The Biology of Learning and Memory
Pembuat Blog:
1.Alia rosa(0603524005)
1.Andrea Rizky Anna Zhifah (0603524007)
2.Aqillah Huriyah Salsabila (0603524008)
3.Aufa Hudzaifa (0603524012)
4.Dendy Pratama Agustian (0603524016)
5.Ferina Putri Haryoto (0603524023)
6.Muhamamad Abyudaya Wikrama (0603524040)
7.Muhammad Alvin Nur Putra (0603524041)
Representasi lokal dari Memori
Untuk mempelajari fisiologi pembelajaran, pertama-tama kita harus mengkarakterisasi pembelajaran, dan para psikolog secara tradisional telah membedakan dua kategori utama, pengkondisian klasik dan instrumental. Fisiolog Rusia Ivan Pavlov memelopori penyelidikan tentang apa yang sekarang kita sebut pengkondisian klasik/classical conditioning. Peneliti memulai dengan menyajikan stimulus terkondisi/conditioned stimulus (CS), yang awalnya tidak menimbulkan respons yang berarti, dan kemudian menghadirkan stimulus tanpa syarat/unconditioned stimulus (UCS), yang secara otomatis memunculkan respon tanpa syarat/unconditioned response (UCR). Setelah beberapa pasangan CS dan UCS (mungkin hanya satu atau dua, mungkin banyak), individu mulai membuat respons baru yang dipelajari terhadap CS, yang disebut respons terkondisi/conditioned response (CR). Dalam percobaan aslinya, Pavlov memberikan seekor anjing sebuah suara (CS) yang diikuti oleh daging (UCS), yang merangsang anjing untuk mengeluarkan air liur (UCR). Setelah banyak pasangan seperti itu, suara itu sendiri (CS) merangsang anjing untuk mengeluarkan air liur (CR). Dalam kasus itu dan banyak kasus lainnya, CR menyerupai UCR, tetapi dalam beberapa kasus, tidak demikian. Misalnya, jika seekor tikus mengalami CS yang dipasangkan dengan kejutan, kejutan itu menimbulkan teriakan dan lompatan, tetapi CS menimbulkan respons membeku.
Thompson bermaksud menentukan lokasi pembelajaran. Bayangkan urutan area
otak dari reseptor sensorik hingga neuron motorik yang mengendalikan
otot.Jika kita merusak salah
satu area tersebut, pembelajaran akan terganggu, tetapi kita tidak dapat
memastikan bahwa pembelajaran terjadi di area yang rusak. Misalnya, jika
pembelajaran terjadi di area D, kerusakan di A, B, atau C akan mencegah
pembelajaran dengan menghalangi masukan ke D. Kerusakan di E atau F akan
mencegah pembelajaran dengan menghalangi keluaran dari D. Thompson dan
rekan-rekannya beralasan sebagai berikut: Misalkan pembelajaran terjadi di D.
Jika demikian, maka D harus aktif pada saat pembelajaran, dan begitu pula semua
area yang mengarah ke D (A, B, dan C). Namun, pembelajaran seharusnya tidak
memerlukan area E dan seterusnya. Jika area E terhalang sementara, tidak ada
yang akan menyampaikan informasi ke otot, jadi kita tidak akan melihat respons,
tetapi pembelajaran tetap dapat terjadi, dan kita dapat melihat buktinya nanti.
- Memori jangka pendek dan memori jangka panjang memiliki perbedaan utama dalam hal kapasitas penyimpanan informasi. Memori jangka pendek hanya mampu menyimpan sejumlah kecil informasi, biasanya sekitar tujuh item, seperti huruf atau angka yang tidak saling berhubungan. Misalnya, jika seseorang mendengar urutan huruf acak seperti "DZLAUV", kemungkinan besar ia hanya mampu mengingat sebagian kecil dari rangkaian tersebut untuk waktu yang singkat. Sebaliknya, memori jangka panjang mampu menyimpan informasi dalam jumlah yang jauh lebih besar. Informasi yang masuk ke dalam memori jangka panjang dapat bertahan untuk waktu yang sangat lama, bahkan seumur hidup, seperti kenangan masa kecil atau pelajaran yang pernah dipelajari di sekolah. Dengan kata lain, meskipun memori jangka pendek cepat dan terbatas, memori jangka panjang lebih stabil dan luas kapasitasnya.
- Memori jangka pendek sangat bergantung pada proses pengulangan (rehearsal), yaitu mengulang-ulang informasi dalam pikiran agar tetap tersimpan untuk sementara waktu. Misalnya, ketika kamu membaca urutan huruf seperti DZLAUV, kamu bisa mengingatnya selama kamu fokus dan mengulangnya dalam pikiran. Namun, jika ada gangguan atau sesuatu yang mengalihkan perhatianmu setelah membaca huruf tersebut, kemampuanmu untuk mengingat dan mengulang huruf-huruf itu akan cepat menurun. Hal ini menunjukkan bahwa memori jangka pendek bersifat rapuh dan mudah hilang tanpa pengulangan. Sebaliknya, memori jangka Panjang bekerja secara berbeda. Meskipun kamu mungkin sudah bertahun-tahun tidak memikirkan sebuah kenangan atau informasi, kamu tetap bisa mengaksesnya kembali. Misalnya, kamu bisa mengingat kejadian saat sekolah dasar meskipun sudah lama berlalu. Namun, isi ingatan itu mungkin tidak sepenuhnya akurat, karena seiring waktu, detail-detail kecil bisa berubah atau dilupakan. Ini menunjukkan bahwa memori jangka panjang lebih stabil daripada memori jangka pendek, tetapi tidak selalu sempurna dalam hal keakuratan.
- Jika informasi di memori jangka pendek terlupakan, biasanya tidak bisa dipulihkan. Namun, memori jangka panjang bisa dibantu dengan petunjuk. Misalnya, kamu mungkin lupa nama guru-guru SMA, tapi bisa mengingatnya kembali saat melihat foto atau inisial mereka.
Foto otak manusia dari atas. Bagian atas kiri dari belahan otak kiri atau hemisfer kiri dipotong untuk menujukkan kalau hippocampus melingkari thalamus.
(c). Hasil scan MRI dari otak H.M yang menunjukkan tidak adanya hippocampus.
Ia bahkan menyebutkan lebih banyak nama jika diberikan informasi lebih:
- Amnesia anterograde yang parah pada declarative memory, yang berarti kesulitan mengingat ingatan eksplisit yang baru, terutama ingatan episodik.
- Hilangnya ingatan episodik yang parah, kebanyakan yang dari sebelum kerusakan otak.
- Memori implisit lebih baik dari eksplisitnya.
- Hampir sepenuhnya utuh procedural memory.
Dalam pengkondisian instrumental/instrumental conditioning (juga dikenal sebagai pengkondisian operan), respons individu mengarah pada penguatan atau hukuman. Penguat adalah setiap kejadian yang meningkatkan kemungkinan respons di masa mendatang. Hukuman adalah kejadian yang menekan frekuensi respons. Misalnya, ketika seekor tikus memasuki salah satu lengan labirin dan menemukan sereal Froot Loops (penguat yang ampuh bagi tikus), tikus tersebut meningkatkan kemungkinannya untuk memasuki lengan tersebut pada kesempatan mendatang. Jika ia menerima kejutan sebagai gantinya, kemungkinannya menurun. Perbedaan utama antara pengkondisian klasik dan instrumental adalah bahwa dalam pengkondisian instrumental respons individu menentukan hasilnya (penguat atau hukuman), sedangkan dalam pengkondisian klasik CS dan UCS terjadi pada waktu tertentu terlepas dari perilaku individu. (Namun, perilaku tersebut berguna dalam mempersiapkan UCS.)
Beberapa kasus pembelajaran sulit diberi label sebagai
pembelajaran klasik atau instrumental. Misalnya, setelah burung penyanyi jantan
mendengar lagu spesiesnya sendiri selama beberapa bulan pertama, ia menirunya
pada tahun berikutnya. Lagu yang didengarnya tidak dipasangkan dengan stimulus
lain, jadi tidak terlihat seperti pengkondisian klasik. Ia mempelajari lagu
tersebut tanpa penguat atau hukuman, jadi kita juga tidak bisa menyebutnya
pengkondisian instrumental. Artinya, hewan memiliki metode pembelajaran khusus
selain pengkondisian klasik dan instrumental. Selain itu, cara hewan (termasuk
manusia) belajar bervariasi dari satu situasi ke situasi lainnya. Misalnya,
dalam sebagian besar situasi, pembelajaran hanya terjadi jika CS dan UCS, atau
respons dan penguat, terjadi bersamaan dalam waktu yang berdekatan. Namun, jika
Anda memakan sesuatu, terutama sesuatu yang tidak dikenal, dan kemudian jatuh
sakit, Anda akan belajar untuk tidak menyukai rasa makanan tersebut, meskipun
rasa dan penyakit hanya berjarak beberapa jam (Rozin & Kalat, 1971; Rozin
& Schull, 1988).
Pencarian lashley untuk engram
Pavlov mengajukan hipotesis sederhana bahwa
pengkondisian klasik mencerminkan hubungan yang diperkuat antara pusat CS dan
pusat UCS di otak. Hubungan yang diperkuat itu memungkinkan setiap eksitasi
pusat CS mengalir ke pusat UCS, yang membangkitkan respons tanpa syarat (lihat
Gambar 12.2). Kita sekarang tahu bahwa hipotesis ini tidak sesuai dengan semua
pengamatan perilaku. Seperti yang disebutkan, jika suatu sinyal memprediksi
kejutan, seekor tikus tidak bereaksi terhadap sinyal tersebut dengan cara yang
sama seperti ia bereaksi terhadap kejutan. Namun, psikolog dari era sebelumnya
tidak menyadari pengamatan tersebut dan menganggap hipotesis Pavlov masuk akal.
Karl Lashley mulai mengujinya. Lashley sedang mencari engram—representasi fisik
dari apa yang telah dipelajari. (Hubungan antara dua area otak akan menjadi
contoh engram yang mungkin.)
Lashley beralasan bahwa
jika pembelajaran bergantung pada koneksi baru atau yang diperkuat antara dua
area otak, sayatan pisau di suatu tempat di otak akan mengganggu koneksi itu
dan menghapus respons yang dipelajari. Ia melatih tikus pada labirin dan tugas
diskriminasi kecerahan lalu membuat sayatan dalam di berbagai lokasi di korteks
serebral mereka (Lashley, 1929, 1950) (lihat Gambar 12.3). Namun, tidak ada
sayatan pisau yang secara signifikan mengganggu kinerja tikus. Jelas, jenis
pembelajaran yang ia pelajari tidak bergantung pada koneksi di seluruh korteks.
Lashley juga menguji apakah ada bagian korteks serebral yang lebih penting daripada bagian lainnya
untuk pembelajaran.Ia melatih tikus di labirin sebelum atau setelah ia membuang sebagian besar korteks.
Lesi tersebut mengganggu
kinerja tetapi defisit lebih bergantung pada jumlah kerusakan otak daripada lokasinya. Pembelajaran dan
memori.
Pencarian Modern untuk engram
Richard F. Thompson dan rekan-rekannya menggunakan
tugas yang lebih sederhana daripada tugas Lashley dan mencari engram memori
bukan di korteks serebral tetapi di serebelum. Thompson dan rekan-rekannya
mempelajari pengkondisian klasik respons kelopak mata pada kelinci. Mereka
pertama-tama memberikan nada (CS) dan kemudian embusan udara (UCS) ke kornea
mata kelinci. Awalnya, kelinci berkedip saat embusan udara tetapi tidak saat
nada. Setelah pemasangan berulang kali, pengkondisian klasik terjadi dan kelinci
juga berkedip saat nada. Para peneliti mencatat aktivitas di berbagai sel otak
untuk menentukan sel mana yang mengubah respons mereka selama pembelajaran.
Penelitian Thompson mengidentifikasi satu nukleus
serebelum, nukleus interpositus lateral/lateral interpositus nucleus (LIP),
sebagai hal penting untuk belajar. Pada awal pelatihan, sel-sel tersebut
menunjukkan sedikit respons terhadap nada, tetapi seiring pembelajaran
berlangsung, respons mereka meningkat (R. F. Thompson, 1986). Ketika para
peneliti menekan nukleus tersebut untuk sementara waktu pada kelinci yang belum
terlatih, baik dengan mendinginkan nukleus atau dengan menyuntikkan obat ke
dalamnya, dan kemudian menyajikan CS dan UCS, kelinci tidak menunjukkan respons
apa pun selama pelatihan. Kemudian mereka menunggu LIP pulih dan melanjutkan
pelatihan. Pada titik itu, kelinci mulai belajar, tetapi ia belajar dengan
kecepatan yang sama seperti hewan yang tidak menerima pelatihan sebelumnya.
Jelas, sementara LIP ditekan, pelatihan tidak memberikan efek apa pun.
Namun, apakah
pembelajaran benar-benar terjadi di LIP, atau apakah area ini hanya
menyampaikan informasi ke area selanjutnya tempat pembelajaran terjadi? Dalam
percobaan berikutnya, para peneliti menekan aktivitas di nukleus merah, area
motorik otak tengah yang menerima masukan dari otak kecil. Ketika nukleus merah
ditekan, kelinci kembali tidak menunjukkan respons selama pelatihan. Namun,
segera setelah nukleus merah pulih dari pendinginan atau obat-obatan, kelinci
menunjukkan respons belajar yang kuat terhadap nada (R. E. Clark & Lavond,
1993; Krupa, Thompson, & Thompson, 1993). Dengan kata lain, menekan nukleus
merah untuk sementara mencegah respons tetapi tidak mencegah pembelajaran.
Jelas, pembelajaran tidak memerlukan aktivitas di nukleus merah atau area mana
pun setelahnya, meskipun penelitian selanjutnya menemukan bahwa nukleus merah
berkontribusi pada pembelajaran dalam keadaan tertentu (Pacheco-Calderón,
CarreteroGuillén, Delgado-Garcia, & Gruart, 2012). Thompson dan koleganya
menyimpulkan bahwa pembelajaran terjadi di LIP. Bagaimana mereka tahu bahwa
pembelajaran tidak bergantung pada area tertentu sebelum LIP? Jika ya, maka
menekan LIP tidak akan mencegah pembelajaran. Gambar 12.4 merangkum eksperimen
ini. Penelitian ini memungkinkan peneliti lain untuk mengeksplorasi mekanisme
secara lebih rinci, mengidentifikasi sel dan neurotransmiter yang bertanggung
jawab atas perubahan di LIP (Freeman & Steinmetz, 2011).
Mekanisme untuk jenis pengkondisian ini mungkin serupa
pada manusia. Menurut pemindaian PET pada orang dewasa muda, mengembangkan
kedipan mata yang terkondisi menyebabkan peningkatan di otak kecil, nukleus
merah, dan beberapa area lainnya (Logan & Grafton, 1995). Orang yang
mengalami kerusakan di otak kecil memiliki kedipan mata yang terkondisi lebih
lemah, dan kedipan mata kurang tepat waktu dibandingkan dengan permulaan
embusan udara (Gerwig et al., 2005). Otak kecil juga penting untuk banyak contoh
pengkondisian klasik lainnya, tetapi hanya jika penundaan antara permulaan CS
dan permulaan UCS pendek (Pakaprot, Kim, & Thompson, 2009). Seperti yang
disebutkan dalam Bab 7, otak kecil terspesialisasi untuk mengatur waktu
interval singkat, sekitar beberapa detik atau kurang. Banyak contoh
pembelajaran terjadi di area otak lainnya. Misalnya, belajar menghindari rasa
tertentu karena penyakit selanjutnya bergantung pada amigdala (Hashikawa et
al., 2013).
Types
of memory.
Apakah
memori hanya satu hal, atau kita memiliki beberapa jenis? Jika ada beberapa,
apa saja jenisnya?
Short term and long term memory
Donald Hebb (1949) berpendapat bahwa tidak ada satu mekanisme pun yang dapat menjelaskan semua fenomena pembelajaran. Kamu bisa langsung mengulangi sesuatu yang baru saja kamu dengar, jadi jelas bahwa beberapa memori terbentuk dengan cepat. Orang lanjut usia dapat mengingat peristiwa dari masa kecil mereka, sehingga kita juga melihat bahwa beberapa memori bertahan seumur hidup. Hebb tidak dapat membayangkan adanya proses kimia yang cukup cepat untuk menjelaskan memori langsung namun cukup stabil untuk menyediakan memori permanen. Oleh karena itu, ia mengusulkan adanya perbedaan antara memori jangka pendek dari peristiwa yang baru saja terjadi dan memori jangka panjang dari peristiwa yang terjadi lebih lama. Beberapa jenis bukti mendukung gagasan ini:
Hebb mengusulkan bahwa memori jangka pendek disimpan melalui sirkuit yang berulang antar-neuron, di mana satu neuron merangsang neuron lainnya secara terus-menerus. Jika proses ini berlangsung cukup lama, informasi dapat dipindahkan ke memori jangka panjang, kemungkinan dengan membentuk sinapsis baru. Namun, jika ada gangguan sebelum proses ini selesai, informasi tersebut akan hilang.
Our Changing Views of Consolidation (Perubahan Pandangan Kita tentang Konsolidasi)
Studi-studi
terbaru menunjukkan bahwa memori jangka pendek tidak selalu berfungsi sebagai
penyimpanan sementara sebelum menjadi memori jangka panjang. Contohnya, saat
kamu menonton pertandingan sepak bola dan mengingat skor, meskipun kamu
mengulangnya selama satu jam, skor itu tidak otomatis menjadi memori jangka
panjang. Memori jangka pendek bisa tetap ada untuk sementara waktu tanpa perlu
menjadi memori jangka panjang.
Konsolidasi
memori tidak seperti yang kita kira sebelumnya. Dulu, dianggap bahwa otak
menyimpan informasi dalam memori jangka pendek untuk mensintesis protein yang
diperlukan bagi pembentukan memori jangka panjang. Namun, sekarang diketahui
bahwa konsolidasi memori bisa cepat atau lambat, tergantung pada banyak faktor.
Pengalaman emosional atau stres meningkatkan produksi hormon seperti adrenalin
dan kortisol, yang mempercepat pembentukan memori. Namun, stres berkepanjangan
justru dapat merusak memori. Intinya, konsolidasi memori lebih kompleks dan
dipengaruhi oleh berbagai faktor selain waktu yang dibutuhkan untuk mensintesis
protein.
Working
memory (memory kerja)
A.D. Baddeley dan G. J. Hitch (1994) memperkenalkan istilah **memori kerja** untuk menggantikan konsep memori jangka pendek, yang mengacu pada cara kita menyimpan informasi saat sedang mengerjakannya. Salah satu tes untuk memori kerja adalah tugas respons tertunda, di mana kamu merespons sesuatu yang baru saja kamu lihat atau dengar. Penelitian menunjukkan bahwa korteks prefrontal berperan penting dalam penyimpanan informasi ini, dengan aktivitas sel-sel di area tersebut yang meningkat selama jeda. Sel-sel ini bekerja sama dengan area kortikal lain untuk mendukung memori visual.
Kerusakan
pada korteks prefrontal dapat mengganggu memori dengan cara yang sangat
spesifik, tergantung pada lokasi kerusakan. Misalnya, setelah kerusakan di satu
area, monyet mungkin tidak bisa mengingat bahwa cahaya berada di sebelah kiri
titik fokus, meskipun bisa mengingat cahaya di tempat lain. Di lokasi kerusakan
yang berbeda, monyet mungkin tidak bisa mengingat cahaya di lokasi lain,
meskipun tidak terpengaruh oleh cahaya di tempat lain. Ini menunjukkan bahwa kerusakan
korteks prefrontal mempengaruhi memori secara terperinci, tergantung pada
bagian otak yang rusak.
Seiring bertambahnya usia, banyak orang mengalami gangguan memori kerja, kemungkinan akibat perubahan pada korteks prefrontal. Studi pada monyet tua menunjukkan penurunan jumlah neuron di area tersebut. Orang tua dengan penurunan memori menunjukkan aktivitas korteks prefrontal yang lebih rendah, sementara mereka yang memori tetap utuh menunjukkan aktivitas yang lebih tinggi daripada orang muda. Peningkatan aktivitas ini mungkin untuk mengimbangi gangguan di bagian otak lain. Obat yang meningkatkan aktivitas korteks prefrontal dapat membantu memperbaiki memori pada monyet tua dan berpotensi untuk mengobati penurunan memori pada manusia.
Hippocampus
Amnesia berarti kehilangan memori. Ada seorang pasien yang melupakan bahwa ia sudah makan, lalu beberapa waktu kemudian, makan untuk yang kedua kalinya, lalu makan untuk yang ketiga kalinya dan merasa tidak menikmati makanannya seperti biasa.
Namun perlu diketahui bahwa pada kasus parah pun, penderita amnesia tidak kehilangan segala jenis ingatan.
Orang-orang dengan kerusakan hippocampus
Pada Subbab ini kita akan berfokus kepada seorang pasien bernama Henry Molaison, atau biasa disingkat H. M. yang secara singkat cerita, ia melakukan operasi untuk mengangkat hippocampus pada otaknya sebagai upaya terakhir untuk mengobati penyakit epilepsy yang ia derita. Meskipun operasi tersebut mengurangi epilepsy yang ia derita, ia sekarang memiliki gangguan memori parah.
Amnesia Anterograde dan Retrograde
Setelah operasi, intelektual dan kemampuan bahasa H. M. tetap utuh, begitu juga dengan kepribadiannya. Namun tidak dengan ketenangan emosinya (Eichenbaum, 2002). Meskipun banyak dari dirinya yang tidak berubah, ia menjadi menderita amnesia anterograde yang parah (ketidakmampuan untuk mengingat kejadian setelah kerusakan otak). Ia juga menjadi menderita amnesia retrograde (hilangnya memori terhadap kejadian yang terjadi sebelum kerusakan otak).
Working Memory yang utuh
Meskipun kekurangan kemampuan H. M. untuk mengingat memori jangka panjang, memori jangka pendeknya atau working memory-nya masih tetap utuh. Pada satu tes yang dilakukan oleh Brenda Milner (1959), ia bertanya kepada H. M. untuk mengingat angka 584. Ia menjelaskan bagaimana ia mengingat angka tersebut dengan cara berpikir yang rumit. 15 menit berlalu tanpa adanya distraksi, H. M. dapat mengingat angka tersebut dengan benar. Namun beberapa waktu kemudian setelah perhatiannya tergantikan ke hal lain, ia melupakan angka dan cara ia mengingat angka tersebut. Pasien lainnya yang juga menderita amnesia parah juga menunjukkan kinerja working memory yang normal jika kurangnya distraksi (Shrager, Levy, Hopkins, & Squire, 2008).
Gangguan Penyimpanan Memori Jangka Panjang
Selama beberapa tahun setelah operasi yang dilakukan H. M., kapan pun ia ditanyakan mengenai umur dan tanggal, ia menjawab 27 dan 1953. Ia dapat membaca majalah atau mengerjakan puzzle jigsaw yang sama berulang kali tanpa kehilangan ketertarikan.
Pada kesempatan lainnya, ia juga ditanyakan apakah ia tahu umurnya atau kalau rambutnya sudah beruban sepenuhnya, ia menjawab tidak tahu. Ketika ia ditunjukkan foto dirinya sendiri dengan ibunya, yang diambil jauh sebelum operasinya, ia dapat mengenali ibunya tapi tidak dengan dirinya sendiri. Padahal saat ia melihat dirinya sendiri pada cermin, ia tidak menunjukkan ekspresi terkejut sama sekali.
Meskipun memiliki gangguan untuk menyimpan memori jangka panjang, H. M. membentuk beberapa Memori Semantic atau Semantic memories yang baru tetapi lemah (Memori dari informasi yang bersifat fakta).
Sebagai contoh, H. M. diberikan daftar nama pertama dan diperintahkan untuk mengisi nama akhirnya, jawaban H. M. terdapat nama-nama yang menjadi terkenal setelah tahun 1953, sebagai berikut:
Gangguan parah pada Memori Episodik
H. M. menderita gangguan yang parah terhadap memori episodik atau episodic memories-nya, yaitu ingatan mengenai pengalaman pribadi atau peristiwa tertentu dalam kehidupan. Ia tidak dapat menjelaskan pengalamannya sesudah operasi. Walaupun ia dapat menjelaskan fakta yang ia pelajari sebelum operasi, ia hanya dapat menjelaskan dua ingatan yang jelas dari pengalaman pribadinya (Corkin, 2013).
Pasien lain, K. C., menderita kerusakan otak yang lumayan luas setelah kecelakaan motor, mencakup kerusakan pada hippocampus dan lokasi otak lainnya, yang pada akhirnya membuat ia kehilangan total dari memori episodik nya. Meskipun ia dapat mengingat banyak fakta, ia tidak dapat menjelaskan satu pun kejadian yang terjadi dalam hidupnya. Dikarenakan saking luasnya kerusakan pada otaknya, kita tidak dapat menentukan dengan yakin bagian otak mana yang bertanggung jawab atas hilangnya ingatan, namun observasi ini menunjukkan bahwa otak tidak memperlakukan memori episodik sama seperti ingatan yang lainnya.
Ingatan implisit lebih dari eksplisit
Hampir semua pasien amnesia menunjukkan ingatan implisit yang lebih baik daripada eksplisit. Ingatan eksplisit atau explicit memory bisa disebut juga declarative memory adalah jenis memori jangka panjang yang dapat disadari dan diungkapkan secara sadar, biasanya dalam bentuk fakta (semantik) atau peristiwa (episodik).
Memori implisit atau implicit memory adalah pengaruh pengalaman terhadap tingkah laku meskipun jika kita tidak mengakui pengaruh tersebut. Sebagai contoh, H. M. menjadi terbiasa terhadap beberapa orang, seperti psikolog yang bekerja dengannya bertahun-tahun, tetapi ia tidak dapat mengingat nama atau di mana ia bertemu dengan psikolog tersebut.
Procedural memory yang utuh
Procedural memory, perkembangan terhadap keterampilan motorik dan kebiasaan, merupakan jenis khusus dari implicit memory. Contoh: H. M. belajar untuk membaca kata terbalik, seperti jika dipantulkan ke cermin. Ia terkejut akan keterampilan ini karena ia tidak ingat pernah mencoba sebelumnya (Corkin, 2002).
Singkatnya, H. M. menunjukkan beberapa pola, mirip seperti pasien amnesia lainnya:
Working memory yang normal, jika tidak terganggu
Teori-teori mengenai fungsi hippocampus
Hippocampus dan declarative memory
Larry Squire (1992) mengusulkan bahwa hippocampus penting untuk declarative memory, terutama episodic memory.
Pada delayed matching-to-sample task, seekor hewan melihat objek (sampel) dalam beberapa rentang waktu, lalu diberikan waktu jeda, mendapatkan pilihan antara dua objek, yang di mana ia harus memilih objek yang sesuai dengan sampel yang diberikan.
Lalu ada delayed nonmatching-to-sample task, prosedurnya sama, akan tetapi ia harus memilih objek yang berbeda dari sampel.
Dalam kedua kasus tersebut, ia harus mengingat objek apa yang ada pada saat itu, yang menunjukkan apa yang kita sebut sebagai declarative memory, yang mungkin juga episodic memory.
Dalam kebanyakan kasus, kerusakan pada hippocampus sangat menggangu performa subjek pada tes tersebut (Heuer & Bachevalier, 2011; Moore, Schettler, Killiany, Rosene, & Moss, 2012; Zola et al., 2000).
Hippocampus dan Spatial Memory
Ilmuan melakukan scan PET pada otak sopir taksi London yang ditanyakan “apa rute yang sah terpendek dari Carlton Tower Hotel ke Museum Sherlock Holmes?”. Menjawab pertanyaan ini mengaktifkan hippocampus mereka lebih daripada menjawab pertanyaan yang nonspasial.
Scan MRI juga menunjukkan bahwa sopir taksi memiliki posterior hippocampus yang lebih besar dari orang biasa, dan semakin lama mereka menjadi sopir taksi, semakin besar juga posterior hippocampus mereka (Maguire et al., 2000). Penemuan yang mengejutkan ini menunjukkan bahwa adanya pertumbuhan otak manusia dewasa pada pengalaman pembelajaran spasial.
Beberapa tes yang digunakan untuk menguji spatial memory pada nonmanusia adalah radial maze dan morris water maze, dimana menguji kemampuan spasial seekor tikus.
Labirin radial memiliki beberapa jalur yang biasanya berjumlah delapan yang beberapa atau semua jalur memiliki makanan pada ujungnya. Strategi terbaik seekor tikus adalah untuk mencoba jalur satu per satu dan mengingat jalur yang sudah di coba.
Tikus dengan kerusakan pada hippocampus perlahan belajar untuk tidak masuk ke jalur yang tidak benar. Akan tetapi malah sering masuk ke jalur yang benar dua kali, dikarenakan mereka lupa jalur mana yang mereka pernah coba (Jarrard, Okaichi, Steward, & Goldschmidt, 1984; Olton & Papas, 1979; Olton, Walker, & Gage, 1978).
Labirin air Morris, dimana tikus berenang melalui air keruh untuk menemukan peron.
Tikus belajar dari trial and error. Pada setiap gambar terdapat garis jejak jalur yang diambil oleh tikus untuk mencapai peron yang ditandai oleh bentuk bulat. Pada percobaan kelima (A), tikus lebih banyak menghabiskan waktu pada pinggir dan tidak menemukan peron. Pada percobaan ke 34 (B), ia menemukan peron dalam waktu 35 detik. Dan pada percobaan ke 71 (C), ia langsung menuju ke peron dalam waktu 6 detik. Sumber: “Response learning of rats in a Morris water maze: Involvement of the medial prefrontal cortex,” by J. P. C. de Bruin, W. A. M. Winkels, & J. M. de Brabander, 1997, Behavioral Brain Research, 85, pp. 47–55.
Tikus dengan kerusakan pada hippocampus secara perlahan mempelajari mencari peron jika memulai pada titik yang sama dan peron tujuan berada pada titik yang sama. Jika memulai atau peron berada pada titik yang berbeda, maka tikus akan kebingungan (Eichenbaum, 2000; P. Liu & Bilkey, 2001).
Hippocampus dan Contextual Memory
Penelitian dengan pasien H. M. menunjukkan pentingnya hippocampus pada episodic memory. Episodic memory berkaitan dengan konteks baik dalam bentuk penglihatan, pendengaran, satu atau lebih lokasi, dan serangkaian kejadian. Dari pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa memori tidak disimpan hanya pada satu lokasi di otak, melainkan menyebar ke lebih banyak lokasi.
Mungkin hippocampus adalah koordinator, direktur yang menyatukan respresentasi dari berbagai lokasi pada urutan yang benar. Singkatnya, ia membangun ulang konteks yang ada. Episodic memories yang tergolong baru cenderung lebih banyak memiliki detail kontekstual yang lebih banyak.
Ingatan dengan detail kontekstual yang banyak mengandalkan hippocampus, akan tetapi ingatan lama, yang kurang detail lebih mengandalkan cerebral cortex dengan sedikit kontribusi dari hippocampus (Takehara-Nishiuchi & McNaughton, 2008).
Jenis Amnesia Lainnya: Sindrom Korsakoff dan Penyakit
Alzheimer
Selain amnesia yang disebabkan oleh cedera otak traumatis, terdapat jenis-jenis amnesia lain yang muncul akibat kerusakan otak tertentu, seperti Sindrom Korsakoff dan penyakit Alzheimer.
Sindrom Korsakoff
Sindrom Korsakoff, atau Wernicke-Korsakoff syndrome, adalah kerusakan otak yang disebabkan oleh defisiensi vitamin tiamin (B1) yang berlangsung lama. Kondisi ini paling sering terjadi pada alkoholik kronis yang selama berminggu-minggu hanya mengonsumsi alkohol tanpa asupan gizi yang cukup. Tiamin dibutuhkan otak untuk metabolisme glukosa, sumber energi utama bagi neuron. Kekurangan tiamin yang parah menyebabkan penyusutan atau kehilangan neuron, terutama di talamus dorsomedial dan tubuh mamilaris, bagian otak yang penting dalam pembentukan memori.
Gejala sindrom Korsakoff meliputi:
- Amnesia anterograd (kesulitan membentuk memori baru)
- Amnesia retrograd (kehilangan memori lama)
- Konfabulasi (mengisi kekosongan memori dengan cerita yang dibuat-buat)
- Apatis dan kurangnya kesadaran diri
Penyakit Alzheimer
Penyakit Alzheimer adalah gangguan neurodegeneratif progresif yang umumnya menyerang orang lanjut usia. Gejala awalnya berupa kesulitan mengingat informasi baru (amnesia anterograd), lalu berkembang menjadi penurunan memori jangka panjang, disorientasi, perubahan kepribadian, dan penurunan fungsi kognitif secara umum.
Ciri utama Alzheimer adalah:
- Plak beta-amiloid, yaitu gumpalan protein abnormal di luar neuron
- Benang neurofibriler (tangles), yang terbentuk dari protein tau yang rusak di dalam neuron
Kedua struktur ini mengganggu komunikasi antar sel saraf dan menyebabkan kematian neuron. Produksi berlebih beta-amiloid menciptakan siklus yang merusak otak. Meskipun begitu, terdapat kontroversi apakah beta-amiloid atau tau yang lebih bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.
Untuk Alzheimer yang muncul setelah usia 60–65 tahun (late-onset), banyak faktor genetik yang memengaruhi risiko, salah satunya adalah gen yang mengatur apolipoprotein E, protein yang membantu membersihkan beta-amiloid dari otak. Namun, sekitar setengah pasien Alzheimer tidak memiliki riwayat keluarga dengan penyakit ini.
Hingga saat ini, belum ada obat yang benar-benar menyembuhkan Alzheimer. Pengobatan yang tersedia biasanya bertujuan meningkatkan kadar asetilkolin, neurotransmitter penting untuk memori, melalui pemberian obat seperti donepezil. Meskipun obat-obatan ini bisa membantu memperlambat gejala, efeknya hanya sementara dan tidak menghentikan kerusakan otak yang progresif.
Basal Ganglia
Basal ganglia adalah sekumpulan struktur otak yang penting dalam proses pembelajaran kebiasaan dan gerakan. Meskipun lebih dikenal karena perannya dalam koordinasi motorik, penelitian menunjukkan bahwa basal ganglia juga sangat berperan dalam pembentukan memori yang berhubungan dengan kebiasaan dan keterampilan motorik, seperti saat seseorang belajar memainkan alat musik atau mengetik tanpa melihat keyboard.
Salah satu studi menunjukkan bahwa pasien dengan kerusakan di basal ganglia, seperti pada kasus Parkinson, mengalami kesulitan dalam pembelajaran kebiasaan—misalnya dalam tugas-tugas yang membutuhkan penguatan secara bertahap. Namun, memori deklaratif mereka (seperti mengingat fakta) bisa tetap normal. Ini menunjukkan bahwa basal ganglia berfungsi terutama dalam pembelajaran prosedural dan otomatis, berbeda dari struktur otak lain seperti hippocampus yang terlibat dalam pembentukan memori sadar.
Dua fungsi korteks prefrontal. Area yang
ditunjukkan dalam warna merah lebih penting untuk fungsi kognitif, terutama
menghambat perilaku yang tidak pantas. Area yang ditunjukkan dalam warna biru
lebih penting untuk menilai nilai relatif dari kemungkinan respons. Sumber:
Dari “Pemetaan lesi kontrol kognitif dan pengambilan keputusan berbasis nilai
di korteks prefrontal.
Other Brain
Areas and Memory
Selain hippocampus dan basal ganglia, beberapa
area otak lain juga berperan dalam proses memori:
- Amygdala: struktur ini terlibat dalam
pengkodean memori emosional. Misalnya, ketika kita mengalami kejadian
menakutkan, amygdala membantu "menandai" pengalaman itu sebagai
penting secara emosional. Ini membuatnya lebih mudah diingat.
- Parietal lobe: area ini penting dalam
pemrosesan informasi sensorik dan atensi. Kerusakan di daerah ini mungkin
tidak menyebabkan amnesia, tetapi bisa menyebabkan kesulitan dalam
mengingat detail konteks dari sebuah memori.
- Prefrontal cortex: daerah ini sangat
penting dalam kerja memori jangka pendek dan dalam menyusun memori untuk
diingat kembali secara sadar. Prefrontal cortex membantu kita memilih
informasi mana yang relevan dan bagaimana menyusunnya dalam urutan yang
logis.
- Cerebellum: selain mengatur koordinasi
motorik, cerebellum juga berperan dalam pembelajaran dan memori motorik,
seperti mengendarai sepeda atau mengetik.
Storing Information in the Nervous System
Bab ini menjelaskan bagaimana otak menyimpan informasi melalui perubahan yang terjadi pada koneksi antar neuron (sinapsis). Penelitian tentang memori telah berkembang dari spekulasi abstrak menjadi pemahaman biologis yang konkret, dengan fokus pada plastisitas sinaptik sebagai dasar dari pembelajaran dan memori.
Blind Alleys and Abandoned Mines
Pada awalnya, ilmuwan mencoba memahami memori dengan berbagai pendekatan yang sebagian besar tidak membuahkan hasil, seperti teori zat kimia memori atau jejak fisik misterius. Gagasan bahwa sinapsis adalah lokasi perubahan memori baru berkembang kemudian, dan membuka jalan bagi studi yang lebih terarah. Pemahaman ini mengubah pendekatan penelitian dari abstraksi menjadi pengamatan nyata terhadap mekanisme saraf.
Learning and the Hebbian Synapse
Psikolog Donald Hebb mengusulkan bahwa pembelajaran terjadi ketika dua neuron aktif secara bersamaan, sehingga memperkuat koneksi di antara keduanya—proses ini dikenal sebagai Hebbian learning. Gagasan ini didukung oleh penelitian Bliss dan Lømo (1973) di hippocampus, yang menemukan bahwa stimulasi berulang bisa memperkuat sinapsis (disebut long-term potentiation atau LTP). LTP menjadi kandidat utama sebagai dasar biologis pembelajaran dan penyimpanan memori.
Single-Cell Mechanisms of Invertebrate Behavior Change
Untuk menyederhanakan penelitian tentang memori, ilmuwan menggunakan hewan invertebrata seperti Aplysia, sejenis siput laut besar. Eric Kandel memilih Aplysia karena sistem sarafnya terdiri dari neuron besar yang dapat dengan mudah diidentifikasi dan dipelajari. Pendekatan ini memungkinkan ilmuwan mempelajari bagaimana pembelajaran terjadi di tingkat sel tunggal.
Habituation and Sensitization in Aplysia
Mekanisme Molekuler Sensitisasi
Sensitisasi melibatkan perubahan kimia di dalam neuron. Serotonin yang dilepaskan oleh interneuron mengaktifkan molekul pembawa pesan seperti cyclic AMP dan protein kinase A, yang pada akhirnya meningkatkan pelepasan neurotransmitter. Perubahan ini dapat bersifat jangka pendek atau jangka panjang, tergantung durasi dan intensitas stimulus. Inilah dasar molekuler dari penyimpanan memori di sistem saraf.
Potensiasi Jangka Panjang (LTP) pada Vertebrata
Potensiasi jangka panjang (Long-Term Potentiation atau LTP) adalah proses penguatan
sinapsis antar neuron di otak yang berlangsung dalam jangka waktu lama. Proses ini
menjadi dasar biologis dari kemampuan belajar dan mengingat pada vertebrata, termasuk
manusia.
LTP terjadi ketika jalur sinaptik tertentu mendapat rangsangan kuat atau berulang. Hal ini
memicu masuknya ion kalsium ke dalam sel saraf melalui reseptor NMDA, yang kemudian
mengaktifkan berbagai proses biokimia untuk memperkuat sinaps, seperti peningkatan
jumlah reseptor AMPA dan perubahan sensitivitas sel.
Proses penguatan sinaps jangka panjang yang terjadi ketika dua neuron aktif secara
bersamaan. Mekanisme ini berperan penting dalam pembelajaran dan memori. LTP terjadi
ketika satu akson menstimulasi neuron secara kuat, sementara akson lain yang
menstimulasi dengan lemah ikut diperkuat jika keduanya aktif secara bersamaan.
Tiga prinsip utama dalam LTP adalah:
•Spesifisitas: Hanya sinaps yang aktif yang diperkuat.
•Kooperativitas: Aktivasi dari beberapa input bersama-sama menghasilkan LTP yang lebih
kuat.
•Asosiatif: Input lemah akan diperkuat jika disertai input kuat secara simultan.
Mekanisme Biokimia
LTP melibatkan perubahan kimia di sinaps, terutama di daerah hippocampus. Ketika
glutamat dilepaskan dari akson, ia berikatan dengan dua jenis reseptor utama di neuron
postsinaptik: AMPA dan NMDA.
Sinaps AMPA dan NMDA
•Reseptor AMPA: Saat glutamat menempel, saluran natrium terbuka dan ion natrium masuk,
menyebabkan depolarisasi.
•Reseptor NMDA: Dalam kondisi normal, reseptor ini terhalang oleh ion magnesium. Namun,
jika dendrit cukup terdepolarisasi (karena aktivasi AMPA), magnesium keluar, membuka
saluran NMDA, dan memungkinkan masuknya kalsium dan natrium.
Peran Kalsium dan CaMKII
Masuknya kalsium melalui NMDA mengaktifkan protein CaMKII. Protein ini
mempertahankan LTP dengan membantu pelepasan protein seperti CREB, yang mengatur
ekspresi gen untuk memperkuat sinaps. CaMKII tetap aktif bahkan setelah sinyal awal
berhenti, menjaga sinaps tetap kuat.
Perubahan Presinaptik
Selain di dendrit (postsinaps), LTP juga melibatkan perubahan di akson (presinaps):
•Dendrit melepaskan neurotransmiter retrograde (misalnya nitrit oksida / NO) yang kembali
ke presinaps.
•Ini menurunkan ambang potensial aksi, meningkatkan pelepasan neurotransmiter,
memperluas terminal akson, bahkan menambah lokasi pelepasan baru di sepanjang akson.
jadi secara keseluruhan LTP bukan hanya tentang peningkatan sinyal di sinaps, tetapi juga
menyangkut perubahan kimia dan struktur di seluruh neuron. LTP menjadi dasar penting
dalam proses belajar dan pembentukan memori, walaupun pembelajaran nyata jauh lebih
kompleks dan melibatkan banyak jalur saraf lainnya.
https://www.youtube.com/watch?v=KyQUBukwwO8
Storing
information in the neuron system
Improving Memory ( meningkatkan kemampuan daya ingat)
Rahasia
Otak dan Ingatan: Bagaimana LTP Bisa Meningkatkan Memori Kita
Pernahkah
kamu bertanya-tanya bagaimana otak menyimpan kenangan? Salah satu mekanisme
utama yang menjadi sorotan para ilmuwan adalah Long-Term Potentiation (LTP),
atau dalam bahasa Indonesia: potensiasi jangka panjang. Ini bukan sekadar
istilah ilmiah — LTP adalah fondasi biologis dari pembelajaran dan memori.
Mari
kita bongkar prosesnya sedikit demi sedikit.
Sebelum
LTP: Apa yang Dilakukan Glutamat?
Dalam
kondisi normal, ketika glutamat dilepaskan di sinaps (titik temu antar neuron),
ia biasanya akan menstimulasi reseptor AMPA. Namun, reseptor NMDA tidak
terpengaruh karena “diblokir” oleh ion magnesium. Dengan kata lain, NMDA
seperti pintu yang terkunci, meskipun glutamat sudah mengetuk.
Saat
LTP Terjadi: Lonjakan Aktivitas Neuron
Ketika
terjadi ledakan aktivitas — misalnya, dua atau lebih akson menembakkan sinyal
secara intens dan bersamaan — glutamat dilepaskan dalam jumlah besar. Ini
mengaktifkan reseptor AMPA secara signifikan, cukup untuk mendepolarisasi
membran neuron. Depolarisasi ini adalah kunci: ia mengusir magnesium dari
reseptor NMDA, membuka “pintu” agar ion kalsium bisa masuk. Inilah momen
krusial terbentuknya LTP.
Setelah
LTP: Glutamat Menjadi Lebih Kuat
Setelah
proses LTP, glutamat menjadi jauh lebih efektif. Ia tidak hanya lebih kuat
dalam menstimulasi reseptor AMPA, tapi jumlah dan sensitivitas reseptor itu
juga meningkat. Dengan kalsium yang kini lebih mudah masuk, NMDA pun lebih
sering aktif. Artinya: sinaps yang dulu “biasa-biasa saja” kini menjadi super
responsif.
Bisakah
Kita Meningkatkan Memori?
Para
peneliti sudah lama tergoda dengan gagasan ini. Jika kita bisa memperkuat LTP,
mungkinkah kita juga bisa meningkatkan daya ingat?
Studi-studi
menunjukkan bahwa meningkatkan produksi protein tertentu bisa memperkuat
sinaps. Bahkan ada obat yang dirancang untuk menghambat enzim perusak memori —
dan hasilnya menjanjikan di hewan. Tapi seperti biasa, saat dicoba ke manusia,
efek samping sering kali tak bisa diabaikan.
Obat-Obatan
dan Suplemen: Mana yang Benar-Benar Efektif?
Beberapa
stimulan seperti kafein, amfetamin, atau Ritalin bisa membantu dalam dosis
sedang, terutama jika dikonsumsi sebelum atau sesaat setelah belajar. Mereka
bekerja dengan meningkatkan gairah otak. Di sisi lain, pengalaman emosional pun
terbukti memperkuat ingatan melalui aktivasi amigdala, bagian otak yang
terlibat dalam emosi.
Bagaimana
dengan herbal seperti Ginkgo biloba? Meski populer, bukti ilmiahnya masih
lemah. Studi besar menunjukkan efeknya sangat kecil — jika ada. Bacopa monnieri
alias brahmi, lebih menjanjikan secara teori, tapi hasil uji klinisnya masih
inkonsisten.
Modifikasi
Gen dan Stimulasi Otak: Masa Depan atau Bahaya?
Tikus-tikus
yang dimodifikasi secara genetik untuk meningkatkan fungsi NMDA menunjukkan
pembelajaran yang lebih cepat — tapi juga melupakan lebih cepat. Beberapa
eksperimen dengan stimulasi listrik ke otak manusia menunjukkan hasil yang
menarik, tapi sering kali datang dengan biaya: ketika satu jenis memori
meningkat, jenis lainnya menurun.
Kesimpulan
Memori
bukan hanya tentang kemampuan mengingat, tetapi merupakan hasil dari proses
biologis yang kompleks di otak, khususnya melalui mekanisme seperti Long-Term
Potentiation (LTP). Penelitian menunjukkan bahwa memperkuat koneksi sinaptik
melalui aktivitas neuron yang berulang adalah kunci pembelajaran dan
pembentukan ingatan jangka panjang.
Meskipun
berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan memori melalui obat-obatan,
suplemen, atau bahkan modifikasi genetik, hasilnya masih belum konsisten dan
berisiko. Hingga saat ini, metode paling efektif dan aman untuk meningkatkan
daya ingat adalah dengan belajar secara teratur, mengulang materi, menjaga
konsentrasi, dan melakukan aktivitas fisik. Pemahaman ini mempertegas bahwa
proses belajar bisa dioptimalkan dengan melibatkan pendekatan biologis dan
perilaku secara bersamaan.
Kutipan
Inspiratif dari Dunia Sains
“Neurons that fire together, wire together.”
—
Donald Hebb
Kalimat
ini menjadi fondasi dari teori Hebbian — konsep di balik LTP yang menyatakan
bahwa neuron yang sering aktif bersama akan memperkuat koneksi satu sama lain.
Inilah dasar biologis dari proses belajar.
Comments
Post a Comment