melalui:

  • Aktivasi reseptor AMPA dan NMDA,

  • Masuknya ion kalsium, yang memicu perubahan struktural pada sinaps,

  • Peran protein baru dalam memperkuat koneksi neuron.

5. Faktor Molekuler dan Genetik

Kalat juga membahas bagaimana ekspresi gen dan sintesis protein mempengaruhi pembentukan memori jangka panjang. Aktivitas ini menciptakan jalur sinaptik baru yang memperkuat kemampuan belajar.



6. Gangguan Memori dan Penyakit

Penyakit seperti Alzheimer merusak memori dengan menghancurkan neuron, terutama di hippocampus dan korteks. Kalat menyebut protein amyloid beta dan tau yang terlibat dalam kerusakan saraf.

Kesimpulan:Melalui dua bab ini, Kalat menyajikan pemahaman yang kuat bahwa emosi dan memori bukan hanya fenomena psikologis, tetapi juga proses biologis kompleks yang melibatkan struktur otak, hormon, neurotransmiter, dan bahkan gen. Dengan memahami dasar biologis ini, kita tidak hanya lebih memahami diri sendiri tetapi juga dapat menumbuhkan empati terhadap mereka yang mengalami gangguan psikologis atau neurologis.


BAB 13

Lateralisasi Fungsi 

A. Lateralisasi Fungsi otak 

Lateralisasi fungsi otak, yaitu pembagian fungsi yang berbeda antara belahan otak kiri dan kanan. Meskipun secara struktur terlihat simetris, otak manusia memiliki pembagian fungsi yang asimetris. Belahan kiri otak lebih dominan dalam mengatur bahasa, logika, dan analisis, serta mengendalikan pergerakan tubuh sebelah kanan. Sebaliknya, belahan kanan otak lebih aktif dalam pengolahan visual-spasial, musik, emosi, serta mengendalikan tubuh bagian kiri. Komunikasi dan pertukaran informasi antara kedua belahan otak dilakukan melalui korpus kalosum, yaitu jaringan serabut saraf besar yang menghubungkan keduanya.


Koneksi Visual dan Auditorik



Gambar tersebut menjelaskan bagaimana informasi visual dan auditorik dikoneksikan ke masing - masing belahan otak melalui proses penyilangan saraf. Dalam sistem visual, informasi dari bidang pandang kiri kedua mata akan diproses oleh belahan otak kanan, sedangkan bidang pandang kanan diproses oleh belahan otak kiri. Hal ini disebabkan oleh penyilangan akson retina di kiasma optik, yaitu titik di mana sebagian serabut saraf dari mata kiri dan kanan bertukar sisi ke belahan otak yang berlawanan. Sementara itu, dalam sistem pendengaran, setiap telinga mengirimkan sinyal ke kedua belahan otak, tetapi tetap menunjukkan dominansi pada sisi otak yang berlawanan—telinga kanan lebih banyak mengirim ke otak kiri dan sebaliknya. Mekanisme penyilangan dan dominansi ini merupakan bagian dari proses yang disebut lateralisasi fungsi, yaitu spesialisasi tugas tertentu oleh masing-masing belahan otak. Dengan adanya koneksi ini, otak dapat mengolah dan menyatukan informasi sensorik dari lingkungan secara efisien dan terkoordinasi, memungkinkan manusia merespons dengan tepat terhadap stimulus visual dan auditorik.

B. Korpus Kalosum

Korpus kalosum adalah jaringan serabut saraf besar yang menghubungkan belahan kiri dan kanan otak, memungkinkan pertukaran informasi di antara keduanya. Pada beberapa kasus epilepsi berat, korpus kalosum dipotong dalam prosedur yang disebut operasi split brain untuk mencegah penyebaran kejang antar belahan otak.

Setelah korpus kalosum dipotong, kedua belahan otak tidak bisa saling berkomunikasi secara langsung. Hal ini menyebabkan pasien split-brain mengalami gangguan dalam mengintegrasikan informasi antar sisi tubuh. Misalnya, saat benda dilihat oleh mata kiri, informasi itu hanya diproses oleh belahan kanan. Jika pasien diminta menyebutkan benda tersebut, ia kesulitan karena bahasa dikendalikan oleh belahan kiri, yang tidak menerima informasi itu. Namun pasien bisa menunjuk benda itu dengan tangan kiri, karena dikendalikan oleh otak kanan yang memproses visual tadi. 

Dalam ilustrasi dijelaskan : 

  • pada gambar (A), kata “hatband” ditampilkan di layar secara terpisah: “hat” berada di sisi kiri bidang pandang (diproses oleh belahan kanan otak) dan “band” di sisi kanan bidang pandang (diproses oleh belahan kiri otak). Karena korpus kalosum rusak, kedua belahan otak tidak dapat saling bertukar informasi.

  • pada gambar (B), pasien hanya dapat menyebutkan atau menuliskan kata “band”, karena fungsi bahasa berada di belahan kiri otak. Belahan kiri tidak menerima informasi tentang kata “hat” yang diproses oleh otak kanan, sehingga hanya dapat melaporkan bagian kata yang dilihat oleh mata kanan (diproses oleh otak kiri). 

  • pada gambar (C), ketika pasien diminta untuk menunjuk objek yang sesuai dengan kata yang dilihat, tangan kirinya (dikendalikan oleh otak kanan) mampu menunjuk ke sebuah topi, yaitu objek yang sesuai dengan kata “hat” yang diterima oleh otak kanan.

Secara kesimpulan, gambar ini menunjukkan bahwa pada pasien dengan split brain, masing-masing belahan otak bekerja secara mandiri: otak kiri bisa bicara tapi tidak tahu informasi yang dimiliki otak kanan, sedangkan otak kanan tahu informasi visual tapi tidak bisa mengungkapkannya secara verbal. Ini membuktikan bahwa belahan otak memiliki fungsi khusus dan saling bergantung melalui korpus kalosum.


Belahan Bumi yang terbagi menjadi : Persaingan dan Kerja sama

  1. Belahan Otak: Kompetisi dan Kerja sama

Pada minggu-minggu awal setelah operasi pemisahan otak (pemotongan corpus callosum), kedua belahan otak bertindak seperti individu terpisah yang berbagi satu tubuh. Pasien akan mengalami konflik antara kedua tangan mereka, misalnya:

  • Satu tangan mengambil barang sementara tangan lain mengembalikannya

  • Kesulitan saat memakai baju karena masing-masing tangan memilih pakaian berbeda

  • Kesulitan saat membaca karena tangan kiri mengganggu proses membaca

Meskipun corpus callosum tidak dapat pulih, otak akan tetap belajar menggunakan koneksi yang lebih kecil diantara kedua belahan. Seiring berjalannya waktu, belahan otak kiri biasanya akan mengambil kendali untuk Sebagian besar situasi, dengan cara menekan gangguan dari belahan otak kanan.

Dalam situasi tertentu, kedua belahan otak akan belajar bekerja sama contohnya seperti Seorang pasien menggunakan ekspresi wajah (dikendalikan oleh belahan kanan) untuk mengoreksi tebakan verbal belahan kiri. Belahan otak kiri (yang berbicara) akan menebak jawaban. Jika tebakan salah, belahan otak kanan yang mengetahui jawaban benar akan membuat wajah cemberut, sehingga belahan otak kiri menyadari kesalahan dan mengoreksi diri.

 

Gambar diatas menunjukkan seseorang dengan otak terpisah menggambar dengan tangan kiri Dia melihat kata sky (langit) di bidang visual kiri dan scraper (pengikis) di bidang visual kanan. Belahan otak kirinya mengontrol tangan kiri cukup untuk menggambar pengikis, dan belahan otak kanannya mengontrolnya cukup untuk menggambar langit.

2. Belahan Otak Kanan

Belahan otak kanan memiliki fungsi penting sendiri seperti lebih mahir dalam memahami hubungan spasial dan lebih fokus pada pola keseluruhan (holistik), berbeda dengan belahan kiri yang berfokus pada detail lebih responsif terhadap rangsangan emosional.

Menurut Robert Ornstein, belahan otak kiri lebih fokus pada detail sementara belahan otak kanan lebih fokus pada pola keseluruhan. Dalam sebuah penelitian, peserta diminta mengidentifikasi huruf-huruf kecil yang membentuk huruf besar yang berbeda seperti gambar dibawah ini. Ketika mereka mengidentifikasi huruf kecil, terjadi peningkatan aktivitas di belahan otak kiri, sedangkan saat mengidentifikasi huruf besar secara keseluruhan, aktivitas lebih tinggi terjadi di belahan otak kanan. Belahan otak kanan juga membantu "melihat gambaran besar" dalam pemahaman bahasa dengan cara menghubungkan apa yang didengar dengan konteks keseluruhan.

Belahan otak kanan juga dinilai lebih responsif terhadap rangsangan emosional dibandingkan dengan belahan kiri dan jauh lebih baik untuk memahami emosi dalam gerakan dan nada suara. Seseorang yang mengalami kerusakan pada belahan otak kanan sering berbicara dengan suara monoton, tidak mengenali ekspresi emosional orang lain, serta dinilai gagal dalam memahami humor dan sarkasme. 

Pada eksperimen menggunakan gambar wajah yang setengahnya tersenyum dan setengahnya netral, sebagian besar orang akan cenderung memilih wajah dengan senyum di sisi kiri (yang menstimulasi belahan otak kanan) sebagai yang lebih bahagia. Hal ini menunjukkan peran penting belahan otak kanan dalam interpretasi emosi. sekelompok orang yang memiliki kerusakan otak belahan kiri menunjukkan kinerja lebih baik dibanding orang yang memiliki otak utuh. Seseorang yang memiliki otak utuh cenderung mengandalkan analisis belahan otak kiri mengenai perkataan seseorang, sementara mereka dengan kerusakan belahan kiri mengandalkan reaksi intuitif belahan kanan terhadap ekspresi emosional.

3. spesialisasi belahan otak pada otak utuh

Bahkan pada orang tanpa kerusakan otak, hasil dari eksperimen menunjukkan perbedaan antara belahan otak. Hasil dari eksperimen penciuman menunjukkan seseorang lebih akurat mengenali bau yang tidak dikenal jika menciumnya kedua kali dengan lubang hidung yang sama (dan karenanya belahan otak yang sama).Hal iIni menunjukkan jika pemrosesan informasi dapat terjadi secara terpisah di masing-masing belahan otak.

Sedangkan dalam eksperimen mengetuk, ketika seseorang diminta untuk mengetuk dengan satu tangan lalu dengan kedua tangan sambil berbicara, memgakibatkan aktivitas berbicara dapt mengurangi ketukan yang terjadi di tangan kanan lebih banyak daripada tangan kiri. Hal tersebut menunjukkan bahwa lebih sulit melakukan dua aktivitas sekaligus ketika keduanya bergantung pada belahan otak yang sama.

4. Perbedaan Anatomis Antara Belahan Otak

Gambar diatas menampilkan potongan horizontal otak manusia yang menunjukkan planum temporale, yaitu area penting untuk pemahaman bicara. Area ini lebih besar di belahan otak kiri daripada di belahan otak kanan pada sebagian besar orang.

Norman Geschwind dan Walter Levitsky menemukan bahwa planum temporale, bagian dari korteks temporal yang penting untuk pemahaman bicara, lebih besar di belahan otak kiri pada 65 persen orang. Sedangkan Sandra Witelson dan Wazir Pallie menemukan bahwa planum temporale kiri lebih besar pada 12 dari 14 bayi yang meninggal sebelum usia 3 bulan. Penelitian lainnya juga menunjukkan perbedaan ini bahkan pada bayi prematur. Hal ini menunjukkan jika belahan otak sudah berbeda sejak awal perkembangan.

Perbedaan signifikan juga ditemukan antara belahan otak kiri dan kanan pada simpanse, bonobo, dan gorila. Simpanse dengan planum temporale kiri yang lebih besar umumnya menunjukkan preferensi untuk menggunakan tangan kanan, mirip dengan kebanyakan manusia. Ini menunjukkan bahwa spesialisasi dalam otak manusia dibangun berdasarkan spesialisasi yang sudah ada pada leluhur kita yang mirip kera.

5. Pematangan Corpus Callosum

Corpus callosum tumbuh dan menebal secara bertahap seiring peningkatan mielin di sekitar akson selama masa kanak-kanak dan remaja. Proses pematangan juga melibatkan pengurangan jumlah akson. Pada tahap awal, otak menghasilkan jauh lebih banyak akson daripada yang akan dimilikinya saat dewasa. Hal ini terjadi karena neuron yang terhubung oleh corpus callosum perlu memiliki fungsi yang sesuai. 

Karena pematangan bertahap ini, anak-anak kecil biasanya akan  menunjukkan perilaku yang mirip dengan orang dewasa yang telah menjalani pemisahan otak:

  • Anak usia 3 tahun kesulitan membandingkan stimulus dengan dua tangan sekaligus.

  • Anak usia 4 tahun terkadang menunjuk sisi tubuh yang salah saat merasakan sentuhan.

  • Anak di bawah 6 tahun mengalami kesulitan dengan tugas yang memerlukan koordinasi kedua tangan


6. Menghindari Pernyataan Berlebihan


Meskipun penelitian menunjukkan perbedaan fungsi antara belahan otak kiri dan kanan, perlu dihindari pernyataan yang tidak ilmiah seperti "Saya adalah orang otak kanan/kiri." Pernyataan tersebut didasarkan pada asumsi yang tidak terbukti bahwa setiap individu secara kebiasaan lebih mengandalkan satu belahan otak.


Ketika seseorang mengatakan mereka "berotak kanan," biasanya bukti yang mereka miliki hanyalah bahwa mereka melakukan dengan baik pada tugas kreatif atau buruk pada tugas logis. Faktanya, sebagian besar tugas, terutama yang sulit, memerlukan kerja sama dari kedua belahan otak. Menjadi tidak logis bukanlah hal yang sama dengan kreatif, dan mengandalkan label seperti "orang otak kanan" dapat membatasi pemahaman kita tentang kemampuan kognitif yang sebenarnya lebih kompleks dan terintegrasi.


Bagian 13.2

Evolusi dan Fisiologi Bahasa: Dari Simpanse hingga Burung Beo

Mengapa hanya manusia yang bisa berbicara, sementara hewan lain tidak? Bahasa manusia merupakan hasil evolusi kompleks yang

mencakup kemampuan komunikasi visual, pendengaran, gerakan, dan simbolik. Meskipun beberapa hewan dapat belajar simbol atau

meniru suara, fleksibilitas dan kreativitas bahasa manusia tetap unik.

Simpanse dan Bahasa

Upaya mengajarkan bahasa kepada simpanse seperti Premack dan Elizabeth menunjukkan hasil terbatas. Simpanse bisa mengenali

simbol dan menggunakannya untuk permintaan sederhana, tapi tidak menunjukkan

pemahaman tata bahasa atau kreativitas bahasa manusia. Penelitian Amy Samuels menunjukkan simpanse hanya bisa

menggabungkan simbol tanpa struktur jelas.

Bonobo: Lebih Maju dari Simpanse?

Bonobo seperti Kanzi menunjukkan kemajuan lebih besar. Kanzi belajar dengan hanya mengamati induknya dan bisa menggunakan

simbol untuk menyampaikan ide abstrak seperti luka atau peristiwa masa lalu. Di duga keberhasilannya dipengaruhi oleh:

  1. Pelatihan sejak bayi.

  2. Metode belajar alami tanpa tekanan formal.

  3. Kemampuan memahami bahasa lisan.

Nonprimata: Burung Beo yang Cerdas

Burung beo abu-abu Afrika bernama Alex menunjukkan kemampuan luar biasa. Ia bisa menjawab pertanyaan tentang warna, bentuk,

dan jumlah benda dengan benar. Alex belajar menyebut kata dan memaknainya secara fungsional, meski masih dalam konteks terbatas.

Mengapa Manusia Bisa Mengembangkan Bahasa?

Kemampuan bahasa manusia dipengaruhi oleh:

Kemampuan bahasa manusia dipengaruhi oleh:

  1. Koneksi otak: Hubungan kuat antara korteks pendengaran dan prefrontal membuat manusia unggul dalam memori pendengaran.

  2. Gerakan: Bahasa mungkin berevolusi dari gerakan tubuh, termasuk gerakan bibir dan tangan.

  3. Kemampuan fonologis: Kita bisa mengenali dan mengingat suara secara kompleks.

Ada dua teori utama:

(1) bahasa sebagai produk sampingan evolusi otak secara keseluruhan,

(2) bahasa berkembang sebagai spesialisasi unik manusia.

Apakah Bahasa Hanya Efek Samping Kecerdasan, atau Adaptasi Khusus?

Ada dua pandangan tentang asal-usul bahasa. Pertama, ada yang menganggap bahasa sebagai produk sampingan dari otak besar dan

kecerdasan. Namun, ini dipertanyakan karena hewan berotak besar seperti paus tidak punya bahasa, dan beberapa manusia dengan IQ normal tetap memiliki gangguan bahasa. Sebaliknya, Sebaliknya, individu dengan sindrom Williams bisa berbicara lancar meskipun IQ mereka rendah. Pandangan kedua menyebut bahasa sebagai kemampuan khusus yang berkembang secara alami pada manusia. Anak-anak dapat belajar bahasa dengan cepat, bahkan anak tunarungu bisa menciptakan bahasa isyarat sendiri. Penelitian tentang periode sensitif menunjukkan bahwa otak manusia memiliki waktu tertentu untuk belajar bahasa, dan jika terlambat, kesulitan bahasa bisa terjadi seumur hidup.


Afasia Broca: Gangguan Produksi Bahasa

Afasia Broca terjadi akibat kerusakan pada area Broca di korteks frontal kiri otak, yang pertama kali ditemukan oleh dokter Paul Broca pada tahun 1861. Gangguan ini menyebabkan kesulitan dalam produksi bahasa, baik secara lisan, tulisan, maupun bahasa isyarat. Penderita afasia Broca biasanya dapat memahami bahasa dengan baik, tetapi mereka mengalami kesulitan dalam berbicara secara lancar dan cepat. Ucapan mereka sering terputus-putus, dan mereka cenderung menghilangkan kata-kata kecil seperti preposisi dan konjungsi, meskipun makna dari ucapan mereka tetap dapat dipahami.


Afasia Wernicke (Afasia Fasih):

Afasia Wernicke adalah gangguan bahasa yang terjadi akibat kerusakan di area Wernicke pada otak, yang berada di korteks pendengaran bagian kiri. Penderitanya dapat berbicara dengan lancar dan tata bahasa yang terdengar normal, tetapi isi pembicaraannya sering tidak masuk akal. Mereka juga mengalami kesulitan dalam memahami perkataan orang lain dan tidak menyadari bahwa mereka mengatakan hal-hal yang keliru. Salah satu ciri utama dari afasia ini adalah anomia, yaitu kesulitan menemukan kata yang tepat, terutama nama benda.

Kerusakan tidak hanya pada area Broca, tapi juga bisa melibatkan ganglia basal dan talamus. Mereka juga kesulitan memahami

kalimat kompleks yang bergantung pada struktur tata bahasa, meskipun pengetahuan tentang tata bahasa masih tersisa.

Disleksia

Disleksia adalah gangguan belajar yang membuat seseorang sulit membaca, mengenali huruf, atau menyusun kata, meski mereka cerdas dan bisa berbicara normal. Ini terjadi karena cara kerja otak mereka berbeda, terutama di bagian yang memproses bahasa tertulis.Disleksia bukan karena malas atau tidak pintar. Ini adalah kondisi di mana otak memproses huruf dan kata secara berbeda. Anak dengan disleksia sering membalik huruf, kesulitan mengeja, atau butuh waktu lama untuk membaca, padahal kemampuan berbicaranya lancar.


Saat membaca, mata kita tidak melihat semua kata sekaligus. Mata memusatkan pandangan pada satu titik (disebut titik fiksasi),

lalu otak bekerja mengenali huruf-huruf di sekitarnya. Nah, pada pembaca disleksia, proses ini ternyata berbeda.

Grafik di atas membandingkan pembaca biasa dan pembaca disleksia dalam mengenali huruf-huruf yang berada di sekitar titik fiksasi.

Hasilnya menunjukkan:

  • Pembaca biasa bisa mengenali huruf secara akurat bahkan pada jarak yang cukup jauh dari titik pandang mereka.

  • Pembaca disleksia hanya bisa mengenali huruf secara baik jika huruf itu sangat dekat dengan titik fiksasi. Semakin jauh huruf dari titik fokus, terutama ke arah kanan (tempat kita biasanya membaca), akurasi mereka menurun drastis.

Bahasa dan Otak

Kemampuan berbahasa adalah salah satu ciri khas manusia yang paling kompleks dan menakjubkan. Bahasa bukan hanya alat

komunikasi, tapi juga bagian penting dari cara kita berpikir, merasakan, dan membangun hubungan sosial.

Otak manusia memiliki area khusus yang mengatur bahasa, seperti area Broca (untuk berbicara dan menyusun kalimat) dan

Wernicke (untuk memahami makna kata). Ketika area ini terganggu, seseorang bisa mengalami gangguan seperti afasia, yaitu

kesulitan berbicara atau memahami bahasa. Menariknya, kemampuan bahasa ini berkembang sangat pesat di masa kecil terutama pada periode yang disebut “masa sensitif”. Jika pada masa ini seorang anak tidak mendapat paparan bahasa, kemampuan berbahasanya bisa terganggu seumur hidup.

Bagian 13.3

Penjelasan Hubungan Pikiran-Otak:

Dalam menjelaskan hubungan antara pikiran dan otak, terdapat beberapa pandangan 

1)    Dualisme

Pandangan ini berasal dari nonilmuwan. Dualisme ini percaya bahwa pikiran dan tubuh adalah jenis subtansi yang berbeda dan terpisah. Namun, penjelasan ini ditolak oleh sebagian besar ahli saraf dan filsuf saat ini, karena bertetntangan dengan hukum fisika yang menyatakan bahwa sesuatu hanya bisa berubah jika ada materi atau energi yang bekerja padanya. Selain itu, secara empiris, kerusakan otak selalu mengubah atau menghilangkan aspek mental, yang menunjukkan bahwa pikiran sangat bergantung pada otak.

2)    Monisme

Pandangan ini menjadi alternatif dari dualisme. Monisme menjelaskan bahwa alam semesta berasal dari satu subtansi yang saling bergantung. Beberapa jenis monisme yaitu:

a)     Materialisme: Pandangan bahwa segala sesuatu yang ada bersifat fisik. Pikiran bukanlah sesuatu yang "gaib", tapi bagian dari proses fisik otak, dan ilmu pengetahuan akan bisa menjelaskan semua itu secara fisik di masa depan.

b)    Mentalisme: Keyakinan bahwa hanya pikiran yang benar-benar ada, dan dunia fisik tidak ada atau tidak bermakna kecuali jika ada pikiran yang menyadarinya. 

c)     Posisi identitas: Proses mental dan jenis proses otak tertentu adalah hal yang sama, dijelaskan dengan istilah yang berbeda.

*Posisi identitas tidak mengatakan bahwa pikiran adalah otak. Dikatakan bahwa pikiran adalah aktivitas otak. Aktivitas mental adalah apa yang terjadi di otak. Aktivitas otak tidak menyebabkan kesadaran sebagaimana kesadaran tidak menyebabkan aktivitas otak.

  • Kesadaran akan suatu stimulus atau rangsangan

Penelitian tentang kesadaran menunjukkan bahwa kita belum memahami sepenuhnya mengapa kesadaran ada, namun para ilmuwan telah menemukan cara mempelajari aspek-aspek kecilnya. Salah satu pendekatannya adalah membandingkan kondisi sadar dan tidak sadar terhadap stimulus yang sama menggunakan teknik seperti flash suppression, masking, dan binocular rivalry.


  • percobaan  Masking

Dalam percobaan masking, peneliti menyajikan stimulus visual singkat (misalnya kata) yang kemudian diikuti oleh gambar pengganggu. Ketika tidak ada gangguan, peserta bisa mengenali kata tersebut. Namun, jika ada gangguan visual sebelum dan sesudahnya, peserta tidak menyadari bahwa kata itu pernah muncul.


 

Dalam kasus ini, orang-orang mengidentifikasi kata tersebut hampir 90 persen dari waktu.

Dalam kondisi masking, orang hampir tidak pernah mengidentifikasinya. Mereka biasanya mengatakan bahwa mereka tidak melihat kata sama sekali. Meskipun demikian, otak tetap merespons stimulus itu. Pada kondisi sadar, aktivitas otak lebih kuat dan menyebar ke area yang lebih luas, termasuk korteks prefrontal dan parietal. Rangsangan yang disadari juga menyebabkan sinkronisasi aktivitas antararea otak dalam bentuk gelombang gamma (30–50 Hz), yang diyakini menjadi ciri khas kesadaran.

  • Percobaan Binocular Rivalry

Percobaan binokular menunjukkan bahwa ketika kedua mata melihat gambar yang berbeda secara bersamaan, otak tidak menggabungkannya, melainkan persepsi berganti-ganti antara keduanya. Proses ini disebut binocular rivalry (persaingan binokular). Persepsi bisa dipengaruhi oleh perhatian, makna, dan emosi; gambar yang bermakna atau emosional cenderung lebih lama disadari. Aktivitas otak pun berubah mengikuti gambar yang sedang disadari, dan ini dapat diukur dengan alat seperti fMRI.

  • Nasib stimulus yang tidak diperhatikan

Dalam fenomena persaingan binokular, otak kita tidak sepenuhnya mengabaikan informasi dari mata yang tidak kita fokuskan.

Bahkan ketika perhatian kita tertuju pada satu mata, stimulus yang muncul secara perlahan di mata lainnya masih bisa menarik

perhatian, terutama jika stimulus itu bermakna, seperti kata dalam bahasa sendiri atau bahkan nama sendiri.

Studi menunjukkan bahwa stimulus bermakna dapat memicu peralihan perhatian lebih cepat daripada stimulus yang tidak dikenali.

Hal ini menunjukkan bahwa otak memproses makna dari suatu informasi sebelum kita menyadarinya secara sadar.

Aktivitas otak selama persaingan binokular juga menunjukkan bahwa respons terhadap stimulus yang "terlihat" lebih luas dan ritmis,

sementara respons terhadap stimulus yang "tidak terlihat" tetap ada namun lebih lemah.

  • Kesadaran Sebagai Ambang Batas Gejala

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kesadaran mungkin bekerja seperti saklar yang hidup atau mati, bukan bertahap.

Dalam sebuah studi, peserta diminta mengenali kata-kata yang muncul sangat singkat di layar dan menilai seberapa sadar mereka

terhadap kata tersebut. Hasilnya, Hampir semua orang menjawab 0 (tidak sadar) atau 100 (sadar penuh), dan jarang ada yang menjawab di tengah-tengah. Ini menunjukkan bahwa orang cenderung tidak mengalami “setengah sadar” terhadap suatu rangsangan.

Penelitian dengan pemindaian otak (fMRI) menunjukkan hal serupa. Respons awal otak terhadap gambar yang tampak cepat sama, baik orang itu sadar atau tidak. Tapi pada orang yang sadar, respons otaknya jadi jauh lebih kuat dan menyebar ke banyak bagian otak. Bahkan pada bayi, respons terhadap rangsangan visual yang sangat singkat lemah, tapi jika rangsangannya sedikit lebih lama, otak merespons dengan lebih luas.

Gambar di atas menjelaskan bahwa kesadaran kemungkinan besar bukan muncul secara bertahap, melainkan terjadi secara tiba-tiba

setelah rangsangan melewati ambang tertentu. Grafik memperlihatkan bahwa orang hanya merasa sadar atau tidak sama sekali,

tanpa kondisi “sebagian sadar”. Ilustrasi otak mendukung hal ini: jika rangsangan terlalu lemah, respons otak lemah dan cepat hilang

(tidak sadar); jika cukup kuat, aktivitas otak menjadi luas dan intens (sadar). Ini menegaskan bahwa kesadaran adalah fenomena semua atau tidak sama sekali.

Kesimpulannya, kesadaran tampaknya adalah fenomena ambang batas (threshold): begitu rangsangan cukup kuat, kesadaran "menyala"; kalau tidak, ia tidak muncul sama sekali.

Artinya, kemungkinan besar kita tidak bisa “sebagian sadar” kita sadar, atau tidak

  • Waktu Kesadaran

Kita sering merasa bahwa kita sadar akan sesuatu tepat saat itu terjadi. Tapi, beberapa penelitian menarik justru menunjukkan hal sebaliknya—kesadaran bisa jadi merupakan hasil rekonstruksi otak yang terjadi setelah fakta.

Contohnya, dalam phi phenomenon, dua titik yang muncul bergantian tampak seperti satu titik yang bergerak. Ilusi ini muncul setelah titik kedua ditampilkan, artinya otak menafsirkan gerakan itu belakangan. Begitu juga saat kita mendengar kata-kata ambigu. Kata berikutnya dalam kalimat bisa memengaruhi bagaimana kita memahami kata sebelumnya.

Lebih mengejutkan lagi, dalam eksperimen visual, peserta bisa melaporkan melihat garis yang sangat samar hanya jika mereka diberi petunjuk setelahnya. Petunjuk itu seolah membantu otak "menyadari ulang" apa yang sudah lewat, menunjukkan bahwa informasi bisa disimpan sementara sebelum menjadi sadar

  • Orang yang Sadar dan Tidak Sadar

Untuk memahami dasar fisiologis kesadaran, kita perlu membedakan dua pertanyaan penting:

  1. Apa yang terjadi saat seseorang yang sadar menyadari suatu rangsangan tertentu?

  2. Apa yang membuat seseorang bisa sadar terhadap apa pun sejak awal?

Penelitian menunjukkan bahwa saat seseorang kehilangan kesadaran akibat anestesi, terjadi penurunan aktivitas otak secara keseluruhan, terutama penurunan konektivitas antara korteks serebral (bagian luar otak) dan area subkortikal seperti thalamus, hipotalamus, dan basal ganglia. Kesadaran mulai pulih saat koneksi antara area subkortikal dan korteks kembali aktif, dan kewaspadaan meningkat ketika aktivitas di korteks meningkat.

Kesadaran terhadap suatu rangsangan memerlukan penyebaran aktivitas ke berbagai bagian otak. Jika konektivitas terganggu, tidak ada rangsangan yang bisa menyebar, sehingga seseorang menjadi tidak sadar terhadap apa pun.

Studi juga menunjukkan bahwa orang dalam minimally conscious state (kondisi sadar minimal) masih merespon beberapa rangsangan, meskipun tidak bisa berbicara. Sebaliknya, mereka yang berada dalam vegetative state (keadaan vegetatif) mungkin terlihat terjaga, namun tidak menunjukkan perilaku yang bertujuan.

Namun, eksperimen menggunakan fMRI memberikan hasil mengejutkan. Seorang wanita muda dalam keadaan vegetatif diminta membayangkan bermain tenis dan berjalan di rumahnya. Aktivitas otaknya menunjukkan pola yang mirip dengan orang sehat, menandakan kemungkinan adanya kesadaran meski tanpa gerakan atau ucapan. Penelitian lanjutan bahkan menunjukkan bahwa beberapa pasien bisa menjawab pertanyaan ya/tidak hanya dengan membayangkan aktivitas berbeda.

Metode lain yang menjanjikan adalah stimulasi magnetik singkat ke area otak tertentu lalu diamati dengan EEG. Pada orang yang tertidur, dibius, atau dalam keadaan vegetatif, aktivitas otak hanya menyebar secara lokal. Tapi pada orang dalam kondisi sadar minimal, aktivitas menyebar lebih luas. Metode ini bisa menjadi cara cepat untuk mendeteksi kesadaran pada pasien yang tidak responsif.

  • Perhatian

Perhatian (attention) dan kesadaran (consciousness) adalah dua hal yang saling berkaitan, tetapi tidak sepenuhnya sama. Kita bisa

berada dalam keadaan sadar tanpa secara aktif memperhatikan apa pun. Namun, kita tidak bisa benar-benar memperhatikan

sesuatu tanpa sadar terhadapnya setidaknya pada manusia.

Bayangkan otak seperti kamera: meskipun menangkap banyak informasi sekaligus, kita hanya benar-benar sadar terhadap hal-hal yang sedang kita perhatikan. Dari semua yang dilihat mata kita, hanya sebagian kecil yang masuk ke dalam kesadaran karena kita fokus pada hal itu.

Fenomena seperti inattentional blindness (buta karena tidak memperhatikan) dan change blindness (tidak menyadari perubahan) menunjukkan betapa terbatasnya perhatian kita. Misalnya, jika suatu perubahan terjadi perlahan dalam sebuah adegan yang kompleks, atau saat kita berkedip, kita mungkin tidak menyadarinya—kecuali jika kita sedang fokus pada elemen yang berubah tersebut.

Studi-studi seperti yang dilakukan oleh Henderson & Hollingworth (2003) dan Rensink et al. (1997) memperkuat bahwa perhatian adalah gerbang penting menuju kesadaran. Tanpa perhatian, banyak hal bisa luput dari kesadaran kita, meskipun secara teknis mata kita melihatnya.

  • Area Otak yang Mengendalikan Perhatian

Psikolog membedakan dua jenis perhatian: bottom-up dan top-down.

  • Perhatian bottom-up muncul secara otomatis karena rangsangan dari lingkungan. Misalnya, saat duduk santai di taman, tiba-tiba seekor rusa melintas dan langsung menarik perhatian kita. Ini adalah respons alami terhadap sesuatu yang menonjol atau tidak biasa.

  • Perhatian top-down bersifat disengaja dan dikendalikan oleh tujuan kita. Contohnya, saat mencari seseorang di tengah kerumunan, kita sengaja mengarahkan perhatian dari satu wajah ke wajah lain. Bahkan jika banyak orang memakai kostum mencolok, kita bisa mengabaikannya demi fokus mencari teman kita yang berpakaian biasa.

Contoh lain seperti gambar di atas, dalam konteks membaca, otak kita cenderung otomatis mengenali kata-kata, bukan warnanya. Tapi saat kita berusaha fokus pada warna (bukan kata), terjadi peningkatan aktivitas di area otak yang memproses warna dan penurunan aktivitas di area pemroses kata.

Namun, kemampuan kita untuk menjaga fokus dan menolak gangguan tidak selalu konsisten. Penelitian menunjukkan bahwa jika aktivitas di gyrus frontal tengah (bagian dari korteks prefrontal) tinggi sebelum tugas diberikan, maka kita lebih mampu mengabaikan gangguan, seperti warna mencolok yang tidak relevan.

Kemampuan seseorang untuk mengabaikan gangguan atau tetap fokus bervariasi. Orang yang rutin bermain video game aksi umumnya memiliki kontrol perhatian yang lebih baik, meskipun hubungan ini bersifat korelasional. Penelitian eksperimental menunjukkan bahwa video game tertentu dapat meningkatkan perhatian pada orang berusia di atas 60 tahun, tetapi hanya memberikan sedikit dampak pada orang muda. Selain itu, latihan meditasi intensif juga terbukti dapat memperkuat beberapa aspek perhatian.

Kerusakan otak, khususnya di belahan kanan, dapat menyebabkan neglect syndrome, yaitu ketidakmampuan untuk menyadari sisi kiri tubuh atau ruang. Penderita bisa saja hanya memakai pakaian di sisi kanan, tidak menyadari suara dari telinga kiri, atau membagi garis horizontal terlalu ke kanan. Meski gejala ini bisa parah di awal, banyak pasien menunjukkan pemulihan dalam 10 hingga 20 minggu. Uniknya, bahkan otak normal pun cenderung menunjukkan sedikit bias ke kiri dalam tugas visual atau skala penilaian, yang menunjukkan bahwa perhatian kita tidak selalu sepenuhnya seimbang.

Ilmu Saraf Sosial

Apa Itu Ilmu Saraf Sosial?

Ilmu saraf sosial mempelajari bagaimana otak kita berperan dalam perilaku sosial. Contohnya, manusia cenderung saling membantu, mengajar, dan berempati. Ini berbeda dengan simpanse yang bisa meniru, tapi jarang secara aktif mengajari. Faktor budaya dan ekonomi juga berperan penting—misalnya, banyak orang meluangkan waktu untuk keluarga atau membantu orang lain meski tidak saling kenal.

Biologi Cinta dan Peran Oksitosin

Saat jatuh cinta, otak kita menghasilkan hormon seperti oksitosin dan vasopresin. Hormon-hormon ini memperkuat ikatan emosional, meningkatkan kepercayaan, dan membangkitkan kenangan indah bersama pasangan. Namun, oksitosin juga punya sisi lain: Kalau merasa terancam, hormon ini bisa membuat kita lebih waspada dan justru kurang percaya pada orang asing.

Efek Sosial dari Oksitosin

Menariknya, oksitosin lebih memperkuat hubungan dalam kelompok sendiri daripada dengan orang luar. Jadi, kita cenderung lebih percaya dan baik pada orang yang kita anggap “satu tim”, dan lebih curiga pada yang berbeda pandangan. Ini menjelaskan kenapa solidaritas tinggi bisa terjadi dalam kelompok, tapi juga bisa menimbulkan konflik antar kelompok.

Empati dan Altruisme di Dunia Hewan

Empati bukan hanya milik manusia. Contohnya, tikus dalam eksperimen membuka pintu tabung untuk menyelamatkan tikus lain dari jenis yang sama—tapi tidak melakukan hal itu untuk tikus dari jenis yang berbeda. Ini menunjukkan adanya bias kelompok dalam, bahkan di antara hewan.


Bab 14

PSYCHOLOGICAL DISORDER 




  • Penyalahgunaan zat dan kecanduan: memahami mekanisme dan dampaknya pada otak


Kecanduan merupakan kondisi yang kontradiktif, di mana seseorang tetap melakukan suatu perilaku meskipun sadar bahwa hal tersebut lebih banyak menimbulkan dampak negatif dibandingkan manfaatnya. Kecanduan tidak terbatas pada alkohol atau narkoba saja, tetapi juga dapat mencakup aktivitas seperti berjudi, bermain game secara berlebihan, atau makan secara berlebihan—segala hal yang menimbulkan dorongan kuat dan sulit dikendalikan.


  • Mekanisme kerja zat adiktif 


Kebanyakan zat adiktif berasal dari tumbuhan, seperti nikotin yang ditemukan dalam tembakau, kafein yang terdapat dalam kopi dan teh, serta opiat yang berasal dari tanaman poppy. Zat-zat tersebut memengaruhi fungsi otak dengan cara berinteraksi dengan neurotransmiter, yaitu senyawa kimia yang mengirimkan sinyal antar sel saraf.


  • Ada dua tipe utama obat

  • Agonis: meningkatkan atau meniru efek neurotransmiter

  • Antagonis: menghambat efek neurotransmiter 


Efektivitas suatu zat juga tergantung pada jumlah reseptor yang dimiliki seseorang. Misalnya, seseorang dengan banyak reseptor dopamin jenis tertentu akan merespons zat tersebut dengan cara yang berbeda dibandingkan orang lain.


  • Kesamaan dan perbedaan diantara zat adiktif 


Sebagian besar zat adiktif memengaruhi sistem dopamin dan norepinefrin dalam otak. Ketika area otak seperti nucleus accumbens diaktifkan, muncul perasaan senang yang kemudian memperkuat perilaku tersebut menjadi kebiasaan. Dalam eksperimen, bahkan tikus akan terus menekan tuas untuk merangsang bagian otaknya yang berhubungan dengan rasa kesenangan.







  • Peran nucleus accumbens


Daerah otak ini memainkan peran penting dalam semua jenis pengalaman yang menyenangkan. Zat adiktif seperti kokain dan amfetamin menghambat penyerapan ulang dopamin sehingga zat ini bertahan lebih lama dan meningkatkan efeknya.


  • Pengaruh genetik dan lingkungan 


Beberapa orang memiliki kecenderungan genetik terhadap kecanduan, termasuk variasi pada reseptor dopamin dan enzim seperti COMT yang memengaruhi metabolisme dopamin. Lingkungan juga berperan besar, seperti pola asuh di masa kecil dan tekanan sosial.


Ada dua tipe alkoholisme

  • Tipe II (atau Tipe B): muncul lebih awal, biasanya sebelum usia 25, sering kali bersifat genetis.

  • Tipe I (atau Tipe A): muncul setelah usia 25, lebih dipengaruhi oleh stres dan kondisi lingkungan.


  • Gejala Kecanduan: Hasrat dan Putus Zat


Salah satu tanda utama dari kecanduan adalah craving, yakni dorongan yang sangat kuat untuk menggunakan suatu zat atau melakukan aktivitas tertentu. Gejala putus zat (withdrawal) bisa sangat menyakitkan, mencakup rasa gelisah, mual, kejang, bahkan halusinasi. Ketika seseorang kembali menggunakan zat tersebut untuk meredakan gejala ini, maka terbentuklah siklus kecanduan.


  • Toleransi dan adaptasi otak


Semakin lama seseorang mengonsumsi zat adiktif, tubuh akan mengalami toleransi, sehingga butuh dosis lebih tinggi untuk merasakan efek yang sama. Otak juga belajar untuk mengantisipasi keberadaan zat tersebut dan merespons secara negatif ketika zat itu tidak ada.


  • Prediktor perilaku penyalahgunaan alkohol 


Penelitian mengungkapkan bahwa anak laki-laki yang memiliki ayah seorang alkoholik cenderung memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami kecanduan alkohol. Mereka umumnya menunjukkan toleransi yang tinggi terhadap alkohol—merasa kurang mabuk meskipun mengonsumsi jumlah yang sama seperti orang lain. Hal ini berisiko karena mendorong mereka untuk minum lebih banyak dan meningkatkan kemungkinan kecanduan.


Beberapa karakteristik masa kanak-kanak yang sering dikaitkan dengan kecanduan di usia dewasa antara lain adalah mudah merasa bosan, gemar mencari sensasi, dan memiliki kepribadian ekstrovert. Studi lebih banyak difokuskan pada laki-laki karena mayoritas pecandu alkohol berat adalah pria.





Gambar 14.3 menunjukkan desain studi yang membandingkan reaksi alkohol pada anak laki-laki dari ayah alkoholik dan anak dari keluarga tanpa riwayat alkoholisme. Tujuannya untuk melihat siapa yang cenderung menjadi pecandu di masa depan.


  • Penanganan dan terapi penyalahgunaan alkohol 


Sebagian orang yang mengalami kesulitan untuk berhenti minum dapat terbantu melalui dukungan dari kelompok seperti Alcoholics Anonymous atau dengan terapi kognitif perilaku. Selain itu, terdapat pendekatan medis yang menggunakan obat-obatan, antara lain:


  • Disulfiram (Antabuse): Menimbulkan rasa mual dan tidak nyaman saat alkohol dikonsumsi, sehingga membantu individu mengaitkan alkohol dengan pengalaman yang tidak menyenangkan.


  •  Naltrexone dan Acamprosate: Berfungsi mengurangi kenikmatan yang dirasakan saat minum alkohol serta menurunkan dorongan untuk mengonsumsinya.


Namun, keberhasilan penggunaan obat-obatan ini sangat bergantung pada motivasi individu serta faktor-faktor genetik masing-masing pasien.


  • Penanganan opiat


Metadon dan buprenorfin digunakan untuk mengatasi kecanduan heroin. Obat ini meniru efek opiat tanpa menimbulkan euforia, membantu pasien mengurangi ketergantungan dan mencegah kambuh.


  • Terapi eksperimental


Penelitian baru mencoba mengganggu ingatan terhadap kecanduan dengan teknik yang disebut “reconsolidation.” Ini dapat mengurangi craving (dorongan kuat) setelah pemicu muncul, dan berpotensi menjadi pengobatan masa depan.



Gambar 14.4: Penulis menemukan mesin penjual alkohol otomatis di Jepang, menggambarkan bagaimana akses yang mudah terhadap alkohol dapat memengaruhi kebiasaan minum masyarakat.


  • Memahami depresi: saat sedih menjadi gangguan serius


Depresi bukan hanya perasaan sedih yang umum dirasakan. Ini merupakan gangguan suasana hati yang dapat memengaruhi pola pikir, emosi, serta aktivitas harian seseorang. Dalam artikel ini, akan dibahas secara ringkas mengenai depresi mayor, pengaruh faktor genetik, dan kaitannya dengan fungsi otak.


  • Apa itu depresi mayor?


Depresi mayor adalah kondisi ketika seseorang merasa sedih, putus asa, tidak bersemangat, dan tidak menikmati apa pun hampir setiap hari selama berminggu-minggu. Gejala lainnya bisa berupa:


  • Sulit tidur


  • Merasa tidak berharga


  • Sulit konsentrasi


  •  Memikirkan bunuh diri


Ini lebih dari sekadar "bad mood". Orang dengan depresi bisa kehilangan semangat hidup tanpa alasan jelas.


  • Siapa yang bisa terkena depresi?


Sekitar 5% orang dewasa mengalami depresi mayor setiap tahunnya. Kondisi ini lebih sering dialami oleh perempuan, terutama setelah memasuki masa remaja. Episode depresi dapat terjadi sekali atau berulang, dan sering kali dipicu oleh tekanan hidup yang berat, seperti kehilangan orang terdekat atau perceraian.


  • Faktor genetik: apakah depresi bisa diturunkan?


Benar, faktor genetik turut berperan dalam depresi. Penelitian menunjukkan bahwa individu yang memiliki anggota keluarga dengan riwayat depresi memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami kondisi serupa. Salah satu gen yang banyak diteliti adalah gen pengangkut serotonin. Orang yang memiliki varian gen tertentu (dua alel pendek) cenderung lebih rentan mengalami depresi, terutama ketika menghadapi tekanan hidup yang berat seperti kehilangan pekerjaan atau perceraian.

📊 Grafik menggambarkan bahwa semakin tinggi tingkat stres yang dialami, dan bila seseorang memiliki gen yang sensitif, maka risiko mengalami depresi meningkat secara signifikan.


  • Hubungan otak dan depresi 


Otak kita juga punya peran besar. Orang yang bahagia biasanya punya aktivitas tinggi di bagian kiri prefrontal cortex. Sementara orang dengan depresi cenderung punya aktivitas lebih tinggi di bagian kanan, yang berkaitan dengan emosi negatif.


Menariknya, arah pandangan saat berpikir juga bisa mencerminkan aktivitas otak. Kebanyakan orang menoleh ke kanan saat berpikir (menandakan aktivitas otak kiri), tapi orang dengan depresi lebih sering menoleh ke kiri.


  • Kesimpulan 


Depresi mayor adalah kondisi medis yang serius, bukan karena lemah atau kurang bersyukur. Faktor penyebabnya bisa dari stres, genetik, hingga aktivitas otak yang tidak seimbang. Kabar baiknya, depresi bisa diobati, dan banyak orang berhasil pulih.


  • Mengenal Lebih Dekat Obat Antidepresan


Pernah dengar istilah antidepresan? Ini adalah jenis obat yang dirancang untuk membantu mengatasi gejala depresi dan gangguan suasana hati lainnya. Dokter biasanya meresepkannya setelah melakukan diagnosis yang tepat.


  • Kenapa anti depresan diperlukan?


Depresi bukanlah sekadar rasa sedih biasa, melainkan kondisi medis yang kompleks dan dapat mengganggu kehidupan sehari-hari secara signifikan. Antidepresan bekerja dengan membantu menyeimbangkan senyawa kimia alami di otak yang disebut neurotransmiter. Beberapa neurotransmiter utama yang berperan dalam depresi adalah serotonin, norepinefrin, dan dopamin. Ketidakseimbangan dalam senyawa-senyawa inilah yang diyakini menjadi salah satu penyebab munculnya gejala depresi.


  • Jenis-Jenis Antidepresan yang Umum


Terdapat beberapa golongan utama antidepresan yang bekerja dengan mekanisme berbeda, antara lain:


  • Inhibitor Reuptake Serotonin Selektif (SSRI): Obat ini menghambat penyerapan kembali serotonin di otak sehingga meningkatkan kadar serotonin aktif di antara sel saraf. Contohnya fluoxetine (Prozac), sertraline (Zoloft), dan paroxetine (Paxil).


  • Inhibitor Reuptake Serotonin-Norepinefrin (SNRI): Mirip dengan SSRI, SNRI menghambat reuptake dua neurotransmiter sekaligus, yaitu serotonin dan norepinefrin. Contohnya venlafaxine (Effexor) dan duloxetine (Cymbalta).


  • Inhibitor Monoamine Oksidase (MAOI): Obat ini menghambat enzim monoamine oksidase yang memecah serotonin, norepinefrin, dan dopamin di otak. Karena efek samping dan interaksi obat yang serius, MAOI biasanya digunakan sebagai pilihan terakhir. Contohnya phenelzine (Nardil).


  • Antidepresan Trisiklik (TCA): Golongan obat lama yang juga menghambat reuptake serotonin dan norepinefrin, namun cenderung memiliki efek samping lebih banyak dibanding SSRI dan SNRI.


  • Antidepresan Atipikal: Kelompok ini memiliki mekanisme kerja yang beragam dan tidak termasuk golongan di atas. Contohnya trazodone, mirtazapine, dan bupropion.


  • Bagaimana Antidepresan Bekerja di Otak?


Secara sederhana, antidepresan berfungsi meningkatkan kadar neurotransmiter penting dalam otak. Bayangkan neurotransmiter sebagai "kurir" yang mengantarkan pesan antar sel saraf. Pada kondisi depresi, jumlah kurir ini bisa berkurang atau tidak bekerja secara efektif. Antidepresan membantu memperbanyak kurir tersebut agar pesan dapat disampaikan dengan lebih baik, sehingga suasana hati dan gejala depresi dapat membaik.


Hal Penting yang Perlu Diingat:


  • Antidepresan adalah obat keras yang hanya boleh digunakan sesuai resep dan pengawasan dokter.


  • Efek antidepresan tidak langsung terasa, biasanya butuh beberapa minggu untuk mengalami perbaikan signifikan.


  • Jangan menghentikan pemakaian antidepresan secara tiba-tiba tanpa konsultasi dokter, karena bisa menimbulkan gejala putus obat.


  • Respon terhadap antidepresan berbeda-beda pada setiap individu, dan dokter akan menyesuaikan jenis serta dosis yang paling cocok.



Selain jenis SSRI dan SNRI yang sudah dibahas, ada juga kelompok antidepresan lain dengan cara kerja unik, yaitu antidepresan atipikal dan trisiklik. Mari kita kenali lebih jauh!




  • Antidepresan Atipikal: Pilihan dengan Cara Kerja yang Bervariasi


Sesuai namanya, antidepresan atipikal adalah kelompok obat yang tidak masuk dalam kategori utama seperti SSRI atau SNRI. Mereka bekerja dengan memengaruhi berbagai neurotransmiter di otak, seringkali dengan kombinasi mekanisme.


  •  Contoh dan Cara Kerja: Salah satu contoh antidepresan atipikal yang disebutkan adalah bupropion (Wellbutrin). Obat ini berbeda karena utamanya memengaruhi neurotransmiter dopamin dan norepinefrin, dengan sedikit atau tanpa efek pada serotonin. Ini bisa menjadi pilihan yang baik untuk orang yang tidak merespons dengan baik terhadap SSRI atau mengalami efek samping yang mengganggu.


  •  Keuntungan Potensial: Karena cara kerjanya yang berbeda, antidepresan atipikal terkadang memiliki efek samping yang berbeda pula. Misalnya, bupropion cenderung tidak menyebabkan disfungsi seksual seperti beberapa SSRI.



  • Antidepresan Trisiklik (TCA): Generasi Lama dengan Efek yang Lebih Luas


Antidepresan trisiklik adalah golongan obat yang lebih tua namun masih efektif untuk mengatasi depresi. Nama "trisiklik" berasal dari struktur kimianya yang memiliki tiga cincin.


Cara Kerja: TCA menghambat penyerapan kembali (reuptake) neurotransmiter serotonin dan norepinefrin di otak, mirip dengan SNRI, tetapi juga memengaruhi neurotransmiter lain seperti histamin dan asetilkolin.


Pertimbangan Penting: Karena pengaruhnya pada berbagai neurotransmiter tersebut, TCA sering menimbulkan efek samping lebih banyak dibanding SSRI dan SNRI. Efek samping yang umum meliputi mulut kering, penglihatan kabur, sembelit, dan pusing. Oleh sebab itu, TCA biasanya bukan pilihan pertama, kecuali dalam kondisi khusus atau ketika obat lain tidak efektif.


  • Mengapa Dokter Memilih Jenis Antidepresan yang Berbeda?


Pemilihan jenis antidepresan disesuaikan berdasarkan beberapa faktor, antara lain:


  • Jenis dan tingkat keparahan depresi atau gangguan lain yang dialami pasien.


  • Gejala utama yang paling menonjol.


  • Riwayat bagaimana pasien merespons pengobatan sebelumnya.


  • Kondisi kesehatan lain yang mungkin dimiliki pasien.


  • Potensi interaksi dengan obat-obatan lain yang sedang digunakan.


  • Profil efek samping yang mungkin timbul dari obat tersebut.


Pentingnya Konsultasi dengan Dokter


Sangat penting untuk selalu berkonsultasi dengan dokter dalam menentukan jenis antidepresan yang paling sesuai dan aman untuk Anda. Dokter akan memantau kondisi dan perkembangan Anda secara berkala serta menyesuaikan pengobatan jika diperlukan. Jangan ragu untuk bertanya tentang manfaat, risiko, dan alternatif dari setiap pilihan pengobatan yang ditawarkan.


Seberapa Efektifkah Antidepresan Sebenarnya?


Banyak orang mungkin bertanya-tanya: Apakah antidepresan benar-benar membantu? Mari kita telaah lebih dalam berdasarkan berbagai temuan dan pandangan ahli.


Pandangan Hati-Hati tentang Efektivitas Antidepresan


Penting untuk memiliki harapan yang realistis. Sejumlah ahli menilai bahwa efek antidepresan, khususnya pada depresi ringan hingga sedang, mungkin tidak sebesar yang sering dibayangkan. Dalam beberapa kasus, perbaikan gejala yang dirasakan pasien bisa berasal dari efek plasebo—yaitu peningkatan kondisi yang terjadi karena keyakinan pasien terhadap pengobatan, bukan karena efek farmakologis obat itu sendiri.


Apa Kata Penelitian?


Penelitian menunjukkan bahwa pada banyak kasus depresi ringan, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pasien yang diberi antidepresan dan mereka yang hanya menerima plasebo. Hal ini menunjukkan bahwa pemulihan bisa terjadi secara alami, atau karena dukungan psikologis dan harapan positif terhadap pengobatan.


Kapan Antidepresan Lebih Efektif?


Meski demikian, antidepresan terbukti lebih efektif pada depresi berat. Pada kasus-kasus yang lebih parah, obat ini menunjukkan perbedaan yang jelas dalam perbaikan kondisi jika dibandingkan dengan plasebo. Dengan kata lain, semakin berat tingkat depresinya, semakin besar kemungkinan antidepresan memberikan manfaat yang nyata.


  • Grafik yang menjelaskan 


Grafik yang disertakan dalam teks menggambarkan rata-rata perbaikan gejala depresi dibandingkan dengan tingkat keparahan awal. Garis berwarna solid menunjukkan kelompok pasien yang menerima antidepresan, sedangkan garis putus-putus menunjukkan kelompok yang menerima plasebo.

  • Pasien dengan depresi ringan (skor awal rendah): Perbaikan yang terlihat antara kelompok antidepresan dan plasebo cenderung serupa.


  • Pasien dengan depresi berat (skor awal tinggi): Kelompok yang menerima antidepresan menunjukkan perbaikan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan kelompok plasebo.

Kesimpulan Sementara:


Efektivitas antidepresan tampaknya bergantung pada tingkat keparahan depresi. Untuk depresi ringan, manfaatnya mungkin kecil dan tidak jauh berbeda dengan efek plasebo. Namun, untuk depresi berat, antidepresan dapat memberikan bantuan yang signifikan.


Penting untuk Diingat:


  •  Informasi ini bersifat umum dan tidak menggantikan nasihat dari profesional kesehatan.


  •  Setiap individu dapat merespons pengobatan secara berbeda.


  • Alternatif Antidepresan dan Biologi Perubahan Suasana Hati


Perubahan suasana hati adalah hal yang normal dalam kehidupan sehari-hari. Namun, jika perubahan tersebut berlangsung secara ekstrem atau mengganggu aktivitas dan fungsi harian, hal ini bisa menjadi indikasi adanya gangguan suasana hati seperti depresi atau gangguan bipolar. Artikel ini akan mengulas berbagai pilihan pengobatan non-obat, memberikan pemahaman lebih dalam mengenai gangguan bipolar dan gangguan afektif musiman, serta menjelaskan aspek biologis yang memengaruhi fluktuasi suasana hati.


  • Alternatif terhadap obat anti depresan 


Meskipun antidepresan sering diresepkan untuk mengatasi depresi, ada berbagai pendekatan non-farmakologis yang terbukti efektif, terutama untuk kasus depresi ringan hingga sedang. Berikut adalah beberapa alternatifnya:

    1.    Psikoterapi (Terapi Bicara)

Terapi kognitif perilaku (CBT) membantu mengubah pola pikir negatif yang memperkuat depresi. Terapi interpersonal juga efektif untuk membantu memperbaiki hubungan sosial yang bermasalah.

    2.    Olahraga Teratur

Aktivitas fisik meningkatkan pelepasan endorfin dan serotonin, zat kimia otak yang membantu memperbaiki suasana hati secara alami.

    3.    Mindfulness dan Meditasi

Teknik kesadaran penuh membantu seseorang lebih sadar akan pikiran dan emosinya, mengurangi stres, dan meningkatkan regulasi emosi.

    4.    Terapi Cahaya

Terutama efektif untuk gangguan afektif musiman (SAD), terapi cahaya menggunakan lampu terang untuk menggantikan kurangnya paparan sinar matahari.

    5.    Perubahan Gaya Hidup

Pola tidur yang baik, nutrisi seimbang, serta menghindari alkohol dan kafein berlebihan dapat membantu menjaga kestabilan suasana hati.


  • Gangguan Bipolar: Lebih dari Sekadar Naik-Turun Mood


  •  Bipolar I: Melibatkan episode mania yang berat, sering kali diikuti oleh episode depresi.

  •   Bipolar II: Episode hipomania (lebih ringan dari mania) dan depresi berat.


Gejala episode mania dapat meliputi:

  •    Rasa percaya diri yang berlebihan

  •  Penurunan kebutuhan tidur

  •   Berbicara cepat dan berpindah-pindah topik

  •    Pengambilan risiko yang tidak biasa


Sedangkan gejala depresi mencakup:

  • Kehilangan minat

  •     Keletihan yang terus-menerus

  •     Pikiran untuk bunuh diri


  • Pengobatan Untuk gangguan suasana hati


Penanganan gangguan suasana hati bersifat multimodal dan bergantung pada diagnosis spesifik:

    •    Obat-obatan: Stabilizer mood seperti lithium atau antikonvulsan digunakan untuk gangguan bipolar. SSRI atau SNRI mungkin digunakan untuk depresi.

    •    Psikoterapi: CBT dan terapi keluarga sangat penting, khususnya untuk gangguan bipolar agar pasien dan keluarga memahami tanda-tanda relaps.

    •    Terapi Elektrokonvulsif (ECT): Digunakan dalam kasus depresi berat yang tidak merespon pengobatan lain.

    •    Manajemen gaya hidup: Sangat penting dalam menjaga stabilitas mood



  • Gangguan Afektif Musiman (Seasonal Affective Disorder)


Gangguan Afektif Musiman (SAD) merupakan jenis depresi yang muncul pada waktu tertentu dalam setahun, umumnya saat musim gugur dan musim dingin ketika paparan sinar matahari berkurang. Gejala yang sering dialami meliputi:


  • Perasaan sedih atau putus asa


  • Kehilangan energi


  • Meningkatnya keinginan untuk mengonsumsi karbohidrat


  • Sulit bangun di pagi hari



Terapi cahaya menjadi metode pengobatan utama untuk SAD, dengan dukungan tambahan dari psikoterapi dan perubahan gaya hidup seperti berjalan di pagi hari di bawah sinar matahari.


  • Definisi skizofrenia 


Istilah skizofrenia pertama kali diperkenalkan oleh Eugen Bleuler pada tahun 1911. Kata ini berasal dari bahasa Yunani yang berarti "pikiran yang terpecah", menggambarkan pemisahan antara aspek emosional dan intelektual dalam diri seseorang. Skizofrenia merupakan gangguan mental yang kompleks, yang memengaruhi pola pikir, perasaan, dan perilaku seseorang, serta sering menimbulkan kesulitan dalam menjalani hubungan sosial dan aktivitas harian.


  • Kriteria diagnosis 


Menurut DSM-5, diagnosis skizofrenia mensyaratkan adanya gejala yang berlangsung selama minimal enam bulan, dengan setidaknya dua dari gejala berikut:


  • Delusi: Keyakinan yang tidak sesuai dengan kenyataan dan sulit digoyahkan.


  • Halusinasi: Persepsi sensori palsu, seperti mendengar suara yang tidak ada.


  • Pikiran yang tidak teratur: Bicara kacau, tidak logis, atau sulit dipahami.


  • Perilaku yang sangat tidak teratur atau tidak responsif.



Gejala-gejala ini dikelompokkan menjadi dua kategori utama:


  • Gejala positif: Hal-hal yang muncul tetapi seharusnya tidak ada, seperti delusi dan halusinasi.


  • Gejala negatif: Hilangnya fungsi normal, seperti ekspresi emosi yang datar atau kurangnya motivasi.



Penyebab pasti skizofrenia belum diketahui, namun diyakini melibatkan kombinasi faktor biologis (seperti genetik dan kimia otak) serta faktor lingkungan (misalnya stres atau trauma awal kehidupan).


  • Gejala utama 


  • Gejala positif termasuk delusi, halusinasi, dan perilaku yang tidak teratur.


  • Gejala negatif sering kali lebih sulit untuk dikenali dan diobati.



  • Gejala kognitif skizofrenia 


Gejala kognitif pada skizofrenia mencakup kesulitan dalam berpikir abstrak, mempertahankan fokus atau perhatian, serta kecenderungan menangkap informasi secara harfiah tanpa memahami makna yang lebih dalam. Penelitian menunjukkan bahwa individu dengan skizofrenia sering menunjukkan respons otak yang berlebihan terhadap rangsangan yang tidak relevan, menandakan adanya gangguan dalam kemampuan menyaring informasi yang penting.


  • Hipotesis gangguan memori kerja


Salah satu hipotesis utama mengenai skizofrenia adalah bahwa gangguan pada memori kerja menjadi inti dari masalah kognitif yang dialami. Contohnya dapat dilihat dalam eksperimen di mana peserta diminta untuk mengingat dan menceritakan kembali sebuah gambar, sambil diberi gangguan tambahan berupa huruf-huruf yang harus diperhatikan setiap dua huruf sekali. Gangguan ini secara signifikan menghambat kemampuan mereka untuk menyampaikan cerita dengan jelas, menyerupai bagaimana komunikasi penderita skizofrenia sering kali terdengar tidak terstruktur atau membingungkan.


  • Diagnosis banding skizofrenia 


Skizofrenia harus dibedakan dari berbagai kondisi medis atau psikologis lain yang dapat menimbulkan gejala serupa. Beberapa kondisi yang bisa meniru gejala skizofrenia meliputi:


  • Penyalahgunaan zat, seperti amfetamin, kokain, LSD, atau PCP


  • Kerusakan otak, termasuk tumor atau cedera pada area temporal atau prefrontal


  • Gangguan pendengaran yang tidak terdiagnosis, yang dapat menyebabkan respons yang tampak aneh


  • Penyakit neurodegeneratif, seperti penyakit Huntington


  • Kelainan nutrisi, seperti kekurangan niasin, vitamin C, atau intoleransi terhadap susu dan gluten


Identifikasi yang tepat sangat penting untuk memastikan diagnosis dan penanganan yang sesuai.


  • Aspek genetik 


Skizofrenia memiliki dasar genetik yang kuat, namun tidak disebabkan oleh satu gen tunggal. Sebaliknya, gangguan ini melibatkan kombinasi berbagai gen yang berinteraksi dengan faktor lingkungan. Risiko seseorang untuk mengembangkan skizofrenia meningkat secara signifikan jika memiliki hubungan biologis dengan penderita, seperti orang tua atau saudara kandung.


  • Perbedaan gender dan faktor lain


Skizofrenia lebih sering terjadi dan cenderung lebih berat pada pria dibandingkan wanita, dengan rasio sekitar 7:5. Gangguan ini biasanya muncul lebih awal pada pria, yakni di masa remaja atau awal usia 20-an.


Beberapa temuan menarik yang belum sepenuhnya dapat dijelaskan oleh ilmu medis terkait skizofrenia antara lain:


  • Penderita skizofrenia cenderung juga mengidap diabetes tipe 1.


  • Mereka memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena kanker usus besar, tetapi justru lebih rendah untuk jenis penyakit lainnya.


  • Wanita yang mengalami skizofrenia saat hamil lebih sering melahirkan anak perempuan, sementara mereka yang mengalaminya setelah melahirkan cenderung memiliki anak laki-laki.


  • Banyak penderita memiliki bau badan khas yang dihasilkan oleh zat kimia tertentu, dan mereka sering kesulitan mengenali bau tersebut.


  • Gangguan pada gerakan mata juga sering ditemukan, baik pada penderita skizofrenia maupun pada kerabat dekat mereka, yang mungkin mencerminkan komponen genetik atau neurologis.


  • Studi keluarga 


Risiko terkena skizofrenia meningkat jika seseorang memiliki kerabat dekat yang juga mengidap gangguan tersebut. Studi pada kembar menunjukkan bahwa kembar identik lebih sering sama-sama mengalami skizofrenia dibandingkan kembar non-identik, meskipun mereka tidak selalu menyadari bahwa mereka kembar identik. Hal ini menegaskan bahwa faktor genetik memegang peranan lebih besar daripada pengaruh lingkungan atau perlakuan yang serupa dalam berkembangnya skizofrenia.


  • Anak adopsi yang mengalami skizofrenia 


Anak-anak yang diadopsi dan mengidap skizofrenia lebih sering memiliki kerabat biologis dengan gangguan yang sama dibandingkan dengan kerabat adopsi mereka. Studi dari Denmark menemukan bahwa sekitar 12,5% anak adopsi yang orang tua kandungnya skizofrenik mengembangkan skizofrenia, sementara tidak ada kasus pada anak dengan orang tua adopsi yang menderita skizofrenia. Temuan ini menegaskan peran genetik dalam penyakit ini, namun juga bisa dijelaskan oleh faktor lingkungan prenatal, seperti ibu hamil dengan skizofrenia yang mungkin mengonsumsi alkohol, obat-obatan, atau pola makan yang kurang sehat.


Selain itu, studi dari Finlandia menunjukkan bahwa risiko skizofrenia meningkat jika anak diadopsi oleh keluarga dengan kondisi disfungsional, meskipun risiko genetiknya rendah, menandakan bahwa lingkungan pasca-adopsi juga berpengaruh pada perkembangan gangguan ini.


  • Upaya menemukan gen skizofrenia 


Para peneliti telah mengidentifikasi sejumlah gen yang lebih sering ditemukan pada penderita skizofrenia, salah satunya adalah gen DISC1, yang berperan dalam diferensiasi dan migrasi neuron selama perkembangan otak. Namun, belum ada gen tunggal yang secara kuat dikaitkan dengan skizofrenia.


Gen-gen yang memiliki pengaruh besar terhadap risiko biasanya sangat langka, sementara gen yang umum justru memberikan kontribusi kecil dan sulit untuk dilacak secara pasti. Banyak ilmuwan meyakini bahwa mutasi baru atau mikrodelesi—yaitu penghapusan kecil pada bagian kromosom—memiliki peran penting dalam gangguan ini. Mikrodelesi tersebut dapat mengganggu perkembangan otak dan meningkatkan risiko skizofrenia.


Selain itu, anak dari ayah yang berusia lebih tua (di atas 55 tahun) cenderung memiliki risiko lebih tinggi untuk mengidap skizofrenia, yang diduga berkaitan dengan mutasi baru yang lebih sering terjadi seiring bertambahnya usia ayah.



  • Hipotesis Neurodevelopmental (Perkembangan Otak)


Hipotesis ini menyatakan bahwa skizofrenia berasal dari kelainan otak yang terjadi selama masa prenatal atau neonatal akibat faktor genetik, lingkungan, atau kombinasi keduanya. Kelainan ini membuat otak menjadi lebih rentan terhadap stres berat di masa dewasa, sehingga menyebabkan gangguan fungsi otak yang ringan tapi signifikan dan baru muncul saat dewasa. Bukti yang mendukung hipotesis ini antara lain:


  • Banyak kondisi selama masa prenatal atau neonatal terkait dengan peningkatan risiko skizofrenia.


  • Pasien skizofrenia menunjukkan adanya kelainan otak sejak dini.


  • Gangguan perkembangan pada tahap awal kehidupan dapat berdampak besar dan memicu munculnya gejala saat dewasa.


  • Lingkungan prenatal dan neonatal


Faktor risiko tinggi untuk skizofrenia meliputi memiliki orang tua atau saudara kandung yang juga mengidap gangguan ini. Tidak ada satu gen pun yang memiliki pengaruh besar secara tunggal; skizofrenia kemungkinan besar muncul dari kombinasi faktor genetik dan lingkungan.


Risiko sedang terkait dengan beberapa kondisi seperti:


  • Ayah yang berusia di atas 55 tahun, yang meningkatkan kemungkinan mutasi pada sperma.


  • Tinggal di lingkungan yang padat dan sesak (overcrowded).


  • Terinfeksi parasit Toxoplasma gondii selama masa kanak-kanak atau prenatal.


  • Faktor risiko rendah


  •  Nutrisi ibu yang buruk selama kehamilan.


  •  Bayi prematur, berat lahir rendah, komplikasi saat persalinan.


  • Stres ibu saat kehamilan (misalnya kehilangan orang terdekat).


  • Cedera kepala sejak kecil.


  • Ketidakcocokan Rh antara ibu dan bayi.


  •  Efek musim kelahiran: bayi lahir di musim dingin lebih berisiko terkena skizofrenia, mungkin akibat infeksi virus saat kehamilan.


  • Sitokin (protein sistem imun) dari ibu dapat mengganggu perkembangan otak janin jika ibu sakit selama kehamilan.


  • Autism spectrum disorders


Autisme dulu dianggap kondisi yang jarang, namun kini diperkirakan terjadi pada sekitar 1 dari 160 orang. Kenaikan angka ini sebagian besar disebabkan oleh meningkatnya kesadaran serta perubahan istilah dari "gangguan mental" menjadi "autisme."


Ciri utama autisme:


  •  Sulit berinteraksi sosial & emosional


  • Kesulitan dalam komunikasi nonverbal


  • Perilaku berulang (gerakan stereotip)


  • Tidak fleksibel terhadap perubahan


  • Respons sensorik yang tidak biasa


Lebih umum terjadi pada anak laki-laki. Sering disertai ADHD dan gangguan otak kecil yang memengaruhi koordinasi tubuh.


  • Penyebab genetik dan pengobatan 


Genetik dan Penyebab Lain

Berbagai gen telah dikaitkan dengan autisme, tetapi tidak ada satu gen pun yang ditemukan pada semua penderita. Autisme biasanya muncul akibat mutasi baru atau penghapusan kecil pada gen, yang bisa diwariskan dari orang tua atau terjadi secara spontan. Selain itu, usia ayah yang lebih tua juga berperan meningkatkan risiko anak mengalami autisme.

  • Pengobatan 


Hingga kini belum ada obat yang dapat mengatasi gejala utama autisme secara langsung. Obat seperti risperidone dapat membantu mengurangi perilaku repetitif, namun penggunaannya berisiko menimbulkan efek samping. Terapi perilaku tetap menjadi metode paling efektif, meskipun banyak terapi alternatif yang mahal dan belum terbukti efektivitasnya.


  • Developmental disorder


Gangguan perkembangan seperti autisme, skizofrenia, depresi, dan penyalahgunaan zat sering kali melibatkan gen-gen yang saling tumpang tindih. Ini berarti satu gen bisa meningkatkan risiko beberapa gangguan sekaligus. Selain itu, tidak jarang seseorang mengalami lebih dari satu gangguan secara bersamaan, misalnya autisme dan ADHD.


Bagian B


  1. Materi dan unsur kimia


Semua benda terdiri dari materi, yang pada gilirannya tersusun dari unsur-unsur kimia. Di alam, terdapat 92 unsur alami yang masing-masing memiliki sifat khas yang ditentukan oleh jumlah proton dalam inti atomnya, yang dikenal sebagai nomor atom. Unsur-unsur ini disusun dalam tabel periodik berdasarkan kesamaan sifat kimianya.


Tabel ini menyusun unsur berdasarkan nomor atom dan sifat periodik. Unsur dalam kolom yang sama (golongan) cenderung memiliki reaktivitas dan karakteristik kimia yang mirip.


  1. Struktur atom dan molekul 


Struktur atom terdiri dari partikel-partikel kecil penyusunnya, yaitu proton bermuatan positif (+) dan neutron yang netral berada di inti atom, sementara elektron bermuatan negatif (–) mengelilingi inti tersebut.


Struktur molekul adalah gabungan dua atau lebih atom yang saling terikat secara kimia melalui ikatan ionik atau kovalen, membentuk suatu zat tertentu.


  1. Struktur karbon dan molekul kompleks 


Karbon merupakan unsur penting dalam kehidupan karena kemampuannya membentuk empat ikatan kovalen. Hal ini memungkinkan karbon membentuk berbagai struktur seperti:


  • Rantai lurus atau bercabang


  • Cincin karbon


  • Struktur tiga dimensi


  1. Senyawa penting: neurotransmiter


Neurotransmiter adalah senyawa kimia yang digunakan oleh sistem saraf untuk menyampaikan pesan antar sel saraf (neuron). Mereka sangat penting dalam mengatur berbagai fungsi otak dan tubuh, seperti suasana hati, tidur, ingatan, dan gerakan.


  1. ATP: sumber energi sel


Adenosin trifosfat (ATP) merupakan molekul utama yang menyimpan dan menyalurkan energi di dalam sel. Energi tersimpan dalam ikatan antara gugus fosfat, dan ketika ikatan ini terurai, energi dilepaskan untuk digunakan dalam proses seperti:


  •  Gerakan otot

  • Pembentukan protein

  • Pemindahan zat secara aktif melintasi membran sel


  1. Reaksi kimia dalam tubuh 


Tubuh manusia menjalankan ribuan reaksi kimia setiap detik, dan semuanya dikendalikan oleh enzim—protein khusus yang berperan sebagai katalis. Enzim mempercepat reaksi kimia tanpa mengalami perubahan permanen.


  • Jika reaksi berlangsung terlalu lambat, fungsi tubuh bisa terganggu.

  •  Jika terlalu cepat, dapat terjadi efek samping atau penumpukan zat berbahaya.



  • Society for neuroscience Policies  on the Use of animals and Human subjects in Research


Masyarakat Neurosains (Society for Neuroscience) menekankan pentingnya penggunaan hewan secara etis dan bertanggung jawab dalam penelitian. Studi pada hewan telah memberikan wawasan penting mengenai gangguan sistem saraf serta mendorong kemajuan dalam pengobatan bagi manusia dan hewan. Selain itu, penelitian ini memperluas pemahaman kita tentang fungsi otak dan aspek-aspek kemanusiaan. Karena belum tersedia alternatif yang setara, banyak penelitian masih harus dilakukan pada hewan hidup. Oleh karena itu, para ilmuwan memiliki tanggung jawab moral untuk melakukannya secara manusiawi.


Society berperan aktif dalam mendukung penelitian hewan melalui berbagai fungsi, seperti mengatur presentasi ilmiah dalam konferensi tahunan, menerbitkan riset di The Journal of Neuroscience, dan membela anggota yang mendapat kritik dari kelompok advokasi hak hewan. Dukungan ini menunjukkan keterkaitan erat antara Society dan para peneliti. Dokumen ini menjabarkan kebijakan yang mengatur hubungan tersebut, dan kepatuhan terhadapnya menjadi syarat utama agar penelitian dapat disajikan, dipublikasikan, atau didukung secara resmi oleh Society. Tanggung jawab pelaksanaan kebijakan ini berada pada badan administratif, dengan masukan dari Dewan.


  • Kebijakan tentang Penggunaan Hewan dalam Penelitian Neurosains


Penelitian di bidang neurosains sering melibatkan metode yang kompleks dan kadang bersifat invasif, masing-masing dengan tantangan dan risiko tersendiri. Karena keragamannya, Society for Neuroscience (SfN) tidak menetapkan kebijakan teknis khusus untuk setiap jenis eksperimen pada hewan.


Sebagai gantinya, SfN menggunakan kebijakan dari U.S. Public Health Service Policy on Humane Care and Use of Laboratory Animals (PHS Policy) dan Guide for the Care and Use of Laboratory Animals sebagai standar resmi untuk menjamin perlakuan yang etis terhadap hewan percobaan dalam penelitian neurosains. Pedoman ini dianggap memadai untuk memastikan penelitian dilakukan secara manusiawi.


Setiap anggota Society diwajibkan untuk mematuhi pedoman ini dan harus menyatakan kepatuhannya saat mengirimkan abstrak ke konferensi tahunan atau mengirimkan naskah ke The Journal of Neuroscience. Kepatuhan juga menjadi syarat bagi anggota yang ingin mendapatkan dukungan dari Society saat menghadapi kritik atau pertanyaan mengenai penggunaan hewan dalam penelitiannya. Informasi lebih lanjut mengenai prosedur dukungan tersedia melalui kantor pusat Society.


  • Tinjauan komite lokal


Salah satu aspek penting dalam Kebijakan Society for Neuroscience adalah pembentukan komite lokal yang bertugas meninjau dan menyetujui seluruh prosedur penggunaan dan perawatan hewan dalam penelitian. Komite ini wajib mencakup ilmuwan dengan pengalaman dalam penelitian hewan, seorang dokter hewan, dan setidaknya satu anggota dari luar institusi yang bersangkutan.


Tugas komite meliputi evaluasi terhadap kebijakan institusi, kualitas perawatan hewan, layanan kesehatan hewan, dan kondisi fasilitas penelitian. Penilaian khusus diberikan pada aspek-aspek seperti pengadaan hewan, proses karantina, pemisahan berdasarkan spesies, diagnosis serta pengobatan penyakit, penggunaan anestesi dan analgesik, pelaksanaan prosedur bedah dan perawatan pascaoperasi, hingga metode eutanasia.


Komite juga harus memastikan bahwa semua prosedur yang melibatkan hewan vertebrata hidup dilakukan dengan pertimbangan etis dan ilmiah, serta memiliki potensi manfaat bagi kesehatan manusia atau hewan, pengembangan ilmu pengetahuan, atau kesejahteraan masyarakat secara umum.


Bagi anggota Society yang membutuhkan panduan dalam menyusun prosedur atau membentuk komite lokal, Society menyediakan bantuan langsung dan dokumentasi pendukung yang dapat diakses dengan mudah.

  • Undang-Undang, Peraturan, dan Kebijakan Lainnya


Selain mematuhi kebijakan yang ditetapkan oleh Society for Neuroscience, anggota yang berdomisili di Amerika Utara juga diwajibkan untuk mengikuti hukum dan peraturan yang berlaku di negara masing-masing terkait penggunaan hewan dalam penelitian neurosains:


  • Di Amerika Serikat, anggota harus mematuhi Animal Welfare Act (yang telah diamandemen pada tahun 1985) beserta peraturan pelaksanaannya yang ditetapkan oleh U.S. Department of Agriculture.


  • Di Kanada, anggota wajib mengikuti pedoman Guide to the Care and Use of Experimental Animals yang diterbitkan pada Januari 1993.


  • Di Meksiko, anggota harus mematuhi ketentuan yang tercantum dalam Seventh Title of the Regulations of the General Law of Health Regarding Health Research.



Sementara itu, anggota yang berdomisili di luar Amerika Utara juga diharapkan untuk tetap menaati kebijakan resmi Society sebagai standar etis dan profesional dalam penelitian yang melibatkan hewan.


  • Prinsip umum


Prinsip-prinsip berikut, yang sebagian besar mengacu pada PHS Policy on Humane Care and Use of Laboratory Animals, dapat dijadikan panduan penting dalam perancangan dan pelaksanaan eksperimen menggunakan hewan laboratorium:


  • Pemilihan hewan harus mempertimbangkan spesies yang sesuai dan berkualitas, serta menggunakan jumlah hewan seminimal mungkin untuk memperoleh hasil yang valid secara ilmiah.


  • Penggunaan hewan harus dilakukan secara etis, dengan usaha maksimal untuk menghindari atau mengurangi rasa sakit, stres, dan ketidaknyamanan.


  • Prosedur yang menimbulkan nyeri atau stres berkepanjangan wajib disertai penggunaan sedasi, analgesia, atau anestesi yang memadai. Hewan tidak boleh mengalami rasa sakit dalam keadaan sadar atau lumpuh akibat bahan kimia.


  • Perawatan pascaoperasi harus bertujuan mengurangi rasa sakit dan memenuhi standar kedokteran hewan yang berlaku.


  • Hewan yang mengalami penderitaan kronis atau berat yang tidak dapat ditangani secara efektif harus segera dieutanasia secara manusiawi, baik selama maupun setelah prosedur. Bila kematian hewan memang merupakan bagian dari eksperimen, prosedur eutanasia harus dilakukan secara etis.


  • Kondisi lingkungan hidup hewan harus sesuai dengan kebutuhan spesiesnya serta mendukung kesejahteraan mereka. Pengelolaan harus dilakukan oleh dokter hewan atau ilmuwan yang terlatih, dengan jaminan akses pada perawatan medis yang layak.


  • Pengecualian terhadap prinsip-prinsip ini hanya diperbolehkan setelah evaluasi dan persetujuan dari komite peninjau yang berwenang, seperti komite institusi untuk perawatan dan penggunaan hewan.



Pedoman ini menekankan pentingnya keseimbangan antara kemajuan ilmiah dan tanggung jawab etis dalam penggunaan hewan untuk penelitian.


  • Kebijakan Penggunaan Subjek Manusia dalam Penelitian Neurosains


Prosedur eksperimen yang melibatkan subjek manusia harus dilaksanakan sesuai dengan standar etika yang tercantum dalam:


  • Federal Policy for the Protection of Human Subjects (Kebijakan Federal Amerika Serikat untuk Perlindungan Subjek Manusia), dan


  • Deklarasi Helsinki, yang merupakan pedoman internasional tentang prinsip etika penelitian medis yang melibatkan manusia.



Setiap penulis yang mengirimkan artikel untuk dipublikasikan di The Journal of Neuroscience atau mengajukan abstrak untuk dipresentasikan dalam Pertemuan Tahunan Society for Neuroscience diwajibkan menandatangani pernyataan yang menyatakan kepatuhan terhadap kedua kebijakan ini. Hal ini menegaskan komitmen terhadap perlindungan hak, martabat, dan kesejahteraan peserta penelitian.

Comments

Popular posts from this blog

The Biology of Learning and Memory

Chapter 12-The Biology Of Learning and Memory